34. | Luka kecil |

1.1K 103 86
                                    

SEBELUM BACA BUDIDAYAKAN

FOLLOW AKUN PENULISNYA

[JANGAN LUPA VOTE BUKUNYA]

KOMENTARI APAPUN YANG KALIAN SUKA.

JADILAH PEMBACA YANG CERMAT DAN AKTIF.

NO SILENT READERS...

CERITA INI MURNI DARI PEMIKIRAN AUTHOR SENDIRI.

DILARANG KERAS MEN-COPY

SEPERTI : IDE, ALUR, DAN BAHASA PEMAIN.

UNTUK PLAGIAT JAUH-JAUH!

TERIMAKASIH SUDAH MAMPIR KE BUKU INI...



Mohon siapkan mental kalian untuk membaca part ini...

Untuk perlakuan kasar dan ucapannya, mohon untuk tidak ditiru...

Jangan lupa follow akun penulisnya,

Banjiri setiap paragraf dengan kata-kata mutiara kalian.

Happy reading🦋


"Tuhan ... apa kau tertidur di atas sana? Sampai Kau enggan menolongku dari siksaan ini...."

~Kata Halilintar lirih

Halilintar Argantara


Beberapa bulan kemudian

Kehidupan Halilintar berubah 180 ° semenjak perusahaan ayahnya bangkrut.

Siapa sangka bangkrutnya perusahaan sang ayah membuat kehidupannya yang suram semakin bertambah suram.

Hampir setiap hari ia di perlakukan kasar oleh keluarganya sendiri.

Di pukul, di hina, di caci-maki, di ludahi, mungkin bagi kalian itu bukan hal biasa, tapi tidak dengan Halilintar. Baginya itu semua bukan hal baru lagi, ia sudah cukup terbiasa dengan perlakuan itu.

Tiga bulan kemudian....

"Brrr...ini dingin ibu" Tubuh Halilintar gemetar hebat, ia terlonjak dalam tidurnya, langsung terduduk di atas ranjang kasurnya.

Halilintar memeluk tubuhnya sendiri tanpa bergerak--memandangi Mara dengan tatapan terkejut.

"Akhirnya bangun juga bocah sialan ini!" gumam Mara melihat putera--akh anak sialan bangun dari mimpi indahnya.

"I-ibu kenapa menyiramku? I-ini sangat dingin, Ibu" Dengan tubuh masih bergetar ia memberanikan diri menatap wajah ibunya.

Mara memalingkan wajah ke arah lain,

"Apa peduliku hah?! Dingin atau tidak itu urusanmu bukan urusanku!" kata Mara acuh.

"Jangan menatap wajahku bodoh! Nanti aku kena sial karna matamu itu!"

Halilintar menundukkan kepalanya menahan perih yang kembali terasa setelah mendengar ucapan ibunya.

"Nggak usah banyak drama, cepat mandi sana!!" suruh Mara dengan kasar ia mendorong tubuh puteranya sampai jatuh terduduk di lantai.

"Aduh. Sakittt..." Rintih Halilintar sambil mengusap bokongnya yang terasa nyeri.

"Cuih...dasar lemah!" Mara meludah--menyembur air liurnya tepat mengenai wajah Halilintar hingga puteranya itu memenjamkan matanya, pasrah. Lalu melenggang pergi.

Halilintar Argantara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang