6. Berita Duka

1.7K 179 5
                                    

Nafas Ailee tersengal. Matanya sayu. Menatap putus asa pada sosok superior di depannya. Manik biru itu seolah bisa menelannya. Tersesat di antara buaian hasrat yang tumbuh bersama meleburnya kewarasan diri.

Ailee akui dirinya tengah dikendalikan. Tarik ulur hingga mengubah Ailee menjadi boneka mainan. Di tengah kesadaran itu, anehnya Ailee tidak berniat melawan. Dengan kesadaran penuh Ailee memilih tunduk di bawah pesonanya, kasih sayangnya, perhatiannya. Ah, andai Ailee terlahir dari keluarga bangsawan. Mungkin perasaan ini tidak begitu menyiksa.

Logikanya mati, hati menguasai. Titik di mana ketidakwarasan ikut andil dalam pengambilan keputusan. Dan inilah yang terjadi. Sebuah hasrat bergelora yang tersalurkan melalui penyatuan dua bibir. Basah oleh saliva yang bersatu. Hangat dan lembut.

Hal yang menanti Ailee di ujung sana bukanlah jalan lurus atau pun taman berbunga. Melainkan jalan berkelok penuh batu dan lubang. Hingga berhenti di jurang keputusasaan.

“Ailee… kenapa kau pergi?”

Mata hazel itu terbuka. Indra perasanya menangkap sentuhan lembut menyisir area pipinya. Lalu kilau biru itu... ah, siapa yang tidak akan tersesat jika ditatap seperti itu?

Tatapan penuh tipu daya.

“Aku tidak pantas," jawab Ailee. Menunduk. Menghindar bertemu tatap.

“Ibu ku yang menekan mu?” tanya Licht. Kembali mengangkat dagu Ailee.

“….”

Ailee mengerjap. Apa dia harus mengaku?

"Katakan Ailee. Jika kau diam. Aku tidak tahu apa yang kau rasakan."

Ah, lagi-lagi begini. Ucapannya adalah bisa mematikan yang mampu memporak-porandakan hati. Pertanyaan paling mendasar dari semua keraguan ini adalah....

Kenapa dia begitu peduli? Toh, Ailee hanya pelayan biasa. Tak beda jauh dengan pelayan lainnya. Lantas apa yang membuat perlakuannya begitu berbeda?

Ailee mundur. Menghindar dari jangkauan Licht. Dalam tunduk itu dia bergumam lirih, "Kenapa Tuan peduli?"

"Kau bilang sesuatu, hm?" tanya Licht. Tak ingin jauh. Licht kembali merengkuh pinggang Ailee. Membuat gadis itu tertarik dalam pelukannya lagi.

"Ti-tidak."

Nafas segar itu menerpa area leher. Ailee memejamkan mata. Menahan geli. Sedangkan Licht, menyadari hal itu, ia semakin gencar menggoda. Dikecupnya leher jenjang itu. Singkat. Lalu berbisik. "Ailee, bisakah aku memohon satu hal?"

Bola mata hazel itu membelalak. Memohon? Seorang bermartabat sepertinya memohon pada pelayan rendahan? Oh Tuhan, katakan kalau ini hanya imajinasi saja. Sebab, Ailee akan semakin hanyut dalam ilusi dan mustahil untuk kembali.

Saliva itu ditelan paksa. "Me-memohon apa?"

Licht tersenyum teduh. Ia pandangi wajah cantik Ailee kemudian membenarkan anak rambutnya yang lolos. "Bisakah kau berjanji untuk tidak meninggalkan ku?"

Genangan air itu mulai timbul di pelupuk mata. Sungguh, Ailee bingung harus menjawab apa. Di satu sisi dia sadar jalan ini tak akan berakhir indah. Sisi lainnya dia mengakui amat sangat bahagia. Merasa dibutuhkan.

Selayaknya cinta yang membutakan. Selayaknya cinta yang membuat tuli. Selayaknya cinta yang memakan logika. Hanya tersisa mulut tersimpan dusta.

Dusta indah dari bibir berbisa. Menghanyutkan Ailee dalam fatamorgana semu bernama cinta.

Ah, jalan berbatu inilah pilihannya. Bodoh, memang! Tapi Ailee bahagia.

"Ya, saya tidak akan meninggalkan Tuan."

The Broken CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang