27

57 9 0
                                    

Margaret terbangun di sore hari dengan kepala yang terasa ringan. Sedetik kemudian, ingatannya kembali lagi. Terasa acak - acakan, tetapi ia sudah tahu bahwa Elise telah tiada. Ia berusaha menahan air matanya sendiri. Margaret turun dari kasurnya, melangkah keluar dengan mata yang berkaca - kaca.

Tak ada siapapun disana, wisma tersebut terasa sangat sunyi. Margaret mengambil mantel yang tergantung lalu pergi keluar wisma seorang diri. Namun langkahnya terhenti saat semua mata menatap ke arahnya. Entah sejak kapan ada banyak prajurit penjaga di sekitar wismanya, tetapi yang jelas Margaret sedang diawasi oleh banyak orang. Siapa lagi pelakunya bila bukan Kenneth.

"Yang Mulia." Panglima Cedric kebetulan sedang lewat sehingga ia cepat - cepat menghampiri Margaret. Ia melihat wanita tersebut sedang berdiri dengan tatapan kosongnya, entah dimana semua pelayan yang berjaga. Sepertinya mereka sedang dalam waktu perputaran waktu jaga.

"Mengapa ada banyak prajurit yang berjaga di sekitar wismaku?" Tanyanya dengan tatapan mata kosong.

"Disini dingin, Yang Mulia. Sebaiknya kita kembali ke dalam." Cedric sudah akan membujuknya tetapi Margaret sudah lebih dulu melangkah melewatinya.

"Aku ingin keluar. Aku ingin mencari Elise."

"Yang Mulia..."

"Menjauh dariku."

"Yang Mulia Raja sudah mengambil mayatnya." Cedric terpaksa berkata demikian supaya Margaret mendengarkannya. Benar saja, wanita tersebut segera berhenti melangkah lalu menoleh kembali kepada Cedric.

"Dimana? Kau pasti tahu. Mustahil kau tidak mengetahui informasi semacam ini. Bawa aku kesana sekarang." Ujarnya lugas. Cedric benar - benar harus merangkai kalimat dengan baik karena perasaan Margaret begitu sensitif.

"Aku tidak mengurus pemakaman Elise. Orang lain yang mengurusnya."

"Tapi kau tahu kan?"

"Yang Mulia..."

"Tidak bisakah sekali saja kau berpihak kepadaku, Panglima Cedric?" Sahutnya cepat. Spontan Panglima Cedric terdiam seketika.

"Aku tahu kau orang yang sangat setia, tetapi kepada siapa kau menunjukkan kesetiaanmu itu? Apakah untuk Whitemouttier atau spesifik untuk Yang Mulia Raja?" Tanyanya sekali lagi.

"Aku setia kepada Whitemouttier, Yang Mulia. Itu adalah janji seorang ksatria."

"Lalu mengapa kau tidak pernah berpihak kepadaku? Bukankah aku adalah Ratu-mu? Aku tidak akan merendahkan harga diriku untuk mengemis kepada orang lain seperti ini bila bukan karena suatu urusan yang sangat penting. Aku sedang berduka. Apakah dalam masa - masa seperti ini kau masih tetap tidak menoleh kepadaku? Aku tidak bertanya dimana Yang Mulia Raja menyimpan Sertifikat Reformasi Godwhite. Aku juga tidak bertanya dimana Yang Mulia Raja menyimpan Perjanjian Perserikatan antara Whitemouttier dan Godwhite. Aku hanya bertanya mengenai keberadaan seorang mayat. Apakah sesulit itu bagimu untuk menunjukkannya kepadaku? Raja-mu juga tidak membutuhkannya." 

Sekalipun kalimat yang diucapkan Margaret terdengar sarkastik, tetapi kenyataannya wanita tersebut mengatakannya dengan mata yang berkaca - kaca. Cedric benar - benar tertampar dengan ucapan Margaret. Untuk sepersekian detik, Cedric melakukan introspeksi secara cepat dalam dirinya. Ia sadar, ia tak pernah menanyakan kabar Margaret secara langsung pada wanita tersebut. Kecondongannya pada Kenneth membuat ia lupa bahwa sebenarnya Margaret adalah orang yang paling dirugikan dalam skandal ini. Masalah ini tidak hanya menguras energinya, melainkan juga menguras kewarasan dirinya sendiri.

"Baiklah, aku akan mengantarmu kesana, Yang Mulia." Pada akhirnya, Cedric kalah dengan naluri kemanusiaannya. Benar kata Rowena malam itu. Ia berhutang banyak pada Margaret sehingga kini Cedric harus membayarnya.

THE DAYS : Season 1 - House of ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang