18

1.8K 138 3
                                    

Malam tiba shani dan gracia kini berada diatap rumah gracia, mereka duduk berdua diatas tikar tebal yang menjadi alas, malam itu indah, bintang bintang banyak diatas langit. Mereka juga menyiapkan bantal untuk sekiranya berbaring sambil melihati bintang bintang diatas langit.

Shani menutup matanya, memikirkan suatu hal, sedangkan gracia sibuk menghitung bintang yang ada dilangit.

"Shan, bintangnya ada 2 aja yang paling terang, yang lainnya gak terlalu"

Shani membuka matanya, matanya lalu melihat kearah gracia "mungkin itu kita berdua"

"Bintang berlaku buat orang yang udah pergi aja, mungkin itu mama sama papa aku"

Shani kembali menatap kelangit dia melihat dua bintang yang dimaksud oleh gracia, memang terang

"bintang yang terang dan cantik kayak gitu gak selamanya jadi lambang buat orang yang udah pergi ge, bintang itu terang, kayak seseorang yang memang menerangi dan ngebuat hidup kita jadi lebih bearti untuk dijalani meskipun berat"

Gracia mengangguk mengerti, tak ada jawaban kalimat yang keluar dari mulut gracia, shani kembali menutup matanya, sementara gracia masih sibuk melihati bintang bintang yang ada di langit.

"Kamu bintang aku shani"

Shani tertawa kecil mendengar ucapan gracia.

"Emang iya? Kenapa, kok bisa gitu?"

"Gatau, ada kamu rasanya hidup aku gak seberat itu, semenjak kecelakaan waktu itu, rasanya semakin baik"

Shani dengan spontan memegangi tangan gracia.

"Kecelakaan itu jangan diinget inget lagi, aku disini buat kamu, kalau ada apa apa bilang aja ke aku atau ke mama atau ke chika biar mereka bisa bantu kamu, jangan pernah ngerasa hidup kamu berat banget, karna aku bakal tampung sedikit beban yang kamu punya ge"

Gracia tersenyum, dia lalu menutup mata diikuti shani, gracia menghela nafas "aku udah ikhlas, aku harap kamu juga ikhlas shani"

Shani dengan mata yang tertutup bingung, dia keheranan dengan ucapan gracia disampingnya.

"Ikhlas? Ikhlas apa?" Tanya shani

"Ikhlas nerima beban aku" jawab gracia

Shani tertawa mendengar jawaban gracia yang ditujukan untuknya "Apasih ge, ketawa aku"

Pagi tiba shani lagi lagi mimpi buruk, dia sudah mulai berdamai pada dirinya sendiri, memaklumi mimpi buruk yang baru itu. Mimpi yang berbeda setelah 4 bulan belakangan yang pernah juga menghantuinya, mimpinya berbeda, Jauh berbeda.

Shani duduk menyandarkan tubuhnya, menghela nafas panjang, ketenangannya itu terganggu akibat notifikasi yang muncul diponselnya.

Desy staff

-ci, 4 hari lagi ada jadwal keluar kota, cici lupa ya? Jangan dilupa ci, soalnya jadwal penerbangannya udah ditentuin, nanti kabari aku lagi, masih banyak juga yang harus diurus dikantor, kabari desy kalau cici udah ga sibuk lagi

Shani baru mengingatnya, dia kebingungan sekarang, sementara itu gracia bangun dari tidurnya menatap shani yang memegangi ponselnya dengan wajah kebingungan.

"Kenapa? Masalah kantor?" Tanya gracia yang masih setengah sadar.

"Ge, 4 hari lagi aku keluar kota, kamu tinggal sama mama aja ya? Aku ga lama kok, bentar aja 2 hari doang" ucap shani

Gracia yang mendengarnya spontan duduk lalu menatap shani, matanya masih terlihat mengantuk.

"aku udah kabarin anin tadi malem, dia berangkat dari jakarta ke sini, kamu pergi aja, prepare barang barang dan hal lainnya dikantor, nanti aku sama anin" jelas gracia.

Tak ada pilihan lain, shani mengangguk dia lalu bersiap hendak menuju rumahnya lalu mempersiapkan diri untuk ke kantor.

"Aku pergi ya ge" ucap shani sembari mengecup pipi gracia

"Dadah pacarku" ucap shani dari pintu melambaikan tangannya dari kejauhan, gracia membalas lambaian itu, bahkan sampai shani keluar pun dia masih melihat kearah jendela yang menampilkan gracia, melambaikan tangannya lalu berlari menuju rumahnya.

Shani duduk dimeja makan, ditemani mama, sedangkan chika sudah lebih dulu berangkat ke sekolah, mama menatap shani yang terlihat lelah dan stres.

"Kamu kenapa shani? Ada masalah atau mimpi buruk lagi?"

Shani menaruh sendoknya, menghentikan makannya, dia lalu menarik nafas panjang.

"Ma, aku mau konsul ke psikiater"

Ucapan itu membuat mama kaget, dia lalu melihat tajam ke arah shani "cerita ke mama, ada apa?"

"Aku gabisa, mimpi buruk kali ini bener bener membebani pikiran aku ma, rasanya kepalaku meledek, dan gracia.."

Shani menghentikan ucapannya, membuat mama bingung.

"Gracia kenapa shan? Ada apa sama gracia?"

"Gracia sakit ma, sakit parah, tumor otak" shani menangis kembali, air matanya jatuh tak karuan, dia lalu mencoba menahan tangisnya. Sementara mama juga ikut kaget dan tak bisa berekspresi apa apa terhadap ucapan shani.

"Aku gatau ma, gracia gak bilang ke aku, tapi aku gak sengaja baca dokumen hasil pemeriksaan dia 3 bulan lalu, udah lama"

"4 hari lagi aku bakal keluar kota, aku gabisa ngecek kondisi gracia dan temani dia buat check kondisinya, aku minta tolong sama mama buat temenin gracia, meskipun dia pergi sama anin, karna aku tau gracia gabakal ngasih tau aku soal pengecekannya apalagi anin"

Mama mengangguk, dia lalu menenangkan shani yang kemudian menangis dipelukan mamanya.

Mata tante ve juga sedih, raut wajahnya seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya, seperti menyimpan kesan tersendiri untuk gracia didalam hatinya, dada tante ve juga terasa sesak, dia meneteskan air mata sambil memeluk shani.

"Aku bener bener pengen konsul ma, gapapa?" Tanya shani kembali

Mama mangangguk "gapapa, selagi itu ngebuat kamu baik baik aja shani"

-

Usai kepergian shani ke kantor, tante ve menaiki tangga menuju kamarnya. Membuka salah satu kotak berisi banyak sekali foto polaroid shani dan salah satu orang yang tertutupi oleh tangannya, air mata tante ve jatuh pada seluruh kotak berisi foto polaroid itu. Kesedihannya tak terbendung lagi, entah mengapa rasanya pupus sudah harapan yang diharapkan oleh tante ve setelah mendengar ucapan shani tentang kondisi gracia.

"Gracia, kamu satu satunya harapan yang tante harapkan dari semua kejadian ini"

Last Letter (GreShan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang