9. Sang Petaka Hati

1.2K 153 4
                                    

Sang mentari telah bangkit sejak tadi. Cakrawala menemui birunya yang membentang bagai lautan lepas. Awan putih laksana buih-buih berdatangan. Kadang banyak kadang sedikit.

Rutinitas pun berjalan seperti biasa. Ramai oleh pijakan kaki. Ramai oleh celotehan bisik-bisik. Suara-suara lain ikut menambahi. Denting panci. Pisau yang bertubtukan dengan talenan.

Benar-benar pagi yang normal. Seolah hari duka kemarin hanya angin lalu. Mungkin ini sedikit kurang ajar. Tapi... di kediaman ini rata-rata tak menyukai Nyonya Rosa. Termasuk Carla.

Sejak tadi Ailee tak henti-hentinya mendengar celotehan Carla tentang hasil investigasi yang tengah dilakukan di kediaman Tristan. Entah dia dapat info dari mana. Masalah berita terkini memang Carla jagonya.

"Carla, biar ku tanya sekali. Dengan kau memiliki semua info itu apa pekerjaan mu akan berkurang?"

"Tidak," jawab Carla.

"Kau akan dapat prestasi?"

"Emh... ku pikir tidak."

Ailee menghela nafas. "Kalau begitu berhenti mengoceh dan bersihkan kaca ini. Jika kepala pelayan menemui kita bermain-main. Kita akan disuruh membersihkan kandang kuda lagi."

"Ah, ku mohon jangan bahas itu. Kau membawa ku pada kenangan buruk," desis Carla. Mengingat dulu pernah beberapa kali dihukum membersihkan kandang kuda.

Beberapa detik yang lalu, Ailee pikir sudah berhasil membungkam bibir Carla. Ternyata, gadis dengan wajah ceria itu justru membahas hal lainnya. Benar-benar!

“Kau tahu Ai? Kemarin aku bertemu Sir Galan. Dia memakai baju hitam dan seperti biasa, auranya bisa membuat siapa pun merinding. Aaaa! Sepertinya ada yang salah dengan otak ku. Di saat yang lain lebih menyukai Tuan Licht. Kenapa aku lebih tertarik pada Sir Galan ya?”

“Yah, sepertinya ada yang salah dengan otak mu,” ucap Ailee berniat menyindir. Tapi yang disindir malah semakin kegirangan. Entah bagaimana lagi membuat dia fokus dengan pekerjaannya.

“Ah benar!” sambung Carla lagi. “Sepertinya aku tahu kenapa tidak tertarik dengan Tuan Licht. Mungkin karena Tuan Licht sudah memilih mu. Aku anti yang namanya merebut posisi orang.”

Pergerakan tangan Ailee terhenti. Hatinya sedikit tertohok. Fakta bahwa ucapan Carla kembali membuka luka yang semalaman Ailee redam membuat gadis itu kesal. Lagi pula, orang itu sebentar lagi akan menikah. Lalu hubungan yang tak berlandas ini akan segera berakhir.

“Wah, kau sungguh beruntung Ai. Tidak banyak pelayan bernasib sama seperti mu. Andai aku datang lebih awal. Apa mungkin Tuan Licht akan menyukai ku juga? Haha, bercanda. Lagi pula aku tidak mampu menyangi kecantik—“

“Carla bisakah kau diam?” seruduk Ailee. Sejak tadi wajahnya sudah muram. Sayang temannya ini tak memperhatikan dan terus membahas tentang Licht.

“Eh?” Carla terkejut. Belum pernah ia menjumpai Ailee yang bermuram durja seperti ini. “A-aku kelewatan ya?"

“Ya,” jawab Ailee telak. Carla semakin menciut. “Ma-maaf.”

Lap kain itu ditaruh. Ailee fokus ke Carla. “Berjanjilah pada ku untuk tidak membahas Tuan Licht lagi.”

“Ke-kenapa?” tanya Carla masih kikuk.

“Carla, ingatlah bahwa kita hanya pelayan rendahan. Beliau seorang bangsawan. Coba kau lihat sejarah. Di Negara ini bangsawan mana yang menjadikan pelayan sebagai istrinya?”

Carla bungkam. Tidak bisa menolak kenyataan.

“Tidak ada kan?” sambung Ailee. “Kalau pun ada, hanya sebagai selir. Mau tidak mau kita harus rela diduakan. Seumur hidup aku tidak sanggup berbagi.”

The Broken CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang