Takdir

8.6K 719 136
                                    

"Mas Jewoo!!"

Jeongwoo hampir keceplosan mengumpat kala pintu kamar mandi terbuka kasar dan Haruto muncul dengan cengiran lucu.

"Astaga sayang.. mas lagi mandi loh ini. Ngapain buka pintu tiba-tiba gitu?"

Haruto makin melebarkan senyum. Berusaha terlihat lucu biar tidak diomeli sang suami.

Namanya juga bocil, tidak bertingkah sehari saja Haruto bisa meriang. Untung Jeongwoo bucin tingkat dewa, jadi alih-alih marah pria itu justru akan tersenyum gemas menghadapi setiap kelakuan si manis.

"Mau apa, hm?"

Contohnya aja sekarang. Meski tengah berdiri dibawah shower dengan tubuh penuh busa yang belum terbilas sempurna, masih sempat-sempatnya Jeongwoo bertanya dengan penuh kelembutan pada anak nakal itu.

Padahal tadi sudah berniat mau marah sebentar, tapi tidak jadi setelah melihat betapa lucunya Haruto dipagi hari. Benar kata orang, cinta dan bodoh itu beda tipis.

"Hehe Haru mau ngomong sesuatu. Tapi nanti aja deh"

"Kenapa ga sekarang aja sayang? Gapapa mas dengerin sambil mandi"

Gelengan kencang Haruto berikan disertai bibir kecilnya yang ikut mengerucut.

"Nanti aja nunggu mas selesai mandi, tadi Haru cuma mau iseng ngagetin mas Jewoo makanya langsung masuk hihi"

Jeongwoo terkekeh mendengar tawa menyenangkan dari sosok manis yang masih berdiri dipintu.

Haruto sudah akan berbalik, namun urung ketika tatapan pemuda itu menemukan sesuatu. Jeongwoo mengangkat sebelah alisnya bingung sebab mata bulat Haruto seolah tak berkedip.

"Sayang—"

"Waw gajahnya mas Jewoo besar banget.. kok punya Haru kecil?"

Siapa sangka kalimat itu yang keluar dari bibir Haruto, padahal ekspresinya saat bicara tadi begitu polos luar biasa.  Jeongwoo hampir saja meledakkan tawa jika saja tak mengingat matanya semakin perih akibat busa shampo.

"Ish mas Jewoo mau ketawain Haru ya?! Huh sombong banget, mentang-mentang gajahnya besar"

Ya Tuhan, bisakah istri kecilnya itu berhenti menyebut 'gajah'? Jeongwoo semakin ingin tertawa keras. Tapi sebisa mungkin ditahan lantaran mata bulat Haruto sudah melotot sok seram.

Jeongwoo harus segera menyelesaikan mandinya supaya bisa memeluk anak nakal itu.

"Jangan ketawa!"

"Iya iya gaada yang ketawa. Sekarang tolong ditutup pintunya ya sayang. Mas mau bilas badan bentar abis itu udahan. Mata mas udah perih ini kemasukan busa"

Untungnya kali ini Haruto menurut. Ia berjalan menuju balkon setelah menutup pintu kamar mandi dan membiarkan Jeongwoo melanjutkan acara mandi yang sempat tertunda.

Selepas turun hujan tadi malam, udara pagi ini cukup sejuk. Wangi khas rumput yang masih basah menyapu penciuman Haruto, memberi kesan nyaman dan menenangkan.

Tak lama tubuhnya terasa didekap dari belakang. Dingin segera menyergap begitu punggung Haruto yang masih terbalut piyama bersentuhan dengan dada bidang Jeongwoo.

Wangi mint bercampur lemon yang menyeruak jadi bikin Haruto betah dalam posisi ini. Apalagi dada bidang Jeongwoo sangat nyaman untuk disenderi.

Beberapa menit hening, hanya terdengar suara detik jam yang terus berputar. Keduanya sibuk menikmati pelukan masing-masing.

"Tadi mau ngomong apa sama mas?"

Haruto bergumam, tampak ragu untuk bicara. Jemari lentik itu kini memainkan tangan besar sang suami diperutnya. Mencubit-cubit urat menonjol disana yang sama sekali tidak ia miliki. Sang pemilik tangan terkekeh dengan tingkah si manis.

Manis; jeongharuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang