Bel pulang telah berbunyi sejak 15 menit yang lalu, tapi Esha masih di sini, di lapangan sekolah. Bukan karena hari ini jadwalnya untuk ekskul, melainkan untuk menunggu Noa. Esha akan ikut pulang bersama Noa, karena si bilu motor vespa birunya itu lagi-lagi masuk bengkel, maklum itu motor sudah Esha gunakan sejak kelas 8 SMP. .
Noa dan Haraz memang diharuskan untuk berlatih setiap hari, itu karena jadwal pertandingan antar sekolah akan segera dimulai dua minggu dari sekarang.
Di depan sana ada Javier dan Daksa sedang berebut bola, berlomba-lomba memasukkan bola dominan warna oranye itu ke dalam ring. Sedangkan ketuanya, Haraz masih berada di pinggir lapangan tengah pemanasan.
Kening Esha berkerut saat merasa ada yang kurang. Gadis itu menghitung satu persatu orang yang ada di sana, dan benar saja tidak ada Noa di sana, padahal cowok itu yang meminta Esha menunggu di pinggir lapangan.
Hingga indra pendengarnya menangkap bunyi bangku di sampingnya berderit, itu tandanya ada seseorang yang duduk di sana. Tanpa perlu menoleh pun Esha tahu bahwa orang yang duduk di sampingnya itu adalah Noa, orang yang baru saja ia cari keberadaannya.
"Dari mana aja lo? Godain adik kelas lagi, ya?" pertanyaan Esha terbilang cukup santai untuk orang yang statusnya bahkan sebagai kekasih Noa.
Noa mendelik, cowok yang sudah mengganti seragam sekolahnya dengan baju jersey itu menyentil kening Esha, tak terima di tuduh seperti itu. Karena nyatanya ia tak pernah sekali pun menggoda adik kelas atau pun kakak kelas, itu adalah kerjaan teman-temannya, Noa hanya ikut melihat saja tidak pernah ikut menggoda juga.
"Enak aja, gak. Godain lo lebih menarik." Ujar Noa sembari memasang tampang jahil bahkan alis hitamnya sudah bergerak naik turun, sengaja untuk menggoda Esha.
"Najis," ketus Esha memutar bola matanya malas, padahal isi perutnya sekarang sudah penuh dengan berbagai macam kupu-kupu. Memang dasar perempuan, lain di mulut lain juga di hati.
"Gaya lo, gue tau lo seneng." Noa tertawa setelah tangannya menepuk pelan kepala Esha.
"Dih, pede gila, lo!" Esha meraih tangan Noa yang berada di kepalanya, mengelusnya halus dan pelan. Tangan Noa itu ukurannya sangat jauh berbeda dengan ukuran tangan Esha. Dan tangan Noa terbilang bagus untuk seorang cowok, kuku-kukunya yang berkilau dan lentik, jemarinya yang panjang adalah perpaduan yang menarik. Esha selalu suka melihatnya, apalagi jika tangan bagus itu bersanding dengan tangannya yang kecil, sangat lucu.
"Tau gak, No. Gue selalu suka sama tangan lo ini." Puji Esha dengan tangan yang mulai sengaja ia susupkan di antara sela-sela jari Noa.
Noa tersenyum tipis, ia dengan sengaja mengeratkan genggaman tangannya pada tangan kecil Esha, tangan yang menurutnya terlihat seperti tangan anak kecil karena ukurannya yang mini. "Kenapa?" tanyanya.
"Soalnya tangan lo bagus, padahal lo cowok. Gue sering iri liat kuku-kuku lo yang bersih mengkilat tanpa perlu pakai kutek atau perawatan kuku." Jelas Esha dengan bibir yang sedikit mencebik, dia benar-benar iri dengan tangan Noa.
"Mau tukeran aja, gak?" Noa membalasnya dengan santai.
Esha melotot, dengan tangan kirinya yang terbebas ia mencubit pinggang Noa, hingga cowok yang rambutnya diikat tinggi itu bergerak karena terkejut.
"Kok di cubit, sih?"
"Habisnya, lo ngomong gitu udah kayak pschycopath aja. Ngeri tau dengarnya!" omel Esha sedikit lantang.
Noa terkekeh kecil. "Dengerin," Noa mengangkat tangan tanpa melepas tautan mereka, malah semakin ia eratkan. "Karena tangan ini, gue jadi sering di pake bahan si Javier buat bodoh-bodohi followers Ig dia. Di pegang-pegang gini, najis geli banget gue ingetnya. Padahal lo aja jarang megang gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Couple
Teen FictionYang orang lain tahu, Noa dan Esha adalah musuh bebuyutan. Atau kalau kata Lizard boy, mereka adalah dua bocil kematian yang hobinya merusuh. Saling mengejek, saling tendang, saling pukul, itu sudah seperti rutinitas wajib mereka. Pokoknya tiada har...