15. Ajakan Pesta

1.2K 142 2
                                    

Ailee tak dapat menyembunyikan gemetar tubuhnya. Wajahnya pucat pasi. Jika tak ditahan, mungkin kakinya tak dapat melangkah hingga ke depan pintu menjulang ini.

Seni ukir estetis tampak rumit. Bersamaan dengannya sebuah martabat seolah tertuang pada karya tiga dimensi itu. Sungguh, ukiran rumit laksana kekusutan hati Ailee yang sejak tadi meraung-raung minta diselamatkan.

Namun, tidak semudah itu. Ailee punya tanggung jawab menjelaskan. Ailee punya beban ganda menyelamatkan. Dirinya dan juga Jean.

Semalam, setelah pekikan dengan nada tinggi itu keluar. Ailee pikir semua akan berakhir detik itu juga. Sudah ia katakan berulang kali bukan? Laki-laki pemangku manik biru itu sulit diartikan. Impulsifitasnya terlampau tinggi hingga tak pernah terprediksi. Apa yang dia pikirkan dan apa yang dia rasakan.

Ya, seperti semalam. Di luar dugaan, dia tak melakukan banyak hal. Hanya satu perintah. "Sudah malam, pergilah ke kamar." Setelahnya tak terjadi apapun. Jean juga pulang dengan selamat dan tadi pagi Ailee sempat melihatnya datang.

Lantas... bagaimana dengan ancaman waktu itu?

Tangan Ailee terulur. Menggapai gagang pintu. Mungkin, inilah saatnya pertanggung jawaban itu ditagih. Ailee harus menerima konsekuensi. Dengan cara apapun ia akan melindungi Jean.

Tok tok tok

"Permisi Tuan, saya Ailee menghadap."

"Masuk."

Aroma kasturi menguar. Tak heran, sejak dulu ruang kerja ini memang memiliki aroma khas. Ini adalah aromanya. Aroma yang disukainya.

Seperti biasa, tubuh tegap itu duduk di kursi kerja. Beberapa laporan menggunung di sisi kiri. Sisi yang sudah diperiksa. Sedang di kanan, sisa yang belum disentuhnya. Dia tampak memijat kening. Raut lelahnya adalah bukti bahwa semalaman dia terjaga.

Kadang Ailee heran. Sebenarnya apa yang didapat dari gelar bangsawan? Mereka selalu sibuk. Berlomba menjadi nomor satu hanya untuk dipamerkan. Secara garis besar, hidup mereka tidak tenang.

"Duduklah di sana," titah Licht.

"Baik Tuan."

Ailee menduduki sofa. Ada bekas botol wine beserta gelasnya. Ah, pasti semalam wine ini menjadi teman bisunya.

Ditatapnya sekilas, Tuannya memperhatikan selembar kertas berisi anggaran. Matanya yang fokus, alisnya yang tegas dan rahangnya yang kokoh.

Detaknya masih sama. Bertabuh begitu cepat. Namun mati-matian ia sangkal. Sebab, Ailee tidak mau terperosok lagi.

"Sampai kapan kau akan memandangi ku, Ailee?"

DEG!

Ah! Ketahuan ya?

"Saya tidak akan menyangkal. Saya memang memperhatikan Tuan."

Tetaplah tegar Ailee! Jangan terlihat lemah!

Licht melirik. Tak menyangka Ailee banyak berubah. Lebih berani dan jujur.

"Hmm, kenapa kau memperhatikan ku?"

"Bukankah Tuan yang memanggil saya kemari? Tentu saja saya penasaran hal apa yang akan disampaikan. Tapi... saya harus sabar. Karena dokumen itu sepertinya lebih penting. Saya siap menunggu Tuan sampai selesai."

Pena itu ditaruh. Licht terkekeh sambil menyugar rambut ke atas. Kemudian bergumam, "apa dia percaya segila apa aku menunggu pagi hanya untuk.... ah sudahlah." Dia berdiri. Mengikis jarak dengan Ailee. "Kau sudah sarapan?" tanyanya.

"Apa ini berkaitan dengan hal yang akan Tuan sampaikan pada saya?"

"Tidak," jawabnya datar.

"Kalau begitu saya tidak punya kewajiban menjawab."

The Broken CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang