11

74 6 3
                                    

Kenneth terbangun begitu saja saat ia mendengar suara tangisan Margaret. Lelaki itu mengerjap - ngerjapkan matanya untuk sesaat sembari mengumpulkan energinya. Betapa terkejutnya ia saat ia mendapati Margaret menaiki bangku dengan selendang yang telah ia kaitkan pada teralis, entah bagaimana ia bisa mengaitkannya. Spontan Kenneth bangkit dengan cepat. Di detik yang sama, Margaret menggantungkan dirinya pada selendang tersebut. Ia mendorong kursinya sehingga kini tubuhnya bergelantungan. Ekspresinya benar - benar mengerikan karena wanita itu akan meregang nyawa.

"Archer! Archer!" Kenneth berteriak keras sembari memegangi kaki Margaret. Ia mengangkat tubuh wanita tersebut ke atas supaya leher Margaret tidak tercekik. Archer membuka pintu tersebut dengan mudah karena Kenneth memang sudah membuka kuncinya saat ia pergi mengambil minum tadi. Lelaki itu juga tak kalah kaget saat ia melihat ibunya bergelantungan di langit kamar.

Semuanya terjadi begitu cepat. Orang - orang mulai berdatangan ke kamar. Archer berusaha menurunkan ibunya dengan mengembalikan kursi yang telah didorong wanita tersebut lalu membuka ikatan selendang yang Margaret kaitkan pada teralis. Henrietta menangis keras karena ia terkejut atas kejadian mengerikan tersebut. Sementara itu Elise mematung dengan air mata berjatuhan. Itu adalah hal terparah yang pernah mereka lihat selama mereka semua menjaga Margaret dalam wisma tersebut.

Kenneth tak mampu menahan air matanya lagi. Ia menangis sembari merengkuh Margaret yang terbatuk - batuk akibat lehernya yang sempat tercekik. Suasana menjadi hening untuk beberapa saat. Hanya suara tangisan Kenneth yang terdengar di dalam kamar tersebut.

"Ya Tuhan, apa yang kau lakukan, Margaret? Jangan seperti ini." Isaknya hebat. Archer juga tak mampu untuk menahan air matanya sendiri. Namun ia cepat - cepat mengusap tangisannya saat ia melihat ayahnya akan memindahkan ibunya.

"Hati - hati." Ujar Kenneth pada Archer yang sekarang sedang membantunya untuk membaringkan Margaret.

"Kalian semua keluar dari sini. Tutup pintunya." Suara Kenneth terdengar parau karena lelaki itu belum selesai menangis sebenarnya. Henrietta menggandeng Elise keluar sehingga Archer menjadi orang terakhir yang ada disana. Ia belum menutup pintu dengan sempurna saat ia mendengar ayahnya terisak pilu. Lelaki itu mengambil tangan permaisurinya yang lemas tak berdaya. Diciumnya berulang kali tangan yang telah menemaninya selama 20 tahun terakhir tersebut. Archer tak kuat untuk melihatnya, tetapi kakinya tetap terpaku sehingga ia terus menyaksikan pembicaraan orang tuanya.

"Jangan lakukan ini padaku, Margaret. Demi Tuhan, jangan. Aku sangat hancur melihatmu seperti ini."

"Aku tidak mau berada disini. Aku mau pulang. Aku mau pulang!" Margaret terus berteriak sembari menggebrak kasurnya. Ia menarik tangannya dari Kenneth, memukuli kakinya sendiri sehingga Kenneth kembali mengikat tangannya. Ya, kapanpun ia melakukan hal tersebut, ia tak ingin orang lain melihatnya. Karena sesungguhnya, Kenneth sendiri tak pernah tega untuk mengikat tangan Margaret seperti itu.

***

Siang itu, Henrietta mendatangi Kenneth dengan mata yang berkaca - kaca. Kenneth sudah bisa menebak mengenai alasan kedatangan wanita tersebut, tetapi Kenneth memilih mendengarkannya lebih jauh. Bagaimanapun juga, ia berharap prasangkanya salah.

"Yang Mulia." Ujarnya sopan dengan kepala yang menunduk. Kenneth ada di sofa sembari menoleh keluar, entah apa yang ia amati dari jendela.

"Katakan." Sahutnya singkat. Mendadak, Henrietta gemetar bukan main. Selama ia melayani keluarga kerajaan, ia tak pernah segugup ini sebelumnya.

"Yang Mulia, aku telah melayani keluarga kerajaan selama puluhan tahun. Aku merasa bisa dalam segala hal, tetapi sekarang aku akan mengajukan banding keberatan, Yang Mulia. Aku sangat meminta maaf telah mengatakan hal ini, tetapi apa yang kita lihat tadi pagi benar - benar mengguncang pikiranku dan membuatku trauma. Aku merasa tidak bisa melayani permaisuri lebih jauh lagi. Itu di luar kemampuanku, Yang Mulia. Aku benar - benar meminta maaf." Henrietta mengatakan hal tersebut dengan air mata yang sudah mengumpul di ujung - ujung matanya. Hanya saja, ia menahannya sejak tadi.

THE DAYS : Season 1 - House of ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang