Shani berdiri didepan rumah beby, berniat untuk datang dan menceritakan kejadian semalam yang dialaminya. Jauh didalam lubuk hatinya dia sama sekali tak ingin bercerita pada siapapun, tapi entah mengapa langkahnya terus tertuju pada satu rumah itu, Rumah beby. Shani menghela nafas panjang, masih sangat pagi sekitar jam 10.18 pagi, terbilang masih pagi, namun shani sudah berdiri didepan rumah beby dengan segala persiapan. Shani terus berharap pada dirinya untuk bercerita tanpa menangis.
Namun bukankah menangis saat mulai sesi konsultasi adalah hal yang normal bukan? Sepertinya itu yang ada dibenak shani saat ini namun tetap saja dia tidak ingin menangis. Langkah shani mulai memasuki rumah beby, dia memencet tombol bel disamping pintu. Shani berdiri dengan perasaan yang tercampur aduk, benar benar entah tak tau harus berbuat apa selain berdiri kaku didepan pintu.
Suara gagang pintu dari dalam terdengar, shani menegakkan tubuhnya bersiap menyambut beby yang mungkin saja baru bersiap.
"Shani.." ucap beby kaget ketika melihat shani yang sudah berdiri didepan pintu rumahnya dengan rapih.
"Mau konsultasi? Kenapa tante ve gak ngabarin aku soal ini?"
Shani hanya menunduk, sorot matanya menampilkan kesedihan mendalam yang disadari oleh beby, dengan spontan beby menarik tangan shani masuk dengan lembut, beby menyuruh shani untuk duduk disebuah sofa.
"Minum dulu ya" beby memberikan segelas air putih untuk shani yang mulai menampilkan tangis dimatanya.
"Tenangin diri dulu, ada apa?" Beby lalu duduk disamping shani, benar benae menenangkan shani saat itu.
"Aku bingung, ada apa sebenernya? Kenapa banyak yang harus aku cari tau disaat aku masih bingung tentang mimpi buruk aku sendiri"
Beby menangis, dia menatap shani malah menangis, air mata beby melihat lurus kearah shani yang mulai bercerita, ada kesedihan tersendiri untuk beby tentang shani, namun entah apa itu.
"Tadi malam aku berantem sama perawat yang ngerawat gracia dirumahnya, kita berantem sampai ngebentak bentak, aku bener bener barusan semarah dan sekesal itu sama seseorang kalau lagi marah, entah kenapa rasanya ada yang mengganjal dilubuk hati aku ketika debat sama anin malam itu"
"Ada yang benar benar terpajang didalam hati aku, ada yang benar benar mengganjal dipikiran aku, tapi entah apa, entah perlakuan apa lagi yang harus aku lakukan untuk menemukan semua jawaban, aku bingung harus apa sama semua keadaan aku yang makin hari makin memburuk"
Beby menatapnya mata shani menampilkan sebuah kesedihan dan rasa lelah yang amat memuncak dikedua mata shani "Apa lagi yang ngebuat kamu datang kesini? Apa yang ngebuat kamu merasa seperti itu?" Tanya beby
"Ada ucapan anin semalam yang ngebuat aku berpikir pikir dijalan pulang, ngebuat kepala aku dipenuhi kalimat kalimat itu"
"Apa kalimatnya?" Tanya beby yang mencoba membujuk shani untuk mengatakannya.
"Aku gak inget hal itu secara jelas, tapi mungkin sekilas seperti Gracia gak bakal bertahan selama itu, tapi aku selalu berharap gracia bisa lebih bertahan lama seperti kamu yang bertahan untuk dia, shani. Sekilas itu yang anin bilang ke aku, tapi aku bener bener gatauu harus apa" air mata shani menetes, niatnya pupus untuk tidak menangis.
"Aku udah janji sama diri aku untuk gak nangis selama sesi" ucap shani lalu menundukkan kepalanya, menutup wajahnya dengan kedua tangan, suara tangisnya membesar.
Beby menghampirinya, menenangkan shani dengan mengusap lembut punggung shani.
"Gapapa, menangis adalah hal biasa, dan menangis juga kan salah satu mengungkapkan sesuatu yang menyakitkan, aku tau itu nyakitin buat kamu, karna kalimat apapun yang dikeluarkan kalau dengan tangisan, pasti kalimat itu penuh luka yang gabisa dijelasin, gapapa. Kamu bisa nangis sepuasnya disini dan jangan ditahan, aku harap kamu bisa lebih kuat keesokannya, karna kalau kamu kuat kamu bisa nemuin jawaban dari semuanya"
Shani hanya mengangguk dia lalu tiba tiba saja memeluk beby disampingnya, benar benar memeluk beby dengan sangat erat tanpa mau melepasnya "tolong biarkan begini dan seperti beberapa saat beby"
Beby hanya mengangguk dia balik memeluk tubuh shani yang duduk.
"Sekarang ungkapan semua masalah dan apa yang mau kamu cari didalam diri kamu, shani"
Shani melepas pelukannya dengan tubuh yang lemas shani menyandarkan kepalanya.
"Tidak banyak, tapi aku sedih, aku cuma mau dapat jawaban dari mimpi aku, karna aku tau mimpi itu adalah seluruh jawaban dari isi pertanyaan yang berterbangan dikepala aku sendiri"
Beby mengangguk mengerti "datang kesini kapanpun kamu mau, istirahat yang cukup, berdoa yang banyak sebelum tidur ya shani? Aku yakin tuhan bakal ngasih jawaban yang pasti dari semua hal yang kamu pertanyakan, dan aku disini bakal selalu ngebantu kamu, jangan dipendam sendiri semuanya".
●
Shani sampai dirumahnya, setidaknya pikirannya sedikit tenang setelah melampiaskan semuanya pada beby tadi. Shani melangkahkan kakinya menaiki tangga memasuki kamarnya dan langsung saja dirinya duduk dimejanya kembali, menulis lagi dan lagi, lalu hendak menaruhnya kembali dikotak surat yang selalu ia gunakan. Namun anehnya kotak kotak itu tidak ada lagi, hilang begitu saja dari bawah mejanya.
Shani memutari kamarnya, menunduk berkali kali untuk mencari kotak surat itu, segala sudut sudah ditelusurinya namun tetap saja tidak ada, membuat shani menuruni anak tangga dan berinisiatif menanyakannya pada mama.
"Ma, lihat kotak surat shani dikamar gak? Yang dibawah meja" teriak shani dari tangga yang hendak turun.
Mama menatapnya heran "gak" mama menggeleng.
Shani kesal, dia lalu menghampiri kamar chika dengan hentakkan kaki yang memenuhi amarahnya.
"CHIKA!" Shani membuka pintu kamar namun terlihat kosong tak ada siapapun didalam, shani memasuki kamar chika menelusuri kamar adiknya itu, namun tetap saja tak menemukan kotak surat surat itu didalamnya.
"Mana sih" kesalnya, shani lalu berniat untuk mengecek gudang, mungkin itu baru pertama kali shani memasukinya lagi setelah mungkin sekitar bertahun tahun. Shani memang tidak pernah memasuki karna selain itu dikunci oleh mama, gudang itu juga tidak menjadi tempat penyimpanan barang barang shani, hanya barang barang elektronik yang sudah tidak dipakai yang belum dibuang.
Shani melangkahkan kakinya menuju gudang, melihat kunci gudang yang tertancap dipintunya.
"Gak dikunci ya, bisa bisanya" heran shani.
Namun dia tetap melangkah masuk, melihat gudang itu sedikit berdebu dengan lampu yang menyala didalamnya membuat shani semakin bingung tak karuan "lampunya dinyalain? Ada yang abis masuk apa ya?".
Shani berjalan kesalah satu tempat yang menyimpan banyak kotak kotak kosong, benar saja dugaannya shani, kotak surat itu ada disalah satu tumpukkan kotak kotak kosong yang ada disitu, shani mengambilnya namun malah melihat kesalah satu foto yang membuatnya kaget setengah mati
"Itu aku sama gracia?" Bingung shani, kepalanya sedikit pusing, Pikirannya tiba tiba saja kacau. Shani mengambil kotak suratnya serta foto yang ada ia dapat juga, shani berjalan keluar, menutup pintu gudang, lalu melangkah kekamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Letter (GreShan)
General FictionBanyak hari yang sudah dijalani. Pertanyaan demi pertanyaan sama sekali belum terjawab, seluruh hal menjadi sangat misterius, kalimat kalimat memenuhi benak shani setiap harinya. Hanya lewat konsultasi dan surat surat ia dapat melampiaskan seluruh i...