19: BRATVA: ELANG MERAH

99 14 11
                                    

ELANG MERAH || RED EAGLE

ELANG MERAH || RED EAGLE

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perhatian! Memuat konten BxB

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perhatian! Memuat konten BxB. Cerita ini fiksi. Kemungkinan masih banyak penulisan yang salah, luput saat tahapan edit. Bacaan ini untuk orang dewasa (18 tahun) karena terdapat kata-kata kasar, adegan kekerasan, dan vulgar. Happy reading.

Halo pembaca, hehehe, ternyata menulis novel fantasi dan aksi itu susah ya, menurutku mengarahkan alunya bisa kuatasi, tapi pas ngetiknya bisa jauh melenceng. Ternyata dengan adanya nulis ALPHA MIKAEL aku belajar mengontrol dan mengendalikan diri sendiri, hahahaha. 🤣😊🖐

👀😃 emotku pas ngetik ini, komen emot versi kalian untuk bab ini. Love buat kalian ❤🤞

.

.

.

.

BRATVA

Hutan Utara, Perbatasan.

Pilihan apa yang kumiliki ketika Khaan selangkah lagi akan membunuhku, dengan orang-orangnya yang mengepungku di balik punggungku. Dua pucuk senapan diarahkan kepadaku, peluru bisa lepas dalam hitungan detik ketika aku bergerak. Di depan sana, Khaan satu-satunya hal yang kuperhatikan, matanya menatapku tak sabaran, dia sengaja memperlihatkan taring dan gigi tajamnya, menggertakku.

Dia menatapku sebagai pemburu, aku berdiri layaknya makanan yang siap diterkam. Apa yang akan terjadi jika aku melanggar peraturan ujian? El menegakkan keadilan, bagaimana mungkin aku bisa berharap dia akan membela diriku jika aku melakukan pelanggaran. Aku ingin El tidak memandang siapapun saat menegakkan keadilan.

Tetapi aku tak punya pilihan lain selain melawannya, membela diriku dari Khaan. Aku tahu bahkan dia ingin mencabik-cabik seluruh tubuhku, dan aku bahkan ingin melakukan hal yang sama, tetapi aku tak ingin menodai kepercayaan El. Diam-diam kuraih belati di sarung pinggang, menghitung mundur.

Satu .... Dua .... Tiga!

Sepatuku bergesek keras dengan tanah ketika aku nekad melangkah maju ke arah Khaan, hujan peluru berderak-derak ke arah punggungku, sesegera mungkin kutundukkan kepala ketika serigala besar itu membuka mulutnya lebar bagai gua, hendak menerkam dari atas. Dan saat itulah aku menghindar degan masuk di antara kaki depannya. Seolah memakan umpan, kepala serigala itu mengikutiku, menyelinap ke bawah tubuhnya sendiri.

ALPHA MIKAEL (Breaking THE Wall)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang