26. Menyerah

1K 112 4
                                    

Hangat menyebar di sekitar api unggun. Musim semi adalah musim yang indah. Hangat dan bersahabat. Namun tak menyurutkan fakta bahwa di malam hari. Khususnya di wilayah pegunungan tetap akan menemui titik rendah.

Hanya masalah waktu untuk para pelancong tersesat dan berakhir kelelahan di pedalaman hutan. Tak ada pertolongan dan akhirnya meninggal.

Karenanya Galan menyiapkan pemandu. Orang yang hapal dan juga terbiasa dengan hutan. Sukar diakui. Orang bar-bar yang tengah tertawa lebar sambil menikmati ayam bakar bersama dua pengawal lain. Di depan api  unggun mereka bersantai. Oh sepertinya hanya pemandu itu yang santai. Dua pengawal lainnya merasa terganggu dengan tingkahnya yang bar-bar.

"Tck! Tidak punya etika!" dengus Galan. Dia mencoba bersabar sepanjang jalan menuju persembunyian Ailee.

Berdiri, sudah waktunya Tuannya makan malam. Galan secara khusus menyiapkan makan malam. Orang sepertinya tidak mungkin bergabung dengan rendahan.

Galan memasuki tenda. Tuannya sedang membasuh badan dengan air hangat.

"Tuan, saya menyiapkan makan malam." Galan menaruhnya. Menatap punggung Tuannya yang tak terbalut kain. Sambil menunggu perintah selanjutnya.

"Katakan pada pemandu itu. Jika dia tidak bisa membungkam mulutnya. Aku tidak akan membayarnya sepeser pun setelah ini."

"Baik Tuan."

Galan hendak pergi. Namun niatnya kandas. Ada hal yang harus dia pastikan.

Ya, ia akan memastikan kali ini Tuannya makan dengan baik. Selama perjalanan. Selain kuda yang berpacu cepat tanpa kenal lelah. Tuannya ini hampir tidak pernah mengabiskan makan. Padahal butuh energi ekstra menempuh perjalanan dua hari dua malam untuk sampai ke Semenanjung Karapan.

"Tuan, makanlah," ucap Galan setelah Licht membungkus tubuhnya dengan pakaian bersih.

"Akan ku makan nanti."

"Saya tidak akan pergi sebelum Tuan menghabiskan makan malam."

Licht terkekeh. "Kau keras kepala sekali."

"Ini demi kesehatan Tuan. Akan buruk jika Tuan jatuh sakit di perjalanan. Tinggal sehari lagi. Ku harap, Tuan menjaga kesehatan dengan baik."

"Hmm, kau benar. Aku belum boleh tumbang. Aku harus bertemu Ailee."

Lengang sejenak. Galan menunggu Tuannya selesai makan.

"Galan... apa tindakan ku sudah benar?"

"...."

Galan diam. Tidak tahu harus merespon bagaimana. Dia tahu Tuannya sedang di titik terendah. Galan tak ingin membuatnya patah. Walau begitu Galan juga tak bisa berbohong jikalau semua ini sudah berlebihan. Tujuannya mencari bukan karena Ailee keturnan Antonio. Melainkan ada tujuan lain yang Galan yakini berhubungan erat dengan perasaan.

Jika Tuannya adalah orang di beberapa tahun lalu. Mungkin saat bertemu nanti. Ailee akan langsung dibunuh.

"Sejauh ini kau yang paling depan mendukungku. Banyak hal yang tak sadar sudah kita lalui bersama. Mungkin di kekaisaran ini hanya kau yang bisa mengerti jalan pikir ku. Sekarang, bagaimana aku terlihat di mata mu? Apakah masih sama?"

"Tidak." Dengan berat hati Galan berujar. "Tuan yang ku kenal punya prinsip kuat. Adalah orang yang tak terkalahkan."

"Lalu sekarang?"

"Sekarang... Tuan seperti orang kebingungan. Kehilangan arah."

"Begitu ya." Licht memandang langit malam dari sela tenda yang terbuka. "Mungkin ini karma. Sudah banyak orang yang kurugikan. Ironis bukan? Aku menerima apa yang kutabur. Dan tak kusangka karma ku akan seperti ini." Licht menghela nafas sebelum berujar, "Galan... aku sudah memikirkannya. Jika Ailee ditemukan. Aku tidak akan memaksanya kembali. Aku akan membebaskannya."

Galan terkesiap. Jadi inilah keputusannya?

"Apa Tuan yakin?" tanya Galan. Serius.

"Ya, semuanya tergantung Ailee. Aku tidak akan memaksanya."

"Tapi bagaimana dengan faksi Antonio?"

"Mudah saja. Tinggal kubasmi sampai tak tersisa. Kemungkinan besar Ailee hanya dimanfaatkan. Dia hanya akan kembali dikurung di sangkar emas. Faksi Antonio tidak main-main. Mereka adalah kumpulan orang nekat. Melakukan segala cara demi mewujudkan impian. Pertama-tama aku akan membebaskan Ailee dari mereka. Setelah itu terserah Ailee. Aku akan menyediakan apapun yang dia butuhkan. Tanpa harus bekerja. Akan kupastikan kebutuhannya terpenuhi."

Galan menatap lamat-lamat Tuannya. Itulah yang dikatakan Tuannya kemarin malam. Sebelum tiba di kediaman ini dan berhadapan dengan situasi baku tembak.

Terlihat sekali urat kemarahannya belum reda. Galan yakin, jika tak ada Ailee. Mungkin Tuannya akan menembaki pembunuh bayaran itu bertubi-tubi.

"Hai Ailee. Sudah lama ya? Kau tidak merindukan ku?" ucap Licht. Dia memasukan senjata api. Berjalan mendekati Ailee. Fokusnta teralih berkat seseorang yang merentangkan tangan. Menghalangi Licht.

"Ah, kau putra Sieg Rosword ya? Maaf... tapi aku tidak punya kepentingan dengan mu." Licht abai. Dia menjulurkan tangan. "Ailee, ikutlah dengan ku."

"T-tidak. A-aku tidak mau."

Licht terkekeh. Ah, sudah pasti dia akan membenci. Ini terasa sesak. Melihat wajah ketakutan dan kalimat penolakan itu.

Sekarang yang ada dalam benak Licht hanya menyelamatkan Ailee. Terbebas dari faksi Antonio. Kemudian melepaskannya dengan lapang. Kalau cara lembut tidak bisa. Terpaksa kekerasan turun tangan. Ini demi kebaikan Ailee. Dibenci pun tidak masalah. Pada dasarnya, Licht memang pantas dibenci.

Kerut di keningnya tampak. Giginya bergemeretak. "Ailee! Kau lupa dengan janji mu enam tahun lalu?!" Licht berusaha mengingatkan. Berharap dengan ini Ailee bisa luluh.

Lengang. Hanya dua orang itu yang tahu janji terikat antara mereka. Tentang panti asuhan. Tentang Ailee yang berhutang nyawa. Semuanya berawal dari sana. Janji yang nyatanya sudah Ailee ingkari. Demi kebebasannya. Demi rasa sesak yang tiap kali menelusup ketika bayang-bayang pemilik manik biru ini memiliki keluarga.

"Maaf... maaf... aku tidak bisa menepatinya." Bulir bening merembas. Isak tangis terdengar. Sakit mengakuinya. Ini adalah kesalahan yang tidak bisa ia lupakan. Janji yang tidak bisa ia tuntaskan.

"Ailee. Kau tahu aku tidak bisa melepaskanmu kan? Kau yang memilih bagaimana cara ku membawamu!" Licht maju. Selangkah demi selangkah. Bersamaan dengan itu tangan Ailee reflek mengacungkan mata senjata api. Menodong ke arah Licht.

"Ja-jangan mendekat!"  Tangan Ailee gemetar. Air matanya tak henti-hentinya keluar. Allan termangu. Dia tahu Ailee memaksakan diri.

"Kau mau menembak ku?"

Tangan Ailee semakin gemetar. Keraguan seolah tercetak di manik hazel itu. Tatapan mereka bertemu. Tak ada satu pun yang mengalah.

Licht semakin maju. Allan terlihat panik. Sedangkan Ailee tak menyurutkan sedikit pun pandangannya.

"Tembaklah," ujar Licht.

Ah, sebenarnya mati juga tidak buruk.

"Ku yakin kau sudah tahu. Tentang identitas mu. Tentang siasat ku yang mengekang mu selama enam tahun. Kau marah bukan? Dimanfaakan seperti itu."

Setelah memberi Ailee kebebasan. Lalu apa? Menjalani hari dengan segunung kertas?

Tanpa Ailee?

Ku pikir tidak bisa.

"Ailee. Sekarang kau tahu. Aku penjahatnya." Licht menyeringai. "Tembaklah!"

Ah, sial! Seharusnya aku berpamitan dulu dengan Ethan.

Jemari Ailee siap menarik pelatuk. Sorotnya tajam. Lalu....

DOR!

Perlahan warna merah merembas keluar. Tubuh itu limbung menghantam lantai.

Tamat.

Hahaha. Canda. Masih ada kok. See you next yaa. Janga lupa vote komen

The Broken CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang