Noa di bawa ke rumah sakit. Dari yang Esha dengar, luka di kening Noa parah, entah terkena apa hingga luka itu butuh beberapa jahitan untuk menutupi lukanya agar tidak semakin lebar.
Esha ikut ke rumah sakit, meski sebenarnya ia sempat larang oleh satpam sekolah. Esha beralasan bahwa ia di suruh Bu Karin untuk mengikuti Noa ke rumah sakit, ia jadi diizinkan. Dan untungnya hari ini Esha sedang membawa motor, jadi ia tak perlu repot mencari angkot.
Selama perjalanan pikiran Esha hanya terfokus kepada Noa. Cowok yang berstatus sebagai kekasihnya itu sebenarnya memang cukup kuat tapi jika sudah berhubungan dengan rumah sakit dan segala tentangnya, Noa selalu tak suka. Makanya ketika sakit meski parah sekali pun Noa tak pernah mau di bawa ke rumah sakit, ia hanya mau di rawat oleh Esha.
Dan lagi ini adalah kali pertama Noa terluka di pertandingan, hingga bocor pula. Biasanya Noa selalu berhati-hati, tapi mungkin karena hari ini adalah hari sialnya, Noa jadi tidak bisa menghindari cowok berbadan besar yang mendorongnya tadi.
“Loh, Esha. Kamu ngapain di sini?” pertanyaan itu terlontar dari Pak Anhar, pelatih basket Noa. Pak Anhar cukup terkejut karena kedatangan Esha.
“Pak, Noa gak papa kan?” bukannya menjawab, Esha malah balik bertanya. Ia masih panik dengan keadaan Noa di dalam ruang UGD sana.
Pak Anhar tersenyum maklum menatap Esha yang masih mengatur napas akibat berlari dari parkiran ke ruang UGD. “Gak papa, kepalanya cuma butuh lima jahitan,” jawab Pak Anhar masih dengan senyuman yang sama.
“Bukan itu, Pak. Maksud Esha, dia gak nangis kan tadi?” tanya Esha. Sebab untuk luka ia pun tahu bahwa luka itu lumayan parah, ia hanya takut Noa menangis dan berakhir mempermalukan dirinya sendiri di depan orang-orang berseragam ini. Padahal tanpa Esha sadari, dia juga mempermalukan Noa dengan bertanya seperti itu.
“Hah?” pria berumur tiga puluh tahunan itu memasang wajah bingung. Cukup terkejut karena pertanyaan Esha meleset dari perkiraannya.
“Ah, bapak gak tau, ya. Dia itu gampang nangis tau, Pak. Ke gores pisau dikit aja bisa nangis seharian.” Pak Anhar semakin bingung. Gadis tinggi di depannya ini malah membeberkan fakta itu di depannya. Pada akhirnya Pak Anhar tidak bisa lagi menahan suara tawanya untuk keluar.
“Kok kamu tau?” tanya Pak Anhar masih dengan sisa-sisa tawanya.
“Noa tetangga Esha, Pak. Kalau luka mengadunya suka ke Esha.” Untuk yang satu ini Esha benar-benar berkata jujur. Noa memang sering mengadu kepadanya jika terluka, bahkan bisa merengek seharian dengan bibir bebeknya itu. Kadang kala bisa menangis seharian juga.
Pak Anhar tersenyum jahil, pria yang sudah mempunyai satu anak itu mengerlingkan matanya menatap Esha. “Yakin cuma tetangga? Bapak pikir kamu sering banget bareng Noa, tadi aja peluk-pelukan dulu sebelum tanding,” goda Pak Anhar.
Esha langsung menunduk untuk menyembunyikan semburat merah di pipinya. Benar kan perasaannya tadi, memang ada yang melihat acara peluk-pelukan itu. Untung saja itu Pak Anhar, jika bukan mungkin akan ada gosip tak menyenangkan sekarang.
“Gak papa, gak usah malu gitu. Bapak tahu kok, Noa sering cerita sama Bapak.” Kata Anhar sembari menepuk pelan bahu kanan Esha.
Pak Anhar dan Noa memang terbilang cukup dekat. Bahkan untuk Noa, Pak Anhar sudah seperti seorang Ayah. Pak Anhar bisa menggantikan figur Ayah yang sejak beberapa tahun terakhir hilang dari hidup Noa. Kadang Noa bahkan merasa lebih dekat dengan Pak Anhar daripada Papanya sendiri. Meski Noa tak bisa menampik bahwa Papanya juga masih memperhatikannya walau tidak bertemu langsung.
“Pak, Esha boleh ke dalam gak?” tanya Esha berbarengan dengan dokter yang baru saja mengobati Noa keluar. Sekalian Esha memang sengaja untuk kabur dari Pak Anhar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Couple
Teen FictionYang orang lain tahu, Noa dan Esha adalah musuh bebuyutan. Atau kalau kata Lizard boy, mereka adalah dua bocil kematian yang hobinya merusuh. Saling mengejek, saling tendang, saling pukul, itu sudah seperti rutinitas wajib mereka. Pokoknya tiada har...