15

107 9 3
                                    

Hari - hari Mary menjadi lebih buruk. Tinggal bersama ayahnya adalah sesuatu yang tak dapat ia prediksi sebelumnya. Mary tidak pernah menyukai Witchave. Aura kastil tersebut sangat dingin karena ayahnya memang orang yang demikian. Buktinya, ia tak mendengar ada satupun kalimat yang terlontar dari mulut orang - orang yang ada disini. Sarapan disajikan dengan cepat dan tanpa ada suara sama sekali, berbeda dari kondisi yang ada di Monza dulu. Monza selalu dipenuhi kehangatan karena ia dan ibunya selalu saling berbicara dengan para pelayan. Mereka tertawa bersama, bergurau dengan banyak lelucon dan gosip untuk dibicarakan. Namun sekarang semua hanya tinggal kenangan.

"Ayah, apakah aku diperbolehkan untuk mengunjungi ibu? Aku sangat merindukan ibu." Ujarnya hati - hati di keheningan pagi tersebut.

"Tidak." Kenneth menanggapinya dengan datar, membuat Mary lemas seketika.

"Ayah..."

"Lebih baik kau membuka buku dan belajar apapun yang bisa kau pelajari. Bukankah kau seharusnya mulai membantu kakakmu di Istana?" Sahutnya menohok. Mary terdiam disana. Ia tak menyangka bahwa jawaban yang diberikan ayahnya akan sangat menyakitkan untuk didengar.

***

Sebelum Kenneth turun, ia melangkah menuju balkon yang ada di sisi belakang paviliunnya. Ya, balkon tersebut menghadap menuju sisi barat, dimana ia bisa melihat wilayah kediaman Margaret karena Witchave berada paling dekat dengan wisma tersebut. Kebetulan sekali Margaret sedang duduk di bangku yang menghadap langsung pada hamparan gunung dan air terjun, entah Margaret bisa melihatnya secara jelas atau tidak karena tembok Istana memang dibangun sangat tinggi. Namun yang jelas, wanita tersebut nampak damai.

Kenneth terus memperhatikan permaisurinya tersebut. Margaret nampak tenang dengan ekspresi datar. Rambutnya diikat dengan sederhana, terlihat rapi. Cedric menunggu Kenneth di ambang pintu sejak tadi. Ia rasa, hal ini akan menjadi kegiatan rutin Kenneth setiap pagi.

"Permaisuri terlihat tenang. Aku berdoa supaya hidupnya selalu damai." Celetuknya tiba - tiba. Kenneth tersenyum miring mendengarnya. Pandangannya tetap mengarah lurus pada Margaret.

"Margaret adalah orang yang menyenangkan. Aku merindukan keceriaannya." Ujarnya mendalam. Cedric ikut berduka atas masalah yang menimpa Kenneth saat ini. Sekalipun Kenneth adalah orang yang dingin, Cedric bersaksi bahwa Kenneth dan Margaret adalah pasangan paling harmonis yang pernah ia lihat. Rasa cinta lelaki tersebut selalu memenuhi diri Margaret.

"Aku menghampirinya setelah ia marah - marah dan berkata ingin pulang ke Godrech. Aku berkata kepadanya bahwa dia tidak akan pergi kemanapun. Istana ini adalah rumahnya. Aku memberinya hak untuk tinggal dimanapun ia bisa merasa nyaman dan memilih siapa yang dapat bertemu dengannya. Ternyata ia mengusir kita semua dari wismanya. Aku tidak mengira Margaret akan melakukan hal tersebut."

Cedric termenung mendengar penuturan Kenneth. Kini ia tahu mengapa semua orang pergi dari wisma wanita tersebut. Itu semata - mata karena Kenneth telah termakan oleh ucapannya sendiri dan ia tak bisa memaksa Margaret untuk menerima keberadaannya lagi.

"Berpisah dari wanita yang kita cintai memang sangat sulit, aku tahu itu, Yang Mulia. Namun cobalah untuk menghampirinya. Mungkin permaisuri tidak nyaman berada di antara banyak orang yang mengelilinginya. Kau bisa datang ke wismanya seorang diri bila kau mau."

Kenneth tak menanggapi ucapan Cedric barusan, tetapi apa yang dikatakan lelaki itu memang benar. Rasanya ia ingin menghampiri Margaret dan memeluknya sekali lagi. Kini kepalanya dipenuhi oleh nama wanita tersebut sepanjang waktu.

***

Sebelas orang datang dengan wajah datarnya, melangkah masuk menuju ruang sambutan. Lima dari mereka memakai pakaian khas pakaian pastor, Archer sudah tahu bahwa orang - orang gereja juga akan mengirim utusan kemari. Apa lagi alasannya bila bukan karena Georja yang mengutus mereka untuk melihat keadaan Margaret secara langsung.

THE DAYS : Season 1 - House of ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang