28. Di sini Untuk mu

934 99 0
                                    

Lukas berhenti menulis. Tintanya menetes. Mengotori kertas anggaran yang datang dari menteri keuangan. Fokusnya beralih pada benda yang sengaja ditaruh di depannya. Seseorang bersuara, “Ini adalah senjata api milik Tuan Licht.” Lukas terbelalak. Ada bercak darah di pelatuknya. “Hanya benda ini dan beberapa mayat yang ditemukan di bekas vila keluarga Vincent. Dekat Semenanjung Karapan.”

Lukas meraih senjata api itu. Memeriksanya. Dia belum sepenuhnya percaya sampai menemui ukiran nama Easther di badan senjata api. Lukas berusaha menetralkan detak. Dia harus tenang dan berpikir jernih.

“Katakan apa yang terjadi!”

Mata-mata yang sengaja Lukas utus untuk mengawasi pergerakan Licht angkat bicara. Menjelaskan secara rinci. Pun penyesalannya sebab kehilangan jejak Licht saat mengarungi hutan belantara. Dia tersesat dan saat ditemukan. Vila itu sudah sepi. Meninggalkan bekas baku tembak dan mayat bergeletakan.

Dia berlutut. “Maafkan saya Yang Mulia. Berilah saya hukuman atas kelalaian saya.”

“Sudahlah, aku tahu kesulitanmu. Hutan Ambarawa memang sulit dilewati. Hanya beberapa orang saja yang tahu jalan pintasnya.” Lukas memijit pangkal hidung. Ini semakin rumit. Dan akan tambah rumit lagi jika Lilyana tahu. Semoga saja berita menghilangnya Licht tak sampai di telinganya.

“Ardan, pastikan Permaisuri tidak tahu. Informasi ini hanya kau dan aku saja. Persiapkan anak buahmu untuk pencarian. Licht harus ditemukan. Hidup atau mati.”

“Baik, Yang Mulia.”

Mata-mata itu pergi. Meninggalkan Lukas sendiri. Kembali bersama pikiran. Ia bergumam, “Sekarang, bagaimana aku menyikapi ini? Keluarga Rosword sudah berlebihan. Mengingat mereka adalah salah satu keluarga pendiri kekaisaran. Aku tidak bisa bertindak semena-mena.”

Mungkin selama ini Lukas terlalu sabar. Keluarga Rosword adalah keluarga master pedang yang melindungi kekaisaran. Sama seperti keluarga Trancy sebelum Lukas menjadi Kaisar. Jika diurutkan, kedua keluarga itu masih saling berhubungan. Lukas harus bertindak tegas. Cukup disayangkan mengingatkan sepak terjang kesetiaan keluarga Rosword. Sayang, mereka terlalu kolot dengan garis keturunan. Sehingga tak mau menerima perubahan.

Lukas harus bertindak tegas! Apapun bentuk pemberontakan. Harus dihapuskan!

“Kepala Pelayan!” panggil Lukas. Seseorang membuka pintu dan mendekat.

“Ada yang bisa saya bantu, Yang Mulia?”

“Panggil salah satu agen pemberitaan. Katakan pada mereka, aku punya bahan bagus untuk diberitakan.”

Sudah saatnya seluruh kekaisaran tahu bahwa keluarga Rosword adalah salah satu dari faksi Antonio. Dengan ini, Lukas juga akan menurunkan perintah tegas untuk menangkap seluruh faksi Antonio yang ada dan akan menghakiminya.

***

Nampan kayu dengan beberapa makanan ringan pengunggah nafsu makan dibawa ke salah satu kamar. Beserta teh dan jajaran afternoon tea yang biasa ada di kalangan bangsawan.

Pintu kayu dengan ukiran sulur dibuka. Menampakan ruang bernuansa feminine. Khas kamar milik wanita. Hanya saja,  kamar ini sedikit suram. Dengan jendela yang sengaja ditutup itu seolah menunjukan suasana hati si pemilik kamar. Tak mau diganggu, menutup diri dengan dunia luar dan tak menerima kenyataan.

Allan mengernyit pilu. Ditatapnya sosok wanita yang tengah duduk hampa di sofa. Tubuhnya semakin hari semakin kurus. Sarapan tadi pagi masih ada di meja. Tak tersentuh. Dibiarkan begitu saja. Mata cekung itu entah memandang apa. Lurus ke depan. Allan yakin, pikirannya sedang melalang buana. Ke tempat penyesalannya berada.

Ailee seperti orang yang berbeda. Redup sinar matanya. Bungkam mulutnya. yang ia lakukan sehari-hari hanyalah melamun dan menangis hingga tidur.

“Ailee,” panggil Allan. Dia tetap masuk walau rasanya menyakitkan melihat Ailee tak punya semangat hidup. “Lihatlah apa yang kubawa.” Allan menunjukan nampannya. “Aku membuat kue pai untuk mu. Kau tahu, di rumah ini aku bisa membuat apapun. Dapurnya juga enak dan tidak bau seperti vila itu. Haha, yah, aku berusaha membuatnya tak terlihat bahwa aku yang selama ini memasakan mu. Karena akan gawat jika bangsawan tahu. Seorang putra sulung keluarga Rosword ternyata gemar memasak. Haha, aku akan menjadi perbincangan seantero negeri. Itu tidak lucu kan.”

Ailee hanya tersenyum singkat. kemudian kembali datar. Seolah yang ia lakukan untuk menghargai Allan saja.

Mendapat respon seperti itu. Allan mati kutu. Yah, memang apalagi yang bisa ia lakukan selain pura-pura ceria. Ia pun kini tak kalah mengenaskan dengan Ailee. Ayahnya jelas-jelas menyembunyikan rencana besar dan Allan tak dilibatkan. Dia diasingkan. Sedang Alfonse, adiknya yang justru ikut dalam pembicaraan.

“Ailee, makanlah sedikit.” Allan menyerah. Cara tersirat tak berhasil membuat Ailee tergugah dari dunia penyesalan. “Apa kau berniat menyusul Licht Easther dan meminta maaf di akhirat sana?”

Allan mendapat perhatian Ailee. Mata mereka bertemu. Bukan sorot layu namun penuh amarah. Ah, Allan berhasil menyentil hatinya.

“Kau tahu? Jika kau tak menghasutku untuk ikut. Aku tidak akan mengalami semua ini. Menjadi buronan. Hidup tidak tenang. Selalu berpindah. Bukan ini masa depan yang kuinginkan. Kau membawaku pada keputusasaan. Kau yang menghancurkan hidup ku. kau….” Ailee berhenti. Bulir bening menetes. Ah, ini tidak benar. “Maaf…maaf… ini bukan salah mu. Aku…aku yang salah. Aku yang membawa kekacauan ini. aku… aku yang membunuh—“

PLUK!

Allan mendekapnya erat. Dia sedang kebingungan. Allan tidak boleh membuat Ailee meneruskan ucapannya. Itu akan semakin menghancurkannya.

“Ailee, kau suntuk bukan? Bagaimana kalau kita jalan-jalan di danau?” ucap Allan. Senetral mungkin.

Bukan persetujuan. Ailee hanya diam. Tersedu dengan tangisnya. Allan membawa Ailee tanpa persetujuan. Ruang kamar tidak baik untuk kondisi mentalnya. Ailee butuh pemandangan lain.

Danau belakang kediaman Hillary cukup luas. Di sekilingnya terhampar rumput hijau. Ada satu pohon rindang dengan dahan-dahannya yang bisa dijangkau. Mereka berdiri di sana. memandang teduh hamparan air tenang.

“Bagaimana? Bagus kan? Kau terlalu banyak menghabiskan waktu di kamar sampai melewatkan pemandangan ini,” goda Allan. Mencoba menghidupkan suasana. Namun Ailee tetap diam. di tatapannya tersirat kekaguman. Syukurlah, setidaknya mata itu menunjukan sedikit saja daya hidup.

Diam cukup lama. Mereka larut dengan kekaguman hingga tak bersuara. Semilir angin menggesek dedauan. Burung camar bermain diderunya air. Riang, seolah tak mengerti hukum rimba yang dengannya manusia bengis menjadi puncak rantai makanan.

Di belakang mereka ada kain berukuran dua meter di bentangkan. Beberapa keranjang makanan tersedia. Allan sengaja menyiapkan. Berharap suasana ini bisa membujuknya makan.

“Allan….”

“Ya?” Jujur, Allan terkejut.

“Maaf atas ucapan ku tadi. Ini bukan salah mu. Bukan salah siapa pun. Aku yang mengambil keputusan. Karenanya aku harus siap dengan resiko.”

Tatapan Allan berubahh sendu. Ah, dia mencoba terlihat baik-baik saja. Jelas sekali jiwanya hancur. Allan pernah ada di posisi Ailee. Tempat di mana penyesalan bersarang. Dan dengan segala tuntutan, Allan diwajibkan terlihat baik-baik saja. Itu bukan hal mudah. Waktu itu, Allan berharap ada seseorang menjadi tempat sandaran. Tidak ada. Hanya waktu yang menyembuhkan. Berdamai dengan diri sendiri.

Ailee berbeda. Di sini, Allan ada untuknya menaruh segala keluh. Untuknya menaruh segala perih. Allan bersedia menjadi pundak untuknya bersandar.

“Ailee, kau tidak perlu memaksakan diri. Jika kau ingin menangis. Menangislah. Jika kau ingin menjerit. Menjeritlah. Aku bukanlah orang yang menuntut mu agar selalu tersenyum."

"Aku di sini untuk mu. Jadi... tidak apa. Kau tidak akan disalahkan saat terlihat lemah."

"Semua akan baik-baik saja."








Gwencana gaes?

See you next!

The Broken CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang