Cara berpikir manusia memang tak selamanya sama. Pasti ada perubahan walaupun setitik. Itu juga berlaku pada masa lalu. Aku mengira manusia hanya berubah dari masa ke masa. Tapi ternyata ia berubah sejak dahulu kala, hanya aku yang tidak tahu.
Taehyung mendatangi ku. Membawa serangkaian bunga matahari kuning mentereng. Penuh dengan kuaci di tengahnya. Dia menyuruhku memakan kuaci mentah khas dari alam, pikirku.
Aku suka warna kuning tapi bukan bunga matahari yang aku inginkan. Aku benci baunya, aku benci sengatannya. Matahari, heol sebuah tata surya yang aku benci. Bukan apa-apa, aku hanya khawatir musim berubah menjadi kemarau.
Namun lihatlah siswa SMA itu dengan bangga membawakan bunga itu. Sungguh mentereng.
Dibandingkan dengan matahari dan musimnya, kemarau. Aku lebih suka hujan, tepatnya. Suara rintik air yang turun secara antri, maksudku air hujan turun dengan tidak langsung semuanya bak menumpahkan air dari ember. Yang benar saja, jika hujan turun seperti disiram. Lantas bumi akan menjadi lautan.
Oke mari lanjutkan analogi tentang hujan dan anoramanya.
Bau hujan, suara rintik air yang bergemericik, suasananya dan kenangan di saat hujan. Eoh aku sedikit bahagia bisa menghirup aroma ini. Benar saja, telah tumpah secara perlahan rintik air dari atas sana.
Pagi ini jam sepuluh lewat enam belas menit Taehyung menemuiku dengan membawa bunga matahari. Aku tidak mengerti dia bisa keluar sekolah di jam ini. Harusnya ini bukan jam pulang.
Besar kemungkinan bahwa dia telah ponteng kelas. Tidak boleh ditiru.
Aku tersenyum lebar, merentangkan kedua tangan karena sedikit demi sedikit tetesan air hujan membasahi seragam berwarna pink muda dengan list horizontal di sekujurnya, baju pemberian rumah sakit.
"Mungkin kita bisa bermain hujan saat kau sudah sembuh Jia" Taehyung berkata pelan, santai namun segera mencengkram lenganku untuk meneduh.
Tidak perlu meneduh, hatiku sedang berkecamuk karena dilarang melakukan hal paling favorit sepanjang masa.
"Apa maksudmu Tae! Biarkan aku!"
Aku menatapnya galak, Taehyung tidak memperhatikan.
"Kau bisa sakit, sekarang saja masih sakit" Taehyung bersitatap denganku. Sebisa mungkin membujuk gadis cantik seperti aku ini untuk menuruti nasehatnya.
"Biarkan saja! Aku memang sakit tapi sekarang sudah sembuh. Jangan melarangku!"
Taehyung semakin erat mencengkram pergelangan tanganku. Meninggalkan bekas merah jika ia melepasnya segera. Namun semakin aku bergerak, semakin kuat pula cekalannya.
Aku bukanlah gadis yang penurut. Dia siapa? Berani beraninya memerintahku. Pacar? Benar kemarin dia menyatakan perasaannya. Namun aku hanya iseng menjawab iya kau tahu. Cincin giok berwarna pastel yang menawan itupun belum resmi tersemat di jariku. Itu berarti aku dan dia belum sah menjadi pasangan kekasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaut [TERBIT]
Fanfiction[START ON September 19th, 2023] (JOINING EVENT PENSI VOL. 3 TEORI KATA PUBLISHING THE NEXT 25 DAY) "Kau pikir Taehyung itu teman kecilmu?" Pria berambut jagung terus mendesakku dengan beribu pertanyaannya. Yang pasti saat ini, aku terjebak antara du...