21.

6 2 0
                                    

HAPPY READING!

***

"Beno Efiando Sanjaya."

Aku berhenti melangkah, saat Papa menyebut nama lengkapku. Itu bukanlah hal biasa. Entah kapan terakhir Papa menyebut namaku dengan lengkap. Mungkin saat di meja resepsionis rumah sakit ketika aku kecelakaan sekitar 10 tahun lalu. Beliau menyebutnya karena hendak menyelesaikan tagihan rumah sakit.

"Kenapa berhenti?" tanya Papa tanpa menoleh padaku, masih duduk di sofa sambil menatap televisi yang menyala.

Ragu-ragu aku kembali melangkah hingga berada di samping Papa dan ikut menyaksikan televisi yang menyala. Aku tersentak saat melihat gambar bergerak di sana. Sebuah penampakan tidak asing.

Acara berita terkini siang ini. Berjudul, 'SEORANG GADIS NEKAT MELEPASKAN PAKAIAN SATU PERSATU DI ATAP SMA TUNAS BANGSA'. Ada tulisan kecil di bawahnya juga menyertai, 'Aksi heroik seorang pemuda menarik gadis itu turun untuk menyelamatkan, dipuji petugas damkar yang bertugas'.

Saat ini aku mendengar reporter TV tersebut berbicara. "Pemuda tersebut merupakan teman sebangkunya sebelum dia dikeluarkan dari sekolah tersebut karena skandal video syur. Alasan gadis inisial BT melakukan tindakan tersebut lantaran stres akibat video syur dirinya mendadak viral di media sosial."

Belum sempat aku berpikir apa-apa, layar televisi itu tiba-tiba mati. Papa berdiri dan menatapku. "Papa pengen denger langsung dari kamu."

"Kami emang teman sebangku, Pa. Gak lebih, kami aja gak deket. Aku nolongin dia karena refleks naluri aku sebagai manusia. Aku gak terlibat apa pun dengan video syur itu," terang aku tanpa ada yang dirahasiakan.

"Terus?" tanya Papa menatapku dengan kedua tangan di saku celana dengan masih mengenakan pakaian kantor itu menambah kewibawaannya.

"Udah gitu aja," kata bingung makna dari pertanyaan Papa.

Papa malah tertawa. Beliau menaruh tangannya di bahuku dan menatapku. "Papa gak peduli dengan kasus gadis itu. Apapun itu Papa bangga sama kamu, Beno. Kamu menunjukkan sesuatu yang pengen Papa liat dari dulu dan sekarang kamu menunjukkan dengan cara gak pernah Papa bayangkan."

"Widih, yang viral nih. 'Aksi heroik seorang pemuda'," ujar Dandi tiba-tiba menghampiri kami. Untunglah dia datang suasananya jadi berubah.

"Sekolah besok pasti dikerumuni fans nih," katanya lagi.

"Oh, iya. Malam ini kita akan makan malam di rumah Pak Erdi."

"Apa!" seruku saat mendengar perkataan Papa tadi.

Pak Erdi adalah ayah Chelsea. Jadi, aku akan datang ke rumah Chelsea malam ini? Berhadapan dengan Chelsea? Gadis sombong dan arogan itu. Aku tidak ingin. Namun, sebenarnya aku juga penasaran dengan kasus Bella dan hubungannya dengan Chelsea. Azzalia juga termasuk.

"Adek!"

Kami serentak menoleh ke samping, di mana pintu utama berada. Mama berlari ke arahku dengan wajah berbinar. Sudah bisa ditebak dia baru saja membaca berita terkini.

***

Aku baru saja selesai mandi. Ini baru pukul 18.23 yang artinya masih ada setengah jam lagi keberangkatan kami sekeluarga menuju kediaman Chelsea. Aku masih saja tidak bersemangat ke sana. Meski aku ingin menyelidiki kasus itu.

Chelsea, gadis yang sombong dan arogan. Aku mengeratkan handuk yang melilit di pinggang. Kembali memikirkan tentang Chelsea dan menyebar kembali pada kenangan pertemuan pertama kami. Saat acara Masa Perkenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di kelas X dulu.

This is Beno [ #02 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang