Empat : Verleden

640 56 2
                                    

Masih jelas di siang hari itu, Amanda baru saja pulang sekolah, umurnya belum genap 9 tahun, dia mendapati rumahnya porak poranda, dengan Ibunya menangis dan ditenangkan oleh beberapa kerabat dan tetangganya.

"Amanda, jangan pernah kamu anggap laki-laki bajingan itu sebagai ayah, dia udah mati, mati manda!" Ujar Ibunya penuh emosi.

Amanda kecil tidak begitu mengerti maksud dari perkataan ibunya, yang dia pahami sosok yang sehari-hari dia panggil ayah, tiba pernah pulang ke rumah lagi. Amanda kecil tidak banyak bertanya, karena dia tidak ingin tubuhnya sakit-sakit lagi karena dipukuli Ibunya.

Ya, dia tidak sengaja pernah bertanya, kenapa ayahnya tak kunjung pulang. Ibunya yang terbawa amarah, gelap mata dan menghukumnya dengan beberapa pukulan di badan kecilnya. Amanda masih ingat sakitnya.

Amanda adalah gadis yang pintar dan mudah beradaptasi, Ibunya mendadak sibuk dan sering pulang malam untuk menghidupi-nya, dari kecil dia sudah belajar masak, sekedar nasi goreng, telur, atau pun Mie Instan. Dia juga sudah bisa mencuci baju sendiri, dan membersihkan rumah. Dia tidak mau menjadi beban dari Ibunya. Terkadang ketika dia sudah hampir terlelap, dia mendapati ibunya beringsut perlahan dan berbaring disebelah nya, mengelus-elus lembut pundaknya sambil bernyanyi lirih.

"Dan bila jiwaku lelah
Di dalam susah sukarnya
Ku rindu rumah Bapa terang
Di mana aku dapat senang
"

Lagu yang harusnya berisi penghiburan dan pengharapan seorang insan akan akhir bahagia yang dijanjikan Tuhan atas kesabaran, entah kenapa terasa pilu sekali di telinga Amanda. Lullaby yang sering dinyanyikan Ibunya, terasa memiliki beban berat di tiap nadanya.

---

"Amanda, Ibu minta maaf tapi Ibu harus pergi, Ibu harus cari kerja di negeri orang, kalau di pabrik sini, ngga akan cukup, Amanda yang baik-baik ya disini, ada pakde dan bude, Ibu udah nitip kamu ke mereka, kalau ada apa-apa kamu ke mereka langsung ya!"

Itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan ibu Amanda, sebelum merantau jauh ke negeri tetangga, menjadi pahlawan devisa agar bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Amanda sering dipaksa untuk tinggal bersama Pakde dan Budenya, namun jiwa sungkan nya terlalu besar. Anak-anak Pakde dan Budenya rata-rata umurnya tidak jauh dari dia, pasti membutuhkan uang yang banyak dan merepotkan. Dia tidak mau menjadi beban untuk siapa-siapa. Amanda hanya sesekali bermain ke rumah mereka jika dia merasa sudah kesepian sekali.

Malam-malam pertama Amanda sendirian, tanpa ibunya, yang dirasa hanyalah kesepian. Tidak ada lagi Lullaby lagu-lagu rohani yang biasa dinyanyikan Ibunya. Sepi. Sendiri. Kadang Amanda terisak, tapi lebih banyak diam.

Satu tahun pertama Ibunya, masih sering berkabar dan mengirimkan uang secukupnya kepada Amanda, sedang untuk kebutuhan pokok dipercayakan kepada Bude dan Pakdenya, Mereka berdua adalah orang yang amanah, semua pengeluaran tiap bulan dicatat, dan jika ada lebih selalu diberikan kepada Amanda. 

Makin lama kabar dari Ibunya jarang, hanya uang saja yang dikirimkan, tiap bulannya, sampai berbulan-bulan tidak ada kabar. Bahkan, malam natal sekalipun, tidak ada Doa terselipkan untuk Amanda. Amanda tidak mengerti, ada gosip yang tak sengaja dia dengar bahwa ibunya menikah lagi disana dengan kawan sesama tenaga kerja. Entahlah, Amanda menanggap uang-uang yang tiap bulan dikirimkan ibunya adalah tanda kasih sayang terkakhir yang masih ibunya miliki untuk dirinya. 

Sejak ditinggal Ayah dan Ibunya, Amanda memiliki tekad untuk tidak bergantung pada siapapun, dia ingin segera mencari kerja, ingin segera hidup mandiri, tapi apalah yang bisa dilakukan bocah SMP seperti dirinya? Sampai akhirnya semesta tidak sengaja mempertemukan Amanda dengan seorang pemuda yang mungkin hanya berbeda 3-5 tahun dari usianya. Pemuda itu adalah Gita, banyak yang bilang Gita adalah sampah masyarakat, kerjanya hanya menganggur dan jadi beban keluarga.

Two Years (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang