Note : Maaf terlambat publish karena author baru saja pemulihan dari sakit. Terima kasih atas pengertiannya ^^
***
"Yang Mulia." Margaret menundukkan kepalanya sekilas saat ia memasuki ruang kerja raja. Mary lari begitu saja menuju Kenneth, sementara Archer hanya melirik karena suara berisik yang ditimbulkan oleh derap langkah Mary.
"Ayah, aku baru saja tiba dari pasar." Ujarnya semangat, berkebalikan dengan ekspresi Margaret yang nampak masam sejak tadi.
"Mary." Archer menegurnya pelan karena sejak tadi Mary menggelanyuti lengan ayahnya sehingga lelaki tersebut tak bisa bergerak.
"Tebak aku menemukan dia dimana." Margaret membuka suaranya dengan cepat, membuat Kenneth spontan menoleh.
"Dimana memang?" Tanyanya bingung.
"Di tempat Alexandra. Dia melihat orang - orang berjudi." Tandasnya dengan nada yang meninggi. Detik itu juga Kenneth menatap Mary tajam.
"Mary." Suara Kenneth memang pelan, tetapi hal tersebut justru terdengar menakutkan. Kali ini Mary terdiam saat ayahnya yang menegurnya.
"Sudah berapa kali ayah bilang untuk tidak berkeliaran ke tempat - tempat semacam itu? Jaga perilakumu. Kau ini seorang putri." Tegasnya lagi.
"Ya, aku meminta maaf, ayah. Aku hanya tidak sengaja lewat, aku bersumpah." Mary menunduk, tak berani menatap ayahnya. Kini ia tak menggelanyuti lengan Kenneth lagi.
"Kau pergi dengan siapa tadi?" Giliran Archer yang menanyainya.
"Dengan Wendlyn. Kami sempat berpapasan dengan Caesar. Dia sangat tampan, seperti kata orang - orang." Nada bicara Mary berubah seketika. Ia nampak semangat menceritakannya.
"Aku tidak mau lagi mendengar kau menyelinap keluar istana diam - diam. Di luar sana sangat berbahaya." Archer bahkan mengacungkan jarinya saat bicara kepada Mary karena gadis itu memang sulit di atur. Buktinya saja, Mary justru menjulurkan lidahnya pada Archer, seolah mengejek kakaknya tersebut, padahal Archer sangat serius dengan ucapannya barusan.
"Aku tetap akan keluar."
"Dasar!" Archer sudah akan melemparnya dengan vas bunga sebelum Mary lari begitu saja dengan tawa yang lepas. Kenneth dan Margaret hanya bisa menggeleng melihat perilaku putri mereka tersebut.
"Archer, apa yang kau katakan pada Elise kemarin?" Kini giliran dirinya yang mendapat tatapan tajam ibunya.
"Apa memang?" Archer berpura - pura tak memikirkannya.
"Ibu baru mendatangkan Lily enam bulan yang lalu dan kau sudah berkata pada Elise bahwa kau bosan dengannya. Bukankah ibu sudah berkata untuk menahannya minimal setahun sekali? Kau sudah sangat sering berganti - ganti wanita, Archer."
"Ibu, mereka semua masih perawan, jadi tak ada masalah bila aku berganti - ganti pasangan. Aku hanya tidak suka dengan Lily karena dia tidak rajin merawat tubuhnya. Dia tidak tampil dengan baik di depanku." Sergahnya, memberi argumen versi dirinya sendiri.
"Hanya karena penampilan?"
"Dia digaji untuk itu, untuk melayaniku. Apa lagi memang?" Tegasnya dengan tatapan menajam. Margaret tak ingin berdebat lebih jauh sehingga ia segera beralih ke topik pembicaraan inti.
"Elise sudah mencarikan seorang gadis untukmu. Usianya 16 tahun."
"Aku tidak mau gadis di bawah 17 tahun."
"Hanya selisih setahun saja."
"Aku tidak mau gadis di bawah 17 tahun." Archer mengulangi kalimat yang sama. Kali ini, tatapannya benar - benar tajam, seolah memberitahu ibunya bahwa ia itu adalah aturan yang paten.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DAYS : Season 1 - House of Chaos
Ficção HistóricaWRITTEN IN BAHASA THIS STORY IS WRITTEN ORIGINALLY BY ME, NO PLAGIARISM ALLOWED *** From The Days Universe THE DAYS : Season 1 - House of Chaos Keluarga Days : Musim 1 - Rumah Kehancuran *** Tak ada lagi kehidupan indah bak dongeng *** Godwhite mema...