17. Pernyataan

3 2 0
                                    

Happy reading!

***

"GILA!" teriakku mengacak-acak rambut kesal saat mengingat kembali kejadian di meja makan.

Bisa-bisanya hal seperti itu terjadi antara aku dan dia. Kenapa hubungan kami tidak pernah berjalan lurus-lurus saja? Setiap kali bertemu pasti ada hal yang terjadi di luar ekspektasi. Aku jadi mempertanyakan kenapa dia harus hadir dalam hidupku lagi. Hei, seharusnya semua sudah selesai saat aku melupakan semua kenangan itu.

"Kenapa pertemuan kami gak lurus-lurus aja, sih? Dia juga kenapa memperlakukan gue agak lain? Dia mahkluk macam apa emangnya? Kadang polos, kadang lemah lembut, kadang tegas, kadang sinis. Jadi, gue harus bersikap kayak gimana?" gerutuku menggebu-gebu sambil memukul samsak tinju sesuka hati..

Sejujurnya tadi aku ingin memulai hubungan baik dengannya karena ingat permintaan dari Apra. Juga, untuk membujuk dia memberikanku hotspot. Tentu saja untuk menonton anime favoritku. Namun, caranya memperlakukanku membuat kesal. Kalau begini dia tak jauh berbeda dari Dandi.

Aku meninju samsak dengan keras lalu saat dia berbalik aku menendang. Seketika aku teringat satu hal. Sudah lama aku tidak ikut latihan boxing. Belum puas mengingat tiba-tiba samsak memantul ke arahku dan menghantam wajahku.

"Samsak sialan!" hardiku kesal karena sakit di permukaan wajah bagian kiri. Aku melepaskan sarung tinju dan membuang asal.

Tubuhku ambruk ke matras. Mencoba mengatur nafas yang tak beraturan. "Tunggu? Kenapa gue jadi semarah ini?"

Aku bangun dengan posisi duduk. Kutatap sekeliling ruang olahraga yang berada lantai satu rumahku. Beberapa alat olahraga canggih terpajang elegan bak ditempat gym. Namun, pikiran lebih fokus ke pertanyaan tadi. "Iya, gue emang pantes marah. Secara 'kan dia iya aneh banget sifatnya suka berubah. Dan, yang bikin kesel itu kenapa pas sama gue dia jutek, sinis banget sama gue," ocehku.

"Emangnya gue salah apa? Kerena gue gak sengaja ngerobek kantong isi pembalut dia di depan Mama sama Dandi?" tanya bertanya-tanya.

"Dia aneh. Alter ego kali." Mencoba tak ambil pusing aku melepas baju karena risih oleh keringat yang membasahinya.

"Beno. Oke, aku minta ma ...."

Aku refleks menoleh ke pintu dan ada Azzalia berdiri di sana sambil memegang kenop pintu. Dia menatapku bengong. "Apa?" tanyaku jutek.

"Bisa pake dulu baju kamu?" tanyanya melangkah dua langkah.

"Enggak, gue risih pake baju yang basah," jawabku jujur.

"Dasar kamunya aja yang pengen pamer body." Dia berbalik langsung keluar diakhiri pintu tertutup dengan keras.

"Dia aneh dua kali lipat," gumamku.

Papa pernah mendaftarkan aku di tempat boxing. Namun, aku sangat jarang mengikutinya. Selalu saja mencari cara agar tidak mengikutinya. Seperti menjadi anak baik dan membantu Mama. Saat ditanya bagaimana latihannya tinggal jawab, "Ini, Pak. Tadi bantuin Mama jadi gak ke sana."

Sembari mengingat sudah berapa kali bolos latihan, aku berjalan keluar ruang gym dengan masih telanjang dada. Minggu lalu ikut Papa ke tempat golf, dua minggu lalu bantu Mama belanja bulanan, tiga minggu lalu Oneb makan rumput dan harus membawanya ke rumah sakit. Total ada tiga minggu tidak latihan. Ketiga alasan itu tidak bisa dibantahkan oleh Papa.

Aku tertawa kencang sambil kedua tangan di pinggang. Mengingat aku tidak akan dimarahi pasal tidak latihan boxing. Memang itu penting? Sebenarnya tidak berguna selain untuk membentuk otot. Pertahanan diri? Apa? Kalau langsung diserang dari belakang sampai pingsan tetap percuma.

Saat ini aku sudah di dapur. Selama perjalanan dari ruang gym ke dapur aku tidak melihat Azzalia. Kemana gadis itu? Ini sudah malam. Ada dua kemungkinan. Dia tidur di ruang tamu atau dia pulang. Mau apapun yang dilakukan gadis itu aku tidak peduli.

Aku menghampiri kulkas. Kulihat ada tak biasa di sana. Sebuah kertas ukuran 10×10 cm berwarna kuning menempel di sana. Saat kulihat lebih tajam ada sebuah tulisan tinta biru.

[Tugas aku udah selesai. Aku pamit pulang.

- Aca]

Ternyata dia pulang. Awalnya aku pikir dia akan bermalam di sini. Itu lebih baik bukan? Dasar cewek aneh, kebanyakan topeng. Aku benar-benar tidak menyukainya.

***

"Eh, lo pada tau gak sih cewek yang dikeluarin di kelas XII IPS 1?"

Aku baru saja menaruh mangkuk bakso terisis penuh ke meja kantin, tak sengaja mendengar kumpulan perempuan di meja sebelah bergosip. Tadi kelas yang mereka sebutkan adalah kelasku dan cewek yang dikeluarkan dari sekolah itu juga aku kenal.

"Iya, dia Bella 'kan? Gue jijik banget sama dia. Gak tau malu. Bisa-bisanya dia berbuat hal segila itu," ujar temannya di samping dengan wajah jijik.

"Gak tau diri banget. Dia udah dapet beasiswa dari PT. Aldew Houses yang dapetinnya susah banget malah bertingkah gak senonoh," ujar cewek yang pertama bersuara tadi.

"Dia itu anak ART di rumah pemilik PT. Aldew Houses. Malahan video itu bikinnya di rumah itu."

"Gila tuh cewek. Parah banget."

Bella? Aku mengingat kembali tentang gadis itu. Oke, kami sebangku saat naik kelas 11 karena urutan absen. Antara aku dan dia tidak banyak terjadi interaksi. Dia tipe siswa yang giat dan tekun belajar. Tidak perduli dengan hal sekitar termasuk aku di sebelahnya. Bahkan, jika jam kosong saja dia masih tetap belajar. Kami berbicara hanya saat-saat diperlukan atau kerja kelompok dengan teman sebangku.

Hal tak senonoh? Video? Memangnya orang seperti Bella bisa berbuat hal tak senonoh seperti apa? Pemilik PT. Aldew Houses? Seingat orang itu adalah ayah Chelsea. Jadi, selama ini Bella adalah anak ART yang bekerja di rumah keluarga Chelsea.

"Kalian tau gak sih, Chelsea itu anak pemilik PT. Aldew Houses?" Tiba-tiba datang siswi lain duduk di antara mereka yang bergosip.

"Chelsea yang songong itu 'kan?" tanya cewek pertama tadi. "Bayangin gimana jijiknya Chelsea liat Bella."

"Di luar dugaan, girls. Chelsea malah mohon agar Bella sama ibunya tetap tinggal di sana ke Papanya pas mau ngusir mereka," terang cewek yang baru datang.

"Serius."

"Serius. Gue tau dari tetangganya yang liat sendiri, gimana Chelsea berlutut di depan Papanya. Katanya Bella udah kayak keluarga baginya."

"Wah, gue gak nyangka. Dari sini kita bisa belajar. Bener ya kata pepatah jangan menilai buku hanya dari sampulnya."

Setelah menyimak percakapan mereka yang katanya terjadi hal dramatis antara Bella dan Chelsea aku merenung sejenak. Lalu, apa makna percakapan Chelsea dengan temannya yang terdengar olehku waktu aku duduk di pohon hari itu?

***

Wanita emang sulit dimengerti!

NEXT!

This is Beno [ #02 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang