32. Perubahan

953 118 8
                                    

Hidup itu mudah, yang sulit tuntutannya. Hidup itu menyenangkan jika bisa mengontrol ekpektasi dan mau berbenah diri. Nilai dari kehidupan bersumber dari pribadi seseorang. Bagaimana dia melihat dunia. Adalah buah dari pengalamannya sebagai manusia.

Lahir, masa kanak-kanak, remaja lalu dewasa. Perjalanan yang cukup panjang untuk merangkai kepribadian. Jatuh, bangun, lalu jatuh lagi. Lalu berusaha bangun lagi. Roda kehidupan terus berputar. Sampai sang Kuasa berkata, “Cukup. Kau boleh pulang.” Maka detik itu, siapa pun tidak bisa menolak. Sang Maha pemilik takdir telah menetapkan.

“Tidak….”

“Tidak….”

Pantaskah Ailee menentang kuasa Tuhan? Sedang dirinya sangat jauh. Sangat kerdil dan tak bisa melakukan apa-apa.

Setetes demi setetes kehidupan menjauhinya. Redup matanya. Namun segenap hati ia pertahankan senyumnya. Dia berada tepat di atas Ailee. Menjadi tameng hidup atas peluru yang melesat cepat.

“Allan… Allan….”

Ailee panik. Cairan kental merembas pelan. Menjalar ke seluruh bagian dada. Ailee hanya bisa menahannya dengan tangan. Berharap itu bisa menghentikan pendarahan.

“Ku mohon…. Ku mohon Allan. Jangan… jangan tinggalkan aku!”

Mata itu semkain redup. Nafasnya melemah. Akibat banyaknya darah yang keluar, wajah yang terpapar cahaya bulan itu tampak pias. Ailee menggeleng, tidak akan pernah menerima kenyataan pahit ini.

Tangan satunya menahan pendarahan. Satunya lagi ia genggam. Dingin, sangat dingin. Apakah tangan Allan pernah sedingin ini? Seingat Ailee, tangannya selalu hangat. Aroma kue selalu menguar dari tangannya.

Semakin samar nafasnya. Allan bergumam, “Ailee… maaf… Maaf.”

Ah, rasanya teriris hati ini. Ailee menggenggam erat tangannya. Mengusap peluh di keningnya. Apakah Ailee akan kehilangan lagi? Setelah dia berhasil keluar dari lubang penyesalan. Semua itu berkat Allan. Ya, dia yang selalu menarik Ailee. Dia yang selalu menyediakan pundak untuk Ailee bersandar.

Tuhan, ku mohon. Jangan lagi.

Binar di tatapan itu meredup. Nafasnya satu dua kali  terhembus. Tatapannya kosong. Di situasi ini Ailee bisa apa selain memohon keajaiban pada Tuhan?

“Hahaha… aku menang! Aku menang! Aku yang akan mewarisi keluarga Rosword,” rancau suara baritone di sana. Wajahnya tampak puas. Sesekali dia termenung. Kemudian tertawa lagi seperti orang gila. Sejak tadi Ailee mengabaikannya. Sumpah demi apapun, kali ini Ailee tidak bisa menahannya lagi. Murkanya meluap.

Ailee akan membalaskan apa yang dia perbuat. Mata dibalas mata. Nyawa dibalas nyawa. Ailee mengangkat senjata api. Ia arahkan ke Alfonse yang tak sadar akan keadaan mengancam. Tangan Ailee gemetar. Amarah benar-benar menelan habis kerasionalan. Jarinya siap menekan pelatuk. Dan….

Berhenti.

Ailee menoleh ke Allan. Dan apa yang Ailee dapat? Sebuah jemari lemah yang menggenggam ujung baju Ailee.

“Ma…af.”

“Al…fonse.”

DEG!

Di ambang sadar, Allan mengucap. Air mata Ailee luruh. Ah, benar. Kenapa Ailee bisa lupa. Apa benar balas dendam akan menyelesaikan semuanya? Apa benar kematian Alfonse akan membawa  kepuasan? Lalu hal pertama dan yang lebih penting dari apapun. Apa benar… dengan membunuh Alfonse, Allan akan senang?

Jawabannya tidak!

Ailee tahu, sangat tahu bahwa Allan tidak pernah mengatakan keburukan Adiknya. Teringat saat itu, di hari pertama Ailee bersama mereka dan pertama kali Ailee bertemu dengan Alfonse. Saat itu, bukannya Allan meminta maaf atas perlakuan buruk Alfonse terhadap Ailee?

The Broken CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang