13

64 7 0
                                    

Archer memutuskan mengorbankan dirinya untuk memenuhi keinginan ibunya. Lelaki itu sedang menyiapkan peralatan berkebun sembari menunggu ibunya keluar. Elise tersenyum miring lalu duduk di sebelah lelaki tersebut. Archer menoleh, ia tahu Elise sedang memendam sesuatu.

"Ada apa, bibi Elise?" Tanyanya tanpa basa - basi.

"Aku mendengar pertengkaranmu dengan ayahmu semalam. Aku tidak berniat mencampuri, tetapi ayahmu memang berada dalam posisi tidak berdaya, Yang Mulia. Jangan bermusuhan dengannya." Ujarnya mendalam. Detik itu juga Elise menoleh dengan tatapan teduhnya. Archer menyukai wanita itu karena kesabaran yang dimilikinya benar - benar seluas lautan.

"Aku tidak tahu bagaimana akhir dari masalah ini, tetapi aku sudah mempersiapkan diriku untuk menjadi kambing hitam. Aku tidak menolong ayahmu. Aku menolong ibumu, Pangeran Archer. Aku merasa tidak bisa melihat ibumu menderita lebih jauh lagi."

"Bibi Elise..."

"Kau sendiri tahu kan, kita perlu kambing hitam untuk menghentikan skandal ini. Tidak akan ada yang mau mengorbankan harga dirinya."

"Bila aku bisa, aku akan mengorbankan diriku sendiri, bibi Elise. Namun aku tidak bisa. Aku bahkan masih bayi saat skandal ini terjadi." Archer sudah berkaca - kaca disana. Suara mereka saling sahut menyahut sejak tadi.

"Aku tahu kau sudah mengusahakan yang terbaik, Pangeran Archer. Kau anak yang berbakti kepada ibumu. Kau salah satu orang yang tidak pergi meninggalkan ibumu saat ia sedang mengalami masa susahnya seperti sekarang. Maka dari itu, aku mempercayakan ibumu kepadamu. Aku ingin membuat kesepakatan denganmu."

"Kesepakatan apa?" Spontan Archer mengernyit, tetapi Elise justru kembali tersenyum sembari menatap matanya dalam - dalam. Ada maksud lain yang akan ia ungkapkan pagi ini.

***

Tidak seperti hari - hari yang lalu, hari ini matahari terlihat bersinar walaupun udara tetap dingin seperti biasanya. Seolah langit juga tahu bahwa hati Margaret sedang bahagia saat ini. Sesekali wanita tersebut tertawa lepas saat melihat Kenneth dan Archer kesulitan menanam karena mereka berdua tak pandai berkebun. Ujung - ujungnya, Margaret lebih banyak duduk sembari memakan kue madunya sementara Kenneth dan Archer yang berkebun sendiri. Namun apa boleh buat, mereka sedang dalam misi membuat Margaret bahagia.

"Archer, hati - hati. Kau bisa merusak bunganya."

"Jadi ibu lebih peduli pada bunga daripada aku?"

"Tentu saja tidak." Lagi - lagi Margaret kembali tertawa. Ia menghampiri Archer lalu memegangi batang bunga yang akan ditanam Archer. Lelaki itu sibuk mengubur akarnya supaya tanaman tersebut dapat tumbuh."

"Tolong pegang ini juga, Margaret." Kini giliran Kenneth yang meminta tolong kepadanya. Tentu saja Margaret akan menolongnya dengan senang hati.

Mary berlari menyusuri lorong - lorong menuju sayap barat dengan cepat. Ia bisa melihat pemakaman Keluarga Days di sisi kirinya sehingga tempat tinggal ibunya seharusnya berada di sisi kanan. Gadis itu melihat cahaya dari luar yang berarti ia sudah dekat dengan ujung lorong.

"Ibu." Mary terengah - tengah dan ia spontan memanggil ibunya saat ia mendapati ibunya sedang berkebun bersama ayah dan kakaknya. Spontan orang - orang yang ada disana menoleh padanya, tak terkecuali Margaret. Wanita itu bahkan bangkit sembari menatap Mary lekat - lekat. Mary tersenyum, ia sudah akan melangkah mendekat sebelum Margaret membuka suaranya.

"Kau mencari siapa?" Tanyanya bingung. Spontan langkah Mary terhenti. Jantungnya terasa seperti ditusuk oleh pisau yang sangat tajam. Ia menelisik ke dalam tatapan mata ibunya. Margaret memang tidak bercanda. Ia benar - benar lupa padanya.

THE DAYS : Season 1 - House of ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang