14. Menyatukan Rasa

23.5K 1.3K 10
                                        

Shanum dan Jagat masih saling berpelukan sambil menenangkan nafas yang masih menderu. Masih meresapi apa yang telah keduanya lakukan. Keduanya menatap hamparan danau di depan mereka. 

"Jujur, pertama kalinya aku seperti ini," kata Jagat beberapa saat kemudian.

Shanum mendongakkan kepalanya melihat wajah Jagat dengan bertanya-tanya. Jagat tersenyum dan mengecup bibir yang dia rasa sudah menjadi candunya.

"Sebelumnya aku tidak pernah merasa se-touchy ini. Aku ini orang yang biasa-biasa saja, Sha. Hubungan-hubunganku yang sebelumnya juga biasa-biasa saja, termasuk dengan mamanya Ayang. Aku bukan orang suci tentu saja. Banyak juga dosa-dosa kecil yang aku lakukan. Tapi di hubunganku sebelumnya, aku tidak pernah merasakan dorongan untuk selalu menyentuh, membelai, berdekatan dengan pasangan.  Tapi saat aku bersamamu yang ingin kulakukan adalah selalu menyentuhmu, memilikimu, menandaimu, semuanya. Mungkin karena kamu terlalu cantik untuk aku yang biasa saja ini. Apalagi saat kutahu bahwa hatimu secantik wajahmu. Maaf ya Sha kalau aku gragas saat sama kamu Sha."

"Gragas?"

Jagat terkekeh, dia lupa kalau Shanum tidak bisa berbahasa Jawa sama sekali. "Rakus maksudku. Aku terlalu rakus dengan semua yang ada pada dirimu."

Jemari Shanum kembali membelai wajah Jagat dengan lembut. "Dari tadi kenapa sih ngomong kalau kamu terlalu biasa buat aku, kalau kamu nggak pantas buatku? Tahu nggak sih, Mas kalau kamu jauh dari kata biasa-biasa saja buatku?"

Tangan Jagat menggenggam jemari Shanum yang masih membelai wajahnya. Shanum melanjutkan apa yang ingin dia sampaikan pada laki-laki itu. "Kamu itu baik banget Mas. Kamu selalu bisa buat aku nyaman. Aku juga tidak sebaik yang kamu kira lho Mas. Terkadang aku bisa sangat menyebalkan dan keras kepala. Ada juga saat ketika aku menjadi sangat manja. Kamu juga lihat sendiri jika sedang sibuk aku jadi sulit menghabiskan waktu bersamamu. Hubunganku sebelumnya selalu berakhir karena semua hal itu. Aku harap kamu bisa bersabar bersamaku ya, Mas. Tolong bimbing aku jika kamu rasa sikapku sudah keterlaluan. Tolong bimbing aku juga agar bisa menjadi sosok mama buat Ayang, jika kamu izinkan."

"Kamu nggak perlu izin dariku Sha. Sekarang saja Ayang sudah sangat lengket denganmu. Tiap ada kamu, ayahnya jadi ndak dianggap." keluh Jagat.

Shanum tertawa geli. Memang setiap bersama Ayang, mereka berdua seperti memiliki dunia sendiri. Jagat seakan hanya jadi pemanis saja. Tapi dia tahu, Jagat tidak serius dengan keluhannya itu.

"Jika nanti sikapku terlalu berlebihan, bilang ya Sha. Kita sama-sama saling mengingatkan."

Kembali ditatapnya wajah Shanum. Sampai sekarang dia masih sulit percaya bahwa perempuan secantik Shanum bisa menjadi miliknya. Sambil mengecupi seluruh wajah Shanum, dia tak henti-hentinya bersyukur. Jagat merasa menjadi laki-laki paling beruntung. Shanum memunculkan seluruh sifat laki-laki pada dirinya. Dominan, posesif, teritorial, serta agresif. Gadis itu memberikan warna baru pada kehidupan Jagat yang menurutnya sangat biasa ini.

Jagat sadar dia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi resiko-resiko jika menjalin hubungan dengan perempuan yang penuh pesona seperti Shanum. Dia tahu, akan banyak laki-laki di luar sana yang mendekati kekasihnya. Bahkan jika mereka tahu jika Shanum sudah memiliki kekasih, para laki-laki itu tidak akan berhenti mendekati Shanum. Jiwa posesif yang sebelumnya tidak pernah Jagat miliki langsung muncul ketika berhubungan dengan Shanum. Untungnya dia punya senjata ampuh untuk menghalau lebah-lebah itu untuk mendekati Shanum. Jagat memiliki Ayang. Jagat tahu, Ayang akan sangat posesif terhadap orang-orang terdekatnya. Dan dia yakin, Ayang akan sama posesifnya pada Shanum seperti dirinya. Shanum hanya akan menjadi miliknya, menjadi istrinya, dan menjadi ibu dari anak-anaknya.

***

Hari semakin senja, kedua sejoli itu masih meresapi suasana di sekitarnya sambil berpelukan dan sesekali bercumbu mesra. Banyak hal yang telah mereka bicarakan sepanjang hari ini. Masa lalu, masa sekarang, masa depan, semua sudah keduanya bahas. Semua rasa pada sudah mereka tumpahkan menjadi satu. Shanum semakin mengenal Jagat, begitu juga sebaliknya.

"Mas, Ale rencananya mau disekolahin di preschool punya sahabatku. Gimana kalau Ayang juga dimasukin sana? Kasian nanti kalau Ale sudah sekolah Ayang jadi nggak ada temen. Sekolah sahabatku itu bagus kok aku jamin, beberapa kali aku ke sana, terakhir sama Mbak Mila juga buat trial class Ale. Sekolahnya pakai metode montessori, jadi bagus banget buat anak-anak seusia Ayang sama Ale."

"Apa ndak terlalu kekecilan kalau seusia Ayang masuk sekolah? Kasihan nanti kalau waktu bermainnya berkurang."

"Nggak dong, Mas. Sekolahnya cuma tiga kali seminggu. Kegiatannya juga seperti bermain aja. Montesorri itu membebaskan anaknya mau belajar apa. Aku yakin Ayang bakal suka. Ayang juga bisa interaksi dengan banyak anak-anak seusianya nanti." jelas Shanum. 

"Hmm.. Aku manut Mama Shanum aja lah. Kamu lebih paham hal-hal begini, mana yang terbaik buat Ayang."

"Mas, iihhh..." Shanum tersipu malu ketika Jagat memanggilnya mama.

Jagat tertawa, "Kamu gemesin banget sih, sayang." Dikecupnya pipi Shanum yang bersemu merah itu bertubi-tubi saking gemasnya. "Kamu kan sekarang mamanya Ayang. Aku senang kamu membantuku memikirkan yang terbaik untuk Ayang. Makasih ya sayang. Bantu aku membesarkan Ayang bersama-sama ya."

Sambil tersenyum, Shanum menganggukkan kepalanya. Karena dia sudah jatuh cinta kepada gadis kecil bernama Ayang, sama besarnya dengan cintanya pada ayah anak itu.

"Sha, kalau dalam waktu dekat ini kamu ku ajak menemui orang tuaku di kampung mau?" Sebenarnya Jagat merasa sedikit was-was menanyakan ini. Dia masih sedikit trauma dengan sikap mantan istrinya dulu terhadap orang tuanya karena hanya seorang petani biasa. Walau Jagat tahu, Shanum sangat berbeda dengan Anti. Tapi tetap saja rasa was-was itu ada.

"Boleh, Mas. Nanti bisa kuatur jadwal pekerjaannya biar kita bisa berangkat. Aku juga sangat ingin bertemu dengan ayah dan ibumu, Mas." kata Shanum dengan tulus. "Kita kesana bareng-bareng sama Ayang ya."

Jagat semakin mengeratkan pelukannya. Dia tidak bisa membendung rasa bahagianya. Dia merasa hidupnya telah lengkap. Rasanya tidak sabar untuk segera membuat gadis ini resmi menjadi miliknya baik secara agama maupun negara.

Langit yang semakin menggelap tidak membuat Jagat ingin beranjak dari sana. "Sha, kita pulangnya agak malaman ya. Aku masih mau di sini sama kamu."

"Kasihan Ayang nanti, Mas. Kalau kecarian gimana ntar?"

"Ndak bakal. Dia pasti malah pengennya kita pulang telat, jadi bisa makin lama mainnya sama Ale," kata Jagat dengan tawa.

"Boleh deh," ucap Shanum sedikit ragu.

Didongakkan lagi wajah Shanum menghadapnya. Sekali lagi Jagat lahap bibir merah menawan itu segenap hati. Beberapa saat lamanya hanya terdengar suara kecupan basah dan desahan nafas dua sejoli yang sedang dimabuk cinta itu. Suara yang mengiringi panasnya malam di antara mereka berdua.

BersamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang