12: BRATVA || TANTANGAN II

233 35 46
                                    

CHALLENGE II || TANTANGAN

Perhatian! Cerita ini fiksi, banyak typo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perhatian! Cerita ini fiksi, banyak typo. BxB. Kesamaan nama tokoh, tema, latar, dan nama tempat, dan lain sebagainya merupakan hal yang tidak disengaja.

Absen dong, kalian lagi di mana baca bab ini?

Emot versi kalian sebelum baca bab ini?

Visualisasi setiap tokoh bisa kalian tentukan sendiri, siapa yang kalian senagi, atau diri kalian sendiri karena imajinasi setiap orang unik dan berbeda. Jangan lupa, kalian adalah tokoh terhebat dalam cerita kalian sendiri.

Happy reading ❤😁🤣

.

.

.

.

BRATVA

Kami mencoba meninggalkan apa yang telah kami lakukan sejam yang lalu, sebuah kekacauan dan fakta baru tentang alam liar yang bahkan tak kuduga akan kulihat dengan mata kepalaku sendiri.

Selama beberapa waktu kami berjalan di dalam hutan, semakin ke utara kami makin yakin sulit mendapat kehangatan. Kabut tebal bergulung-gulung di atas kami, sementara di sekitar kami hanya warna hijau sejuk, juga memuakkan selama beberapa saat. Tanah mulai mengintip di bawah sepatu boot, padang rumput liar mulai jarang. Kini, tak ada yang lebih mengasikan dari mendengar napas sendiri dan sapaan burung tak dikenal.

"Kita hanya ke utara. Tidak ada arah lain." Cass mulai kesal, Orlean terus berceloteh tentang arah lain untuk mengetahui jalan pintas.

"Yang benar saja! Kita belum mencobanya—panjat salah satu pohon untuk mencari tahu seberapa jauh cam peristirahatan." Pria itu belum kalah, mengabaikan pemegang kompas adalah Cassandra yang dipujanya saat pertama kali bertemu.

"Hai hai, Perdebatan yang tidak berguna." Ben melerai, aku tersenyum dengan tingkah mereka. Segera Ben menarik Cass agar tak menghiraukan makian Orlean.

Samuel pun maju paling depan, sengaja bicara sambil membelakangi kami semua. "Kita hanya ke utara, Soldier. Cam pertama ada di tengah hutan, jika kita terus berjalan, kita akan sampai pada sore hari, tapi jika rintangan lainnya muncul, kemungkinan kita sampai saat malam atau tengah malam."

Semua orang mendengarnya dengan khidmat. Tentu saja, kami tak punya pilihan.

"Sebaiknya tutup mulutmu, dan ikut denganku berjalan di belakang." Kutarik lengan Orlean, sengaja menahan dadanya agar lebih mundur dariku beberapa senti. Dia mendengus dan mengeluh, tapi aku menghadiahinya jari tengah teracung. Seketika dia tutup mulut.

ALPHA MIKAEL (Breaking THE Wall)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang