31

71 9 0
                                    

Siang itu, Kenneth sengaja mendatangi Mary lagi setelah beberapa hari yang lalu Mary mengatainya habis - habisan. Mary sedang membaca sesuatu di mejanya yang berada tepat di depan jendela sehingga ia bisa melihat pemandangan gunung serta air terjun. Kenneth mengusap rambut Mary sekilas lalu duduk di sampingnya. Gadis itu sama sekali tak menoleh padanya.

"Mary, udara di luar sangat sejuk. Apakah kau tidak ingin keluar?" Tanyanya hangat, tetapi Mary tak menggubrisnya. Kenneth berusaha tetap sabar untuk mengadapi Mary. Kemarahan gadis tersebut benar - benar awet.

"Kemarin kakakmu bertemu dengan Wendlyn. Apakah kau mau bertemu dengannya? Ayah tahu ia adalah teman dekatmu." Kenneth mencoba peruntungan kedua, tetapi nampaknya hal tersebut justru memancing emosi Mary. Gadis tersebut merasa risih dengan ayahnya sehingga ia cepat - cepat menoleh.

"Sejak kapan ayah peduli padaku?" Tanyanya ketus.

"Mary, ayah hanya ingin tahu apa saja yang bisa membuatmu senang."

"Bila ayah ingin membuatku senang, maka biarkan aku tinggal di gereja. Bukankah ayah pernah berkata bahwa ayah akan mengirimku ke biarawati?"

"Mary, ayah tidak serius saat itu."

"Tetapi aku serius!" Mary terus bertahan dengan keinginannya. Gadis itu sangat keras kepala.

"Aku sudah tidak mau tinggal di Istana lagi. Aku ingin hidup sebagai orang normal sebagaimana mestinya sehingga aku bisa berbaur dengan siapapun. Bila ayah tetap memaksaku tinggal disini, maka aku akan mengurung diriku di kamar selamanya." Lanjutnya lagi dengan tegas. Sedetik kemudian, Mary kembali fokus membaca bukunya. Untuk sesaat, semuanya menjadi hening. Kenneth nampak berpikir disana.

"Setahu ayah, gereja menyediakan program asrama parsial sehingga di hari Sabtu dan Minggu kau bisa pulang ke Istana. Ayah akan menanyakannya lagi sekaligus menyurvei gereja mana yang bisa bekerjasama dengan Istana untuk memenuhi protokol keamanan keluarga kerajaan."

Mary tak menanggapi penjelasan Kenneth barusan. Hal tersebut cukup menjelaskan kepada Kenneth bahwa Mary tak mau berkomunikasi dengannya sehingga lelaki itu memilih pergi. Ia bangkit dari kursinya lalu mengusap rambut Mary. Sebelum ia pergi, ia masih sempat mengecup kepala Mary sekilas. Gadis itu tak menunjukkan reaksi apapun. Ia tetap diam di tempatnya sembari membaca buku. Dari ambang pintu, Kenneth menatapnya dengan sorot kesedihan yang mendalam, menyadari putrinya tersebut benar - benar membencinya. Archer ada di ruang kunjungan, memperhatikan ayahnya sejak tadi. Ia juga mendengar apa yang dibicarakan mereka berdua sekalipun suaranya sangat pelan. Archer hanya mendengarnya samar - samar, tetapi raut wajah ayahnya sudah cukup menjelaskan apa yang terjadi disini.

***

Cedric menghadap Kenneth pagi - pagi sekali. Lelaki tersebut tak mengatakan apapun, tetapi ia menyodorkan sebuah kotak kepadanya. Archer melirik kotak tersebut diam - diam. Sekalipun posisinya sedikit jauh dari meja ayahnya, ia masih bisa melihatnya.

"Apa ini?" Kenneth meletakkan penanya lalu mengambil kotak tersebut.

"Permaisuri menitipkan kotak ini untukmu. Ia berkata bahwa apapun yang terjadi di antara kalian berdua, ia tetap akan menjadi temanmu, Yang Mulia. Kau bisa memberitahunya apapun yang terjadi pada Archer dan Mary." Jelasnya singkat.

Kenneth membuka kotak tersebut lalu mengambil benda yang ada di dalamnya. Itu adalah sebuah jepit rambut yang sangat cantik, berwarna emas karena memang terbuat dari emas. Ada hiasan bunga di ujungnya. Kenneth tersenyum sekilas.

"Aku ingat, aku memberikan jepit ini kepadanya di malam saat aku tahu ia sedang hamil. Ia sedang mengandung Archer saat itu. Aku menyelipkan di rambutnya saat ia tidur." Ujar pelan sembari menerawang jauh disana. Sedetik kemudian, ia menggeleng lalu cepat - cepat meletakkan jepit tersebut kembali ke tempatnya.

THE DAYS : Season 1 - House of ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang