7

2.5K 204 5
                                    

Shani menghampiri chika yang asik menonton tv usai pulang dari sekolahnya, shani menyogok adiknya itu dengan sebuah uang untuk membuka suara soal gracia "Hei" panggil shani pelan lalu memberikan 1 lembar uang 100.000 untuk chika.

"Jangan kasih tau mama, aku mau tanya kamu sesuatu"

Chika mengambil uang itu ia mengangguk menyetujui sambil tersenyum "mau tanya apa emang?"

"Kamu kenal gracia, tentangga ujung itu?"

Chika tersenyum tengil menatap kakaknya itu wajahnya seakan tau apa yang akan mereka berdua bicarakan "Kenapa? Suka ka gracia yah?"

"Nanti dulu aku jawabnya yang itu, gracia bilang apa ke kamu soal aku?"

"Gaada, cuma tanya jadwal kerja aja sama kebiasaan kamu"

Shani mulai khawatir saat chika menyebut kata kebiasaan, adiknya itu selalu menjelek jelekkan shani pada setiap orang yang menanyai soal dirinya

"ngaku kamu, jelek jelekkin aku apa lagi" tanya shani kesal, namun chika menahan amarah shani, dia mengangkat kedua tangannya.

"Cuma bilang kalau cici suka ke perpus, ngelamun tiap bangun tidur, tapi aku gak bilang alasan ngelamunnya apa, ka gracia juga abistu langsung pergi tanpa kata kata lagi, pergi aja gitu"

Shani menghela nafas lega, dia lalu memeluk adiknya bangga "keren, adik aku paling keren ini, meskipun kita beda papa, gapapa!"

Chika tertawa kencang saat shani mengucapkan kalimat itu, mereka berdua memang satu ibu tapi tidak dengan ayah mereka, berbeda karna tante ve menikah dua kali dan suami pertamanya itu cukup temperamen, berbanding terbalik dengan shani yang lembut dan penyayang, makannya shani lebih menyayangi suami kedua tante ve alias ayah kandung chika dan mengganggap bahwa suami kedua ibunya adalah sosok ayah yang sebenarnya.

Shani merapikan dirinya dicermin, memiringkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri "udah bagus gini ga ya?" Bingung shani. Tak lama chika masuk sambil makan snack uang dari kakanya tadi.

"Rapih banget, mau ketemu ka gracia yah ci"

Shani tertawa dengan ucapan chika, dia hanya menganggukkan kepalanya membuat chika malah gesrek berfikir bahwa kakanya itu akan pergi berkencan "mau pacaran nih" ucap chika meledek.

Shani menatapnya dengan serius membuat chika berlari meninggalkan kamar kakaknya itu setelah puas meledek shani, namun shani hanya tertawa melihat tingkah chika yang meledeknya.

"Emang mau pacaran si nih" ucap shani namun dia masih bimbang dengan perasaannya.

Tak lama shani berlari keluar rumah, perlahan dia sampai didepan rumah gracia, shani membunyikan bel, namun yang keluar malah anin.

"Mau cari siapa lagi?" Anin membulatkan matanya saat melihat shani didepannya "bukannya kamu yang diperpustakan? Mau cari gracia ya?" Anin langsung saja masuk kembali memanggilkan gracia diikuti gracia yang langsung menampilkan dirinya didepan shani yang rapih.

"Kamu mau kemana?" Tanya gracia heran.

"Mau ngajak kamu jalan jalan"

"Kamu lupa sama tadi pagi? Aku bilang hari ini aku ada jadwal fisioterapi"

Shani baru mengingatnya, wajahnya langsung kehilangan semangat, membuat gracia tak tega melihatnya "yaudah ayo, tapi bukan jalan jalan, temani aku buat fisioterapi"

Ajakan itu diterima shani dengan senang hati, dia tersenyum lagi kepada gracia.

"Lesung pipi dan senyuman itu yang selalu aku nantikan setelah pertemuan kita kembali shan"

Shani menemani gracia untuk melakukan hal yang menjadi kewajibannya, memang ini membuat gracia malas, karna dia sangat membencinya, namun kemalasan itu langsung hilang saat sebuah kalimat keluar dari mulut shani saat sedang menyetir.

"Ingat yah, kalau mau aku temenin terus itu harus semangat buat therapy, gimana mau sembuh kalau raut wajah kamu aja gak semangat gitu ge"

Gracia menarik nafas dalam dalam, wajahnya lalu berbinar bahagia menatap shani "ini udah semangat belom?" Tanya gracia menunjukkan kedua wajahnya dengan kedua telunjuk jarinya mengarah wajahnya.

Shani mengangguk dia mengiyakan pertanyaan gracia, gracia lalu tertawa dia menyandarkan kepalanya "aku mau kayak gini terus sama kamu, kamu harus tepati janji 11 tahun lalu itu untuk aku shani, pokoknya gamau tau! Harus tepati!" Tegas gracia.

"Iya, makannya kamu jangan malas malas buat therapy gitu, gimana mau sembuh kalau buat sembuhnya aja malas malasan"

"Aku takut kalau aku udah sembuh, kamu tinggalin aku lagi, kayak kemarin"

Shani bingung dengan ucapan gracia "maksudnya? Sakit kayak kemarin, kamu sakit apa emang?" Tanya shani "kamu pernah sakit juga 11 tahun lalu? Kok aku gatau apa apa" lanjutnya, kefokusan shani hampir hilang mendengar ucapan gracia apalagi shani sedang menyetir.

"Sakit kan ga selalu berbentuk soal nama nama penyakit yang tertera didunia medis, obat juga gak selamanya berbentuk pil" jawab gracia.

Shani langsung mengerti akan jawaban yang diberikan untuknya "aku ngerti, kamu gausah jelasin lagi" tangan kiri shani mengelus lembut tangan kanan gracia.

"Kamu jangan selalu ngerasa sendiri, aku disini"
"Iya maaf waktu itu aku gak nepatin janji aku ke kamu, jadi sekarang biarin aku nepatin janji itu dimasa sekarang dan yang akan datang"

Mereka berdua kini saling tersenyum, sudah 15 menit tak terasa perjalan yang mereka tempuh, kini mereka berdua sudah sampai dia rumah sakit yang tempat therapy gracia, percakapan kembali dibuka oleh gracia saat shani mulai memakirkan mobilnya diparkiran rumah sakit

"Aku ga ngerti sama hubungan kita sekarang"

Shani membuka seat beltnya, dia juga membukakan itu untuk gracia, dia menghiraukan pertanyaan gracia saat itu.

"Shan, jawab aku"

Shani menatapnya dia menurunkan badannya menatap gracia dengan serius "setelah kamu fisioterapi aku jawab".

fisioterapi berjalan dengan baik, gracia juga menikmatinya karna ditemani oleh shani. Mereka berdua berjalan menuju mobil, namun gracia masih penasaran dengan jawaban yang diberikan oleh shani yang belum sempat dijawabnya tadi.

"Jawab pertanyaan aku yang tadi" Tegas gracia.

Shani berhenti melangkah, dia lalu menghadapkan gracia didepannya, shani menunduk lalu kembali menatap gracia "Kamu mau kita gimana?"

Dengan antusias gracia menjawab pertanyaan "aku mau kita ada hubungan spesial shan"

"Kita baru ketemu, aku gak yakin soal itu ge, aku pikir terlalu cepat kalau harus kesitu arahnya"

"oh yaudah gapapa"

Balasan perkataan gracia membuat shani merasa bersalah dia masih belum melangkah lagi "kamu marah sama jawaban yang aku kasih?" Tanya shani

"Gak, kata siapa? Aku biasa aja, bener kata kamu terlalu cepat"

-

Shani memacu mobilnya, mereka berdua hanya saling berdiam diri, gracia tak cerewet lagi dia tak banyak bicara atau bertanya lagi, senyumnya juga hilang, raut wajahnya malas dan kesal, disamping itu shani menyadarinya namun dia juga bingung harus berbuat apa karna dia juga masih bimbang dengan perasaannya pada gracia, meskipun jantungnya juga berdegup kencang berada didekat gracia.

Last Letter (GreShan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang