Bab 06 : Panggil aku suami

13.5K 970 30
                                    

Satu minggu kemudian.

Di ruangan kerja. Ghassan Al-zam termenung memikirkan tentang perasaannya terhadap pemuda itu. Dia meyakini bahwa dirinya menyukai pihak lain.

Hubungan keduanya semakin dekat. Mereka sudah tidak merasa canggung satu sama lain. Keduanya seperti pasangan suami istri pada umumnya.

Ghassan Al-zam tengah kebingungan. Bagaimana caranya memberitahu tentang perasaan pada pemuda itu? Terlebih ini pertama kali dalam hidupnya dia menyukai seseorang.

Setelah mencari ke berbagai situs pencarian tentang bagaimana cara menyatakan perasaan terhadap orang yang disuka. Tetapi dia tidak menemukan yang tepat.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Seorang wanita dewasa dengan elegant masuk ke dalam.

"Hallo, kakak! Bagaimana kabarmu?" Wanita itu tidak lain adalah adik perempuan Ghassan Al-zam.

Ghassan Al-zam menatap tanpa ekspresi. Kemudian dia berkata dingin. "Bisakah kau sopan sedikit saat membuka pintu?"

Wanita itu mengangkat bahunya. Kemudian dia mendudukkan dirinya di sofa ruangan tersebut.

"Kakak, kapan kau akan menikah? Usiamu sudah 42 tahun."

Ghassan Al-zam tidak menanggapi. Dia berbalik bertanya tanpa ekspresi. "Kapan kau tiba?"

"Dua hari yang lalu." Wanita itu menjawab dengan ekspresi acuh.

"Apa suamimu ikut? Aku menduga bahwa kau mengunjungi-ku, ada sesuatu yang kau inginkan bukan?"

Wanita itu tertawa canggung. Kemudian dia berkata. "Kau memang mengerti aku, kakak. Bisakah kau belikan aku sebuah tas limited edition?"

Ghassan Al-zam mendengus dingin. Lalu menjawab dengan kesal. "Kenapa tidak meminta pada suamimu?"

Hanna Al-zam tertawa datar. Kemudian dia menjawab dengan ekspresi cemberut. "Jika aku meminta pada suamiku, dia pasti akan marah."

"Salahmu, selalu membeli barang-barang tidak berguna."

"Ayolah, kakak. Ini untuk terakhir."

"Tidak. Minta pada suamimu."

Wanita itu cemberut dan mendengus. Kemudian dia beranjak berdiri, sambil berkata kesal. "Kau sangat pelit kakak!"

Lalu wanita itu melenggang pergi. Tetapi baru beberapa langkah, dia berbalik badan, dan berkata. "Kakak, cepatlah cari kekasih, lalu menikah. Jika tidak, aku akan menjodohkan-mu dengan temanku."

Ghassan Al-zam langsung menatap tajam dan dingin.

"Enyahlah kau."

Wanita itu mendengus. Kemudian dia bergegas keluar dari ruangan tersebut.

Ghassan Al-zam menghela nafas panjang. Kemudian dia mengangkat satu tangan, dan mengusap alisnya. Dia menyandarkan tubuhnya pada kursi kerja. Lalu memejamkan matanya sejenak.

Tiba-tiba Ghassan Al-zam tersenyum sangat tipis. Ketika dia teringat dengan pemuda itu. Dia tidak sabar untuk bertemu dengannya, pada jam makan siang.

Suara ketukan pintu terdengar. Ekspresi wajah Ghassan Al-zam langsung berubah. Wajahnya kembali tanpa ekspresi. Dengan dingin pria itu menyuruhnya untuk masuk.

Seorang pria yang menjabat sebagai sekretaris masuk ke dalam. Dia berkata dengan sopan. "Presiden sekarang adalah waktunya untuk meeting."

Ghassan Al-zam mengangguk. Dengan dingin pria tua itu kembali menyuruh pihak lain keluar dari ruangan. Sekretaris tersebut dengan patuh keluar dari ruangan.

Satu Kesalahan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang