12 | Pria Kepala Tiga

53 33 0
                                    

Aku sudah selesai sarapan pagi bersama eomma

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku sudah selesai sarapan pagi bersama eomma. Dengan berseragam yang rapi aku sudah siap berangkat sekolah.

Raut wajah eomma terus berseri-seri sepeninggalan lelaki kepala tiga yang aku bawa semalam. Kepsek Choi datang ke rumahku dan entah apa yang mereka bicarakan sampai membuat eomma begitu bahagia.
Pasalnya, kemarin sore sepulang sekolah aku langsung tidur sampai malam. Jadi tidak mendengar percakapan mereka.

Tak hanya itu, hari ini setelah sarapan ibu tunggal di depanku ini menyuruhku memberikan bingkisan yang berisi entah makanan apa kepada Kepsek Choi.
Dengan berat hati aku membawanya.

"Aku berangkat eomma, annyeong (dadahh)" pamitku seraya mencium punggung tangan orang tua semata wayang ku ini.

"Hati-hati Jiaa--ssi"

"Ne. (Iya)"

,,,

Begitu sampai di halte , ternyata masih sekitar lima menit lagi busnya datang. Aku dengan semburat malu menenteng bingkisan yang dibalut kain itu kemana-mana.

Bus berwarna putih dengan list merah muda itu akhirnya sampai. Aku menaiki bus, menempel kartu pelajarku sampai berbunyi bip. Ternyata hampir semua tempat duduk sudah penuh.

Aku memilih duduk di bangku yang bersebelahan dengan siswa berseragam kuning mentereng di sekujurnya. Apakah ia siswa SOPA (School of Performing Arts Seoul)? Tapi seharusnya ia di Seoul bukan di Daegu. Ah molla gumamku pelan.

Yang terpenting sekarang ialah sampai ke sekolah dengan selamat dan memberikan titipan eomma ini kepada guru Choi.

Aku lega karena bus yang membawaku sudah sampai di persimpangan jalan menuju sekolah. Aku beranjak dari duduk dan melangkah keluar dari bus. Anehnya siswa berseragam kuning mentereng yang duduk di sebelahku tadi juga mengikuti langkahku menuju gerbang.

"Jeogi, (Permisi) apa kau bisa mengantarku ke ruang kepala sekolah?" sapanya yang membuatku terkejut.

Aku tetap melanjutkan langkahku diiringi siswa itu.

"Ah, ne kajja. ( Ahh, ya ayo) Aku juga berniat mampir ke sana" jawabku seadanya.

Selama perjalanan tidak ada sepatah kata pun yang ia lontarkan. Begitupun denganku. Aku hanya tidak ingin berbasa-basi dan itu juga bukan urusanku.

Aku meletakkan bingkisan titipan eomma tepat di atas meja guru Choi sesaat setelah menyapanya. Pria kepala tiga itu menyipitkan matanya menatap siapa orang yang aku bawa.

"Terimakasih ya Jia, katakan ke eomma aku akan menikmati makanan buatannya, geundae (tapi) siapa yang kau bawa ini?"

Guru Choi menanyaiku sembari menyimpan makanan eomma lamat-lamat di laci. Tampak ia sangat senang dengan bingkisan itu seolah mendapatkan harta karun yang tidak boleh dibagi dengan siapapun. Tentu saja guru-guru lain aku meminta sedikit makanan itu untuk sekedar mencicipi. Namun memang sejatinya pria ini bersifat tidak dermawan makanya ia sangat antisipasi.

Terpaut [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang