016 || Panik

191 79 12
                                    

“Sha, gue panggil Nana ke sini gak papa kan?” tanya Sarga menghampiri Esha yang masih berkutat di dapur bersama dengan Noa.

“Boleh aja sih, kenapa emang manggil Nana segala?” Esha balik bertanya setelah memberi izin.

“Gue takut nya lo bosan aja dengerin pembahasan gak bermutu kita,” ujar Sarga.

“Widih, enak nih kayaknya. Gue coba duluan boleh?” tanya Sarga lagi kala matanya menangkap tumpukan martabak mini di atas piring besar di meja makan.

Esha mengangguk, “ambil aja, itu juga buat lo semua.”

Sarga tersenyum senang, dia mengambil satu potong martabak mini itu lalu memasukkan ke dalam mulut. “ANJIR, ESHA!! INI ENAK BANGET BUSET, PUKIS EMAK GUE AJA KALAH WOY!!” Sarga berseru heboh membuat teman-temannya yang tadi sibuk sendiri kini ikut mendekat menghampiri tiga orang yang berada di dapur itu.

“El, coba deh, El. Ini enak banget buset,” ucap Sarga menyerahkan satu potong martabak itu kepada Jiel yang lebih dulu sampai.

Jiel menerimanya, tepat setelah sepotong martabak itu masuk ke dalam mulutnya, senyum manis yang jarang sekali terbit itu muncul dengan tulus. “Keren, Sha. Beneran enak ini,” pujinya membuat Esha lagi-lagi tersenyum senang karena makanannya disukai.

“Gue mau dong!” Javier menerobos berdiri di antara Sarga dan Jiel lalu mencomot martabak berwarna merah muda bertoping meses warna warni. “Asli, Haraz lo harus coba. Ini beneran ngalahin enaknya pukis buatan tante Sara!”

Tante Sara adalah Ibunya Sarga, dan Ibunya Sarga itu memang mempunyai toko kue beraneka ragam. Jika mereka bermain ke rumah Sarga, maka mereka akan disajikan beberapa macam kue bahkan bolu dan pukis.

“Keren lo, Sha. Ternyata emang pintar masak, gue kira candaan doang itu,” Haraz juga memuji setelah mengacungkan jempolnya pertanda setuju dengan kalimat Javier tadi.

“Syukur deh, kalau sesuai selera lo semua. By the way, itu bawa aja ke depan, ini tinggal setengah mangkuk lagi kok.”

Anggota geng abal-abal bernama lizard boy itu kembali sofa dengan dua piring besar berisi martabak yang dibawanya. Silih berganti memakan martabak mini dengan berbagai toping buatan Esha itu dengan lahap.

“Buat lo, udah gue pisahin jangan ngerengek.” Ujar Esha setelah melihat raut wajah Noa yang hendak protes.

“Bukan gitu. Nanti lo gak kebagian,” balas Noa sesekali melirik teman-temannya yang masih lahap memakan martabak mini itu.

“Gue udah pisahin semangkuk adonan buat sendiri.” Noa mengangguk paham, baguslah ia pikir Esha tidak memisahkan untuk dirinya sendiri.

“Sha, gue mau ambil ps dulu. Kalau mereka rusuh teriak aja,” pesan Noa sebelum ia melangkah keluar dari apartemen Esha ke apartemennya sendiri untuk mengambil ps.

Esha mendengkus setelah Noa pergi, “lagaknya udah kayak bapak-bapak aja pake pesan gitu. Dikira gue anak kecil kali, ya.” Dumel Esha sembari membereskan mangkuk kotor, ia akan membersihkannya nanti.

Esha kembali ke sofa, melihat satu piring martabak sudah ludes membuat Esha tersenyum senang. Itu berarti teman-temannya Noa memang menyukai hasil kerja tangannya ini. “Nih, satu piring lagi.”

Tepat setelah Esha mendaratkan tubuhnya di single sofa, Noa datang bersama Nana. Kedatangannya membuat Saka, Agan dan Haraz melotot, sebab mereka sadar bahwa Noa bisa masuk tanpa perlu menunggu Esha membukakan pintu. Itu artinya Noa sudah mengetahui pin apartemen Esha. Diam-diam ketiganya melirik Esha, memperhatikan ekspresi yang gadis itu keluarkan ketika Noa datang.

Hidden Couple Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang