020 || Merawat Noa

264 80 11
                                    

Esha mendesah pendek kala Noa belum juga memejamkan matanya, malah asyik menatap langit-langit kamar. “Tidur, jangan melamun. Buang segala pikiran jelek lo itu. Gue ada di sini, jadi lo gak perlu merasa sendirian.” Ucapnya mengelus pelan pipi Noa yang sedang terbaring di pangkuannya.

“Lo gak bakalan tinggalin gue kan, Sha?” entah mengapa pertanyaan itu meluncur secara tiba-tiba dari mulut Noa. Saat sakit seperti ini Noa memang terkadang merenung hingga ketakutan sendiri. Takut ditinggalkan, takut dicampakkan, takut sendirian, segelas ketakutan itu selalu menyerang Noa tanpa henti.

“Ketakutan lo, gak akan pernah terjadi, No. Gue akan selalu di sini, bareng lo, teman-teman lo juga.” Tangan Esha bergerak turun menyentuh dada Noa yang berbalut kaos hitam tipis. “Lo gak sendirian. Kami ada di sini, di dalam hati lo ini.” Lanjutnya.

Esha kembali menarik tangannya untuk menutup kelopak mata Noa secara perlahan. “Sekarang tidur, bukan waktunya lo mikir jelek kayak gitu. Ini waktunya lo istirahat.”

Noa mulai terlelap menuju alam mimpi seiring dengan sapuan halus jemari Esha yang menari di rambutnya. Hingga akhirnya napas teratur mulai terembus, Esha tersenyum mendengarnya. Noa memang mudah sekali tertidur, walau hanya mendapat elusan halus seperti tadi.

Jari telunjuk Esha turun dari rambut bergerak searah dengan hidung mancung Noa hingga berakhir di bibir yang menurutnya selalu mirip bebek ketika mencebik itu. “Lo harus percaya kalau gue akan selalu ada di sini, Noa.” Katanya sembari mengelus sekilas pipi Noa setelah jemarinya lepas dari bibir cowok itu.

Sejak Esha setuju untuk menjadi kekasih Noa, sejak saat itu juga Esha berjanji untuk terus berdiri di samping Noa, di pihak Noa apa pun keadaannya. Karena bagi Esha melihat Noa tertawa tanpa beban adalah tujuannya. Noa tanpa senyum palsu adalah bahagia untuknya.

Esha tahu, hidup Noa itu berat. Siapa yang bisa bertahan sendirian di negara keras ini? Tidak ada, tapi Noa berhasil. Noa berhasil bertahan sendirian tanpa pegangan sedikit pun, tanpa orang yang berdiri di sampingnya. Noa sendirian, dia kesepian, tapi dia berhasil melawan ketakutannya itu meskipun harus mengorbankan segala hal, termasuk kewarasannya.

Esha melirik pergelangan tangan Noa. Bersih, tidak ada lagi luka baru di sana, walau jejak-jejak luka yang dulu masih ada samar. Noa memiliki kecenderungan untuk menyakiti dirinya sendiri, entah sejak kapan. Kala Esha bertemu pertama kali dengan Noa dan mengetahui bahwa Noa adalah tetangga sebelahnya, Esha sudah menemukan jejak-jejak itu. Ada yang masih basah, ada juga yang sudah kering.

Dan sejak saat itu, Esha memutuskan untuk menarik Noa dari lubang hitam itu. Meski cara Tuhan dalam mempertemukan dirinya dan Noa cukup ekstrem, belum lagi untuk pertemuan-pertemuan penuh keributan lainnya. Namun Esha bersyukur untuk itu, karena itu ia bisa lebih dekat dengan Noa walaupun awalnya hanya sebatas tetangga dan musuh.

Seiring dengan berjalannya waktu, keributan antara dirinya dan Noa entah mengapa selalu berhasil membuatnya tersenyum sendirian di tengah malam. Hingga pada akhirnya Esha sadar bahwa ia jatuh cinta dengan Noa. Ia menyukai Noa, walaupun sikap menyebalkan cowok itu masih sering membuatnya marah.

Esha pernah hendak membuang perasaannya itu, karena saat itu ia takut bahwa rasa sukanya itu terjadi sepihak lagi. Tetapi ternyata Tuhan merangkai rencana indah untuknya. Sejak patah hati karena cinta sepihaknya kepada Mas Kean, Esha di buat senang kala cintanya yang ini tidak berakhir sepihak. Noa juga menyukainya.

Esha bahkan masih ingat dengan jelas bagaimana caranya Noa menjadikan dirinya sebagai kekasih Noa. Terbilang cukup aneh, tidak ada kata romantis sedikit pun. Tapi Esha akan selalu tersenyum ketika mengingatnya.

“Makasih udah pilih gue, Noa.” Gumam Esha sebelum akhirnya ikut menjemput mimpi seperti Noa.

🌻🌻🌻

Hidden Couple Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang