Usai shalat subuh Arinda kembali berbaring di atas tempat tidur. Beberapa hari belakangan tubuhnya terasa lemas dan inginnya selalu bermalas-malasan. Bahkan asisten rumah tangga dan pengasuh Sansa diminta menginap, yang biasanya bekerja dari pagi hingga sore saja.Elang yang baru pulang dari masjid menghampiri sang istri, lalu duduk di sebelahnya. "By, kamu kenapa?"
"Nggak tau nih, Kak. Aku malas ngapa-ngapain."
"Kamu sakit? Pusing?"
Arinda menggeleng. "Enggak, cuma badan kayak lemas gitu."
"Mungkin itu karena kamu kelelahan ngurus Sansa dan butik." Elang mengusap lembut kepala Arinda. "Ya udah, kamu istirahat aja. Nggak usah ngapa-ngapain, oke?"
Arinda mengangguk sambil tersenyum lemah. Ia sangat bersyukur memiliki suami seperti Elang. Lelaki itu sangat perhatian, memahami, dan peduli.
"Kamu mau sarapan apa? Biar Kakak bikinin."
"Aku nggak mau makan," ucap Arinda dengan nada manjanya yang khas.
"Eit, kamu harus makan biar nggak lemas."
"Ya udah."
"Jadi, kamu mau sarapan apa?"
"Apa aja."
"Oke, Kakak ke dapur, ya."
"Iya."
Sepeninggal Elang, Arinda memejamkan mata lalu tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ini sudah tanggal dua puluh dua dan ia belum 'dapat'. Berarti, ia sudah telat satu minggu.
Jangan-jangan aku hamil, pikir Arinda yang mulai ketakutan. Ia belum siap untuk hamil lagi, anaknya masih berusia sebelas bulan. Bahkan sakit saat melahirkan seperti masih terasa.
"Enggak, aku nggak lagi hamil," kata Arinda pada diri sendiri sambil menggeleng.
Dulu, waktu mengandung Sansa, ia merasa biasa saja. Jadi sekarang ia meyakinkan diri bahwa kondisi tubuhnya sedang tidak fit, bukan karena hamil. Namun rasa penasarannya sangat tinggi yang membuatnya mengambil testpack di laci nakas samping tempat tidur, lantas melangkah ke kamar mandi.
Tak sampai satu menit, suara teriakan Arinda menggelegar menggemparkan seisi rumah. Sansa yang masih pulas tertidur sampai bangun dan menangis histeris. Elang bergegas menaiki anak-anak tangga menuju kamar. Begitu pula Bi Marni dan Mbak Reva. Semua dibuat panik di pagi yang masih redup itu.
"By, kamu kenapa?"
"Bu Arinda. Kenapa, Bu?"
Elang dan Bi Marni menghampiri Arinda yang masih berdiri dengan tubuh gemetar di depan kamar mandi. Air mata meleleh membasahi pipinya. Sementara itu Mbak Reva sibuk menenangkan Sansa agar berhenti menangis. Suasana di kamar itu begitu gaduh.
"Aku hamil." Arinda menjawab dengan nada kesal.
"Alhamdulillah." Elang, Bi Marni, dan Mbak Reva tersenyum lega dan bahagia.
Elang membawa Arinda dalam dekapan. Melihat itu, Bi Marni dan Mbak Reva berangsur meninggalkan kamar. Mereka takut baper.
Tahu asisten rumah tangga dan pengasuh anaknya itu sudah pergi, Arinda memukuli dada Elang. "Aku nggak mau hamil. Aku nggak mau. Ini gara-gara Kakak, waktu itu nggak pake pengaman."
Elang tertegun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Family Goals
Fiksi UmumTak perlu menanti lama, Elang dan Arinda dikaruniai seorang putri cantik tepat di usia pernikahan mereka yang kesembilan bulan. Simak kisah seru mereka dalam mengurus anak dan melewati setiap masalah serta ujian rumah tangga di sini.