17

52 8 0
                                    

Kenneth kembali setelah ia menyelesaikan semua urusannya di Istana Raja. Tentu saja berita datangnya Margaret ke Paviliun Witchave terdengar dengan cepat hingga ke telinga Kenneth. Lelaki itu melangkah dengan hati - hati, berusaha tak menimbulkan suara apapun saat ia melihat Mary telah tidur dengan nyenyak di ranjangnya. Sepertinya, gadis itu baru saja tidur siang. Kamarnya terbuka seperti biasanya sehingga Kenneth dapat melihatnya dengan jelas.

Margaret ada disana. Ia berdiri seorang diri, menata barang - barang Mary yang nampak berantakan di rak. Di atas meja, terdapat nampan makanan yang telah kosong serta beberapa mangkuk ramuan. Kenneth tahu, Margaret datang untuk menemui Mary karena Mary memang jatuh sakit selama beberapa hari terakhir.

"Margaret." Panggilnya pelan. Wanita itu menoleh sekilas lalu melanjutkan kegiatannya lagi.

"Kau sudah kembali, Yang Mulia?" Ia mencoba berbasa - basi.

"Ya, aku kembali lebih awal." Sahutnya singkat. Kenneth masih tetap berdiri di ambang pintu, tak berusaha maju untuk mendekati Margaret. Entah mengapa, ia menahan dirinya sendiri. Jauh di dalam hati Kenneth, ia khawatir bila kehadirannya mengusik kedamaian Margaret.

"Aku menata buku - buku Mary. Bila ia mencarinya, katakan bahwa aku menyimpannya disini." Margaret memulai topik pembicaraan tersebut dengan tenang. Perlu waktu beberapa saat bagi Margaret untuk mendapat respon dari Kenneth.

"Mary akan marah bila ada orang yang menyentuh barang - barangnya."

"Marah? Tidak akan. Sejak dulu, aku selalu membereskan barang - barangnya. Mary memang jago membuat ruangan menjadi berantakan." Margaret tertawa miring sembari menggeleng pelan.

"Apakah kau tidak akan datang kemari bila Mary tidak sakit?" Tiba - tiba saja pertanyaan berbahaya tersebut meluncur begitu saja dari mulut Kenneth. Lelaki itu tak tahan untuk tak mengungkapkan apa yang ada di pikirannya saat ini.

"Ku dengar, kau tidak akur dengan Mary." Margaret menoleh saat ia telah selesai menata buku - buku di rak.

"Itu tidak benar." Tepisnya dengan tenang.

"Yang Mulia, aku sangat mengenalmu." Kali ini Margaret seperti mendesaknya secara perlahan. Kenneth tak mengatakan apa - apa lagi. Ia menatap Margaret lurus, menunggu permaisurinya tersebut untuk melanjutkan kalimatnya.

"Bagaimana bisa kau tidak bertegur sapa dengannya padahal kalian tinggal di tempat yang sama? Mengapa kau tidak mengajaknya bicara, Ken? Apa yang kau lakukan di Istana sehingga kau kembali larut malam dan tidak bertemu dengan Mary sama sekali? Ku rasa itu cukup keterlaluan bila kalian hanya bertemu di meja makan saat sarapan. Itu saja terjadi bila kau tidak pergi di pagi buta."

"Aku tidak bicara padanya karena setiap kali kami bicara, ia selalu menanyakanmu." Tandasnya tajam. Margaret terdiam mendengarnya.

"Dengar, Margaret. Apapun yang terjadi beberapa bulan terakhir ini benar - benar mengganggu pikiranku. Kau bilang padaku tadi bahwa kau sangat mengenalku. Ya, kau pasti tahu bahwa emosiku menjadi tak beraturan saat aku terlalu banyak berpikir. Aku tidak ingin Mary melihat kemarahanku, terutama saat ia selalu menanyakan dirimu sehingga aku memilih tidur di Istana dan kembali larut malam." Jelasnya.

"Aku memahami kesulitanmu, tetapi Mary adalah anakmu, Ken. Kau tidak bisa meninggalkan anakmu sendirian di rumah hanya karena kau tahu ada banyak orang yang melayaninya disini. Menjaga anakmu tetaplah kewajibanmu. Anak - anak memang kerap mengulang - ulang pertanyaan yang sama. Kau harus lebih sabar lagi menghadapinya. Jika aku tidak disini, memangnya siapa yang akan bertanggungjawab atas Mary bila bukan dirimu? Kau tidak hanya dituntut untuk profesional sebagai raja, tetapi juga sebagai orang tua."

Sedetik kemudian, Margaret melangkah begitu saja, melewati Kenneth yang masih termenung sendiri. Kenneth tak berusaha mencegahnya pergi karena setiap kali mereka bertemu, mereka selalu berdebat atas banyak hal. Terlebih lagi saat Kenneth mendengar akhir dari kalimat yang diucapkan Margaret barusan. Wanita itu sedang mengisyaratkan sesuatu, seolah cepat atau lambat, ia akan pergi meninggalkan Istana Dakota. Dan hal tersebut benar - benar membebani pikiran Kenneth.

THE DAYS : Season 1 - House of ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang