Mami Papi

7.9K 327 1
                                    


     "Ayo, Nak, ikuti apa kata Mami." Arinda sedang mengajari sang anak yang mulai bisa berkata-kata. "Paaapi," ucapnya.

     "Pi ... pi"

     Bayi berusia satu tahun itu hanya bisa mengucapkan penggalan kata terakhir.

     "Maaami."

     "Mimi."

     Arinda tertawa, lalu membawa Sansa dalam pelukan. Ia ciumi kedua pipi gembil kemerahan itu. Bahagia rasanya sang anak sudah mulai bisa berbicara dan ia beruntung mengetahui setiap perkembangan putri kecilnya. Tak hanya berkata-kata, kini Sansa sudah bisa melangkah meski dengan berpegangan pada kursi, misalnya.

     "Anak pintar. Nanti kalo Papi pulang, Sansa panggil papi, ya. Paaapi, gitu."

     "Pi."

     "Iya, gitu." Kembali Arinda menciumi Sansa dengan gemas. "Anak cantik, anak pintar, anak sholehah, anaknya papi dan mami."

     Saat sore tiba, Elang pulang. Sejak memiliki anak, ia sangat jarang pulang malam. Ia selalu ingin segera bertemu si buah hati. Sampai di rumah, ia langsung menggendong Sansa dan menghibur anak pertamanya itu.

     "Kak, Sansa udah bisa bilang 'papi', dan 'mami' lho." Arinda melapor dengan antusias. "Ayo, Sayang, bilang 'papi'," lanjutnya meminta Sansa untuk mengikuti ucapannya.

     Elang pulang dengan membawa mainan dan langsung diberikan pada Sansa. Jadi bayi itu tak menggubris permintaan Arinda. Ia sibuk dengan boneka kucing yang bila ditekan di bagian perut mengeluarkan bunyi 'miaw.' Ia terlihat senang sekali.

     "Ayo, Sayang, bilang 'papi'."

     "Coba bilang, Papi pengen dengar."

     Sansa tetap asyik sendiri dengan mainan barunya. Arinda yang sangat ingin menunjukkan kebisaan Sansa pada Elang langsung mengambil boneka kucing tersebut. Tentu saja bayi berambut ikal itu menangis sambil tangannya menunjuk-nunjuk boneka kucing yang dipegang Arinda.

     "By, kasih bonekanya," kata Elang.

     Arinda tak mengindahkan perintah Elang. Ia malah berbicara pada Sansa, begini, "bilang 'papi' dulu, nanti Mami kasih bonekanya."

     Bukan menuruti, tangis Sansa justru semakin histeris. Itu membuat Elang geregetan pada Arinda. Tingkah kekanakan istrinya itu tak pernah hilang. Ia jadi merasa memiliki dua orang anak. Huft ...

***

    

    

    

    

    

Family GoalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang