21

1.9K 146 7
                                    

Langit semakin gelap. Gorden jendela dikamar gracia berterbangan, jendela saat itu belum tertutup membuat suasana kamar benar benar terasa dingin. Shani merebahkan tubuh gracia perlahan diatas kasur, lalu menutup jendela perlahan, dia berjalan keluar dan menutupi pintu lalu menuruni tangga.

Saat berjalan turun shani melihat anin yang sibuk mempersiapkan makan malam. Dia disambut sangat baik oleh anin yang menawarinya makan malam bersama.

"Sebelum pulang, makan dulu shan?" Tawar anin.

"Ah, makan aja anin, aku nanti makan dirumah"

Anin tersenyum pada shani "makan aja gapapa, biar dirumah langsung istirahat"

Shani makin tak enak untuk menolak tawaran anin dia lalu duduk disalah satu kursi, mereka kini berhadapan, piring untuk shani sudah disiapkan anin, mereka berdua mengambil porsinya masing masing. Shani dengan diam sambil sesekali melihat anin yang benar benar diam dan tak melihat kearahnya sedikit pun. Tak ada percakapan diantaranya membuat shani merasa kurang nyaman karna keheningan itu.

"Makasih sudah jaga gracia" ucap anin yang membuka percakapan. perkataan anin itu membuat shani sedikit tersedak.

Shani lalu minum dan baru membalas ucapan anin

"Sama sama, aku yang harusnya terima kasih sama kamu anin karna udah jaga gracia, makasih banyak"

Anin mengangguk "sama sama"

Percakapan mereka berdua lagi lagi tak terhenti, tak ada jawaban yang keluar dari mulut shani ketika anin membalas ucapan terima kasihnya.

Shani lalu meminum seteguk air, dia sudah selesai makan begitupun anin, namun dari mereka berdua tak ada satupun yang bergerak. Shani masih diam ditempatnya begitupun anin. Hanya suara suara kecil yang entah darimana asalnya, benar bensr hening dan terasa sangat sepi.

Shani berdiri perlahan hendak pergi.

"Aku pamit ya, makasih makan malamnya" ucap shani, Dia lalu membalikkan tubuhnya membelakangi anin.

namun sepertinya langkah shani tiba tiba saja terhenti, tubuhnya kembali berbalik menatap anin dengan sedikit kaget, saat sebuah kalimat sederhana keluar dari mulut anin.

"Maaf kalau gracia akhir akhir suka lupa, dia lagi sakit"

Shani menatap anin "aku tau, dan aku bener bener tau bukan hanya sekedar tau"

Anin tersenyum mendengarnya "sakit biasa, paling juga bentar lagi sembuh" ucap anin

"Sekali lagi makasih udah bisa buat gracia ketawa dan bahagia setelah kecelakaan itu, dia butuh kamu dan selalu" sambungnya

Shani tersenyum "sekecil apapun kalau semua hal tentang dia itu penting"

"Baik, kalau begitu, jangan terlalu khawatir, gracia kecapean, cuma sakit biasa jadi gausah terlalu dikhawatiran ya shan"

Shani menatapnya sedikit kaget, dia sedikit marah karna anin berusaha menutupi hal yang sudah diketahui olehnya "Biasa? Tumor otak biasa ya nin?"

Anin memalingkan pandangannya yang semula menatap piring menjadi menatap menuju shani dia menatap shani dengan tajam. Tanpa kata apapun lagi anin langsung berdiri menghampiri shani.

"Dari mana kamu tau?"

"Aku gak perlu jawab darimana, yang jelas aku tau anin, dan kenapa kamu gak coba ngasih tau aku?"

Ucapan shani mulai meninggi membuat anin makin kaget, mereka berdua kini berada pada situasi panas.

"Bukan gamau, tapi ini suruhan gracia"

Shani menatapnya semakin kesal.

"Aku gabakal marah, dan gabakal gimana gimana juga kalau semisal kamu ngasih tau ke aku anin, aku emang udah tau. Tapi aku pikir kamu bakal ngasih tau itu ke aku"

"Yang penting kamu udah tau kan shan? Jadi apalagi yang kamu harapkan?"

Shani terdiam sejenak, dia lalu menatap tajam kearah anin, kedua bola matanya hanya terfokus pada anin saja.

"Pemeriksaan tadi siang"

Anin terkejut bukan main ketika shani mengucapkan kalimat itu untuknya. Tubuh anin tak bisa bergerak, dirinya kaku.

"Apa hasil pemeriksaan tadi siang? Kasih tau ke aku anin!" Tegas shani, dia tanpa sengaja meninggikan suaranya pada anin.

"Gabisa"

Jawaban anin yang dilontarkan untuk shani membuatnya semakin kesal, emosi dan kesedihan yang tercampur dalam diri shani membuatnya tak terkontrol, shani lalu meneteskan air matanya. Pikiran dan perasaannya tercampur aduk, kepalanya dipenuhi rasa takut dan kebingungan.

"Kalau emang udah gak lama lagi, dan makin parah, seenggaknya aku bisa tau anin dan bisa jalanin itu dengan ikhlas, jadi tolong kasih tau aku apa kata dokter soal pemeriksaannya, aku pacarnya anin, berhak buat tau.., kamu gabisa sembunyiin ini terus terusan anin..." shani merendahkan nada suaranya, kalimat kalimat yang keluar dari mulutnya dibumbui rasa sedih yang amat mendalam dari hatinya.

Anin juga ikut meneteskan air mata.

"Aku ngasih tau pun gabakal ngerubah apa apa lagi shan" jelas anin.

"Seenggaknya kasih tau aku sedikit soal itu"

Anin melangkah tiga langkah dari pandangan shani

"Kamu harus bertahan demi dia, sebagaimana dia bertahan untuk kamu, tapi ayo balikkan kata katanya, buat dia bertahan untuk kamu sebagaimana kamu bertahan untuk dia"

Shani menatap anin heran, air matanya terus menetes, tak ada kata yang mampu menjawab kalimat yang ditujukan anin barusan.

"Kamu belum tau shani, kamu belum tau sepenuhnya, kamu masih belum tau, dan aku sedih akan hal itu, bahkan mungkin sampai kematian gracia sekalipun kamu gaakan tau hal yang dia harapkan dari kamu shani"

Shani semakin bingung dia lalu berjalan kearah anin, memegang kedua pundak anin sambil terus menangis "kasih tau aku, apa itu!" Ucap shani.

Anin menarik nafasnya "sudah 7 bulan sakit yang dialami gracia, bukan baru baru ini"

Pernyataan fakta itu membuat shani terdiam, dirinya shock dengan apa yang dikatakan anin. Merasa tidak percaya, shani terduduk disofa air matanya terus menetes dipipinya.

"Aku harap hal yang gracia inginkan dari kamu, bisa kamu wujudkan shani, aku berharap itu"

Shani lagi lagi menatap tajam kearah anin yang sedari tadi mengucapkan banyak hal yang tidak dimengertinya sama sekali, membuat kepala shani pusing dipenuhi pertanyaan dan bayangan bayangan mimpinya sendiri.

"Anin, tolong sekali lagi, bilang ke aku!" Nada shani kembali meninggi, membuat anin memundurkan langkahnya.

"Kamu gabakal tau meskipun aku ngasih tau shani natio!" Anin membentak shani dihadapannya, membuat shani terdiam dengan perkataan anin barusan, mereka berdua kini saling berhadapan tanpa ucapan.

"Gracia gak bakal bertahan selama itu, tapi aku selalu berharap gracia bisa lebih bertahan lama seperti kamu yang bertahan untuk dia, shani"

Shani semakin kebingungan dengan semua kata kata yang didengarnya "aku bener bener gatau dan tolong kasih tau anin, aku mohon"

"Bukan aku yang harusnya ngasih tau kamu, tapi diri kamu sendiri yang akan ngasih tau itu ke kamu, cepat atau lambat kamu bakal dapat jawaban dari semua perkataan aku"

Shani benar benar dihantui akan rasa penasaran. Tubunya lemas dan pikirannya kacau tak karuan.

Last Letter (GreShan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang