Sebagai keturunan orang Betawi, Elang tidak melakukan tradisi mudik. Ibu kota adalah kampung halamannya. Ia menikmati kelengangan Jakarta di hari raya. Selalu begitu dari tahun ke tahun, setidaknya sebelum orang tuanya bercerai. Dulu, saat mama dan papanya masih bersama, ia juga sering mudik bersama mereka ke Malang, tempat asal sang papa. Setelah mereka berpisah, ia selalu merayakan hari raya Idul Fitri di Jakarta. Jika masih tersisa hari libur pasca Lebaran, barulah ia berkunjung ke kota Apel itu atau Belanda untuk mengunjungi saudara-saudara mamanya. Itu pun kadang-kadang saja, tidak setiap tahun.
Malam ini Elang dan Arya beserta istri-istri dan anak-anak mereka sudah berkumpul di rumah Rahma. Usai berbuka puasa, mereka merayakan malam takbiran bersama. Rahma begitu bahagia dikelilingi anak-anak, para menantu dan cucu-cucu yang lucu menggemaskan.
Pada keesokan hari mereka melaksanakan shalat Ied, disusul kemudian sungkeman. Diawali dengan Arya dan Elang secara bergantian memohon maaf pada Rahma. Sebagai seorang ibu, Rahma tentu saja memaafkan segala kesalahan anak-anaknya dan tak lupa memberi wejangan. Setelah itu, ia memeluk lalu mencium kedua pipi mereka.
"Kak, aku minta maaf belum bisa jadi istri yang sempurna buat Kakak." Arinda bersimpuh di hadapan sang suami yang duduk di kursi. Selepas sungkem pada mertuanya tadi, kini giliran pada suaminya.Elang menggenggam kedua tangan Arinda sambil menatap mata indah istrinya itu. "Jangan minta maaf karena itu, By. Lagian Kakak nggak butuh istri yang sempurna, tapi istri yang bahagia. Kalau kamu bahagia, maka rumah tangga kita pasti sempurna."
Arinda tersenyum.
"Apakah selama ini kamu bahagia menjadi istri Kakak?"
"Aku sudah bahagia sejak Kakak mengucapkan ijab qabul di hadapan Papa. I'm happy because I really love you."
"Terima kasih, Sayang," ucap Elang sebelum merengkuh Arinda. "Kakak juga minta maaf karena belum bisa menjadi suami yang sempurna buat kamu."
"Bagiku Kakak adalah laki-laki dan suami yang sempurna. Aku bersyukur menjadi perempuan pilihan Kakak."
Tak terasa kedua mata Arinda sudah basah. Dengan cekatan Elang langsung mengusapnya kemudian memberikan kecupan di kening dan kedua pipi istrinya itu. Arinda membalasnya dengan dekapan erat. Lalu sebuah teriakan membuyarkan momen manis tersebut.
"Papiiii." Sansa memukuli tangan Arinda agar berhenti memeluk Elang. "Papi Caca, Papi Caca."
"Papi punya Mami ini mah."
Arinda malah sengaja menggoda anaknya. Ia tetap memeluk sang suami. Tentu saja itu membuat Sansa menangis, namun Arinda tetap tak beranjak, bahkan hingga tangis anaknya itu histeris.
"By, senang banget sih, ngerjain anak sendiri." Elang jadi agak kesal dengan kelakuan Arinda. Ia berusaha melepaskan diri dari dekapan istrinya itu.
"Lucu aja lihat Sansa nangis," ungkap Arinda tanpa dosa dan tak lupa diakhiri tawa ringan.
Dahi Elang mengernyit. Buset, ajaib benar istrinya itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Family Goals
General FictionTak perlu menanti lama, Elang dan Arinda dikaruniai seorang putri cantik tepat di usia pernikahan mereka yang kesembilan bulan. Simak kisah seru mereka dalam mengurus anak dan melewati setiap masalah serta ujian rumah tangga di sini.