Big is Beautiful

18K 681 8
                                    


     Arinda berdiri di depan cermin lemari pakaian. Matanya menelusuri bayangan dirinya di sana, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kemudian tatapannya beralih pada pantulan bayangan objek lain di cermin tinggi itu. Elang yang sedang asyik bermain dengan sang anak di atas tempat tidur.

     Arinda meringis. Lihatlah, suaminya terlihat semakin tampan dan gagah sejak buah hati mereka lahir. Tubuh atletisnya masih tetap terjaga, malah semakin bugar. Pokoknya benar-benar sosok hot papi. Sementara ia ... ah, tubuhnya membesar akibat dari nafsu makan yang tinggi semenjak menyusui. Tanpa sadar ia berteriak.

     "Nggak adiiiiiil!"

     Setelah itu Arinda balik badan, berlari ke arah tempat tidur lantas berbaring telungkup. Tentu saja tingkahnya itu membuat Elang kebingungan. Ah, istrinya itu memang selalu begitu dan ia yang terkena imbasnya. Ia harus menenangkan anakny yang menangis karena kaget mendengar teriakan sang ibu.

     "By ...." Sambil menggendong Sansa, Elang menepuk punggung Arinda.

     "Hmm."

     "Kamu kenapa?"

     Arinda tak menjawab. Posisi tubuhnya masih berbaring telungkup.

     "By, kamu kenapa?"

     Masih tak ada jawaban, tapi kali ini perempuan itu mau membalikan badan lalu berujar dengan suara nyaring dan lantang, "aku genduuuuuut."

     Bayi dalam gendongan Elang yang sudah tenang kembali menangis. Sementara Elang hanya bisa menghembuskan nafas berat. Huft ....

***

     Sebagai ibu baru, Arinda dibantu oleh seorang pengasuh. Jadi ia tidak terlalu kerepotan dalam mengurus bayi. Namun pengasuh tersebut tidak bekerja dua puluh empat jam. Dari pagi sampai sore saja. Namanya juga hanya membantu. Saat bayinya terbangun di tengah malam, tetap ia dan Elang  yang bergantian mengurus. Seperti kali ini.

     Sansa terbangun dan menangis pukul dua dini hari. Elang jadi ikut terbangun, tapi tidak dengan Arinda. Perempuan itu tetap lelap tak terganggu tangisan bayinya. Mungkin ia lelah, pikir Elang. Jadi lelaki itu yang mengecek popok Sansa. Ternyata masih dalam keadaan kering. Berarti bayinya itu ingin menyusu. Terpaksa Elang membangunkan Arinda.

     "Kenapa, Kak?" gumam Arinda dengan mata masih tertutup.

     "Sansa nangis nih. Kayaknya pengen mimi," ujar Elang yang sudah menggendong anaknya sambil berusaha menenangkan agar berhenti menangis.

     Kedua mata Arinda terbuka kemudian duduk. Elang mendekat. Saat akan menaruh Sansa pada buaian Arinda, istrinya itu malah beranjak dari tempat tidur.

     "Nanti, aku bikinin dulu susunya." Arinda berkata seraya melangkah menuju pintu kamar lalu keluar.

     Elang bengong. Kenapa Arinda tidak mau menyusui Sansa? Bukankah istrinya itu sudah berjanji akan memberikan ASI eksklusif pada anaknya selama enam bulan? Produksi ASI Arinda juga melimpah, jadi tak perlu dibantu dengan susu formula.

     Beberapa menit kemudian Arinda kembali ke kamar dengan membawa sebotol kecil susu. "Ini," katanya sambil memberikan botol tersebut pada Elang. Namun suaminya itu tak menerimanya, bahkan raut wajahnya datar.

     "Kenapa kamu nggak mau nyusuin Sansa?" tanya Elang agak marah.

     Arinda tak langsung menjawab. Ia tahu Elang pasti marah dan bakal semakin marah jika suaminya itu tahu alasan ia tak mau lagi menyusui Sansa. Ia jadi takut.

     "Kenapa?" Elang kembali bertanya. Kali ini dengan tatapan tajam.

     Arinda semakin ketakutan. Ia menunduk, tak ingin bertatapan dengan mata itu.

Family GoalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang