Esha membanting kesal ponselnya ke sofa. Lalu melempar dirinya sendiri di sofa tadi, sorot matanya masih memancarkan kekesalan. Gadis yang mengenakan piyama berwarna lilac itu menggeram kesal menatap langit-langit apartemen.
“Nyebelin banget sih!” umpatnya meraih kembali ponselnya dan menyentuh satu nomor dengan nama Noa jelek. “Awas aja gak angkat lagi, gue minta tolong sama Mas Kean!”
Sudah lebih dari 10 kali Esha menghubungi Noa, tapi cowok itu tidak juga mengangkat teleponnya. Dan ini adalah percobaan ke sebelasnya, jika telepon ini tak juga di angkat maka Esha memutuskan untuk meminta bantuan kepada Mas Kean.
“LAMA!” semprot Esha langsung setelah sambungan teleponnya di angkat oleh Noa.
Dari tempatnya, Esha mendengar Noa terkekeh, sebelum akhirnya bertanya tujuannya menghubunginya hingga berkali-kali seperti itu. “Kenapa, Sha?”
“Mau telur gulung,” rengek Esha. Jika itu tentang telur gulung maka Esha tak malu untuk merengek seperti ini kepada Noa.
Malam ini Esha sedang menginginkan telur yang digulung itu. Biasanya ia akan berangkat sendiri mencarinya, berhubung motornya belum sempat ia bawa dari bengkel jadi Esha harus terpaksa menghubungi Noa untuk meminta diantarkan.
Tadi pukul 7 malam setelah makan bersamanya, cowok itu memang izin pergi katanya akan berkumpul bersama dengan teman geng abal-abalnya itu. Esha mengizinkan karena saat itu ia memang tidak sedang ingin camilan meskipun Noa sempat bertanya tadi bahkan cowok itu juga sempat mengajaknya, Esha menolak dengan dalih ingin menonton televisi. Padahal nyatanya gadis itu bergulir bulak balik membuka aplikasi yang sedang tren belakangan ini, dan yang lebih parah konten tentang telur gulung jajanan kesukaannya itu lewat, Esha jadi ngiler. Sebenarnya bisa saja ia membuatnya sendiri, tapi Esha selalu kesal sebab rasanya akan terasa berbeda dengan yang ia beli dari pedagangnya langsung.
“Ini jam berapa buset, Sha. Bikin aja lah sendiri.” Di seberang sana Noa mendengkus sebal. Padahal waktu telah menunjukkan pukul 9 malam, dan gadis menyebalkan yang adalah kekasihnya itu malah merengek meminta makanan yang bahkan Noa saja tak yakin masih ada yang menjualnya di jam-jam seperti ini.
“Gak mau. Rasanya suka beda, ayo beli,” Esha semakin merengek, pokoknya apa pun tentang telur gulung Esha berani mempertaruhkan harga dirinya.
“Bikin aja, nanti gue beli sausnya di sini.” Bujuk Noa lagi.
“Gak mau, Noa. Mau telur gulung, ayo beli.” Mendengar tangis kecil dari Esha membuat Noa membuang napas pelan memilih mengalah.
“Yaudah, tunggu gue ke sana. Tunggu di depan, dan pakai jaket!” pintanya tanpa mau dibantah.
“Yes, makasih sayang!” setelahnya gadis yang tadi sengaja berpura-pura menangis itu menutup sambungan teleponnya sepihak. Bahkan setelah membuat Noa berdiri kaku karena mendapat serangan mendadak dari Esha.
“Ada telur gulung aja gue di sayang-sayang. Gak ada telur gulung gue di jadiin dayang-dayang. Nasib-nasib,” gumam Noa sembari mengelus dadanya sabar.
Cinta Esha memang hanya untuk telur gulung, Noa hanya mendapatkan serpihannya saja.
Noa kembali ke dalam kamar Jiel, tadi ia mengangkat panggilan Esha di balkon kamar cowok minim ekspresi itu. Bukan tak ingin hubungannya diketahui oleh teman-temannya, hanya saja keadaan kamar Jiel sudah berisik karena ulah Sarga, Saka, Agan, Haraz dan Javier. Noa jadi tidak bisa mendengar suara Esha nanti jika mengangkat panggilan Esha di dalam kamar.
Rumah Jiel memang sudah seperti basecamp untuk geng abal-abal itu. Selain karena luasnya kamar Jiel, di rumah cowok itu juga sering terdapat berbagai macam makanan, jadi mereka tidak perlu membuang-buang uang hanya untuk membeli camilan. Kulkas dua pintu cowok itu selalu terisi penuh, dan orang tua Jiel tak pernah melarang mereka untuk menghabiskannya, malahan makanan itu memang sengaja di beli untuk mereka semua. Jiel memang berasal dari keluarga berada dan untungnya orang tua cowok itu sangat baik kepada mereka semua, seperti sudah menganggap mereka anak-anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Couple
Teen FictionYang orang lain tahu, Noa dan Esha adalah musuh bebuyutan. Atau kalau kata Lizard boy, mereka adalah dua bocil kematian yang hobinya merusuh. Saling mengejek, saling tendang, saling pukul, itu sudah seperti rutinitas wajib mereka. Pokoknya tiada har...