7

3.5K 335 15
                                    

Matahari belum naik sepenuhnya, jam jam yang masih segelintir orang memulai aktivitas. Namun Jeno harus terbangun sebab mendengar istrinya muntah muntah di toilet. Sekilas melirik jam yang menunjuk pukul lima pagi sebelum beranjak menyusul Renjun.

"Sayang, Renjun..."

Renjun hendak menoleh tapi rasa mual kembali menyerang dan membuatnya memuntahkan isi perut yang belum berisi apa-apa. Tentu hal itu sedikit membuat perutnya agak perih.

Jeno ikut bersimpuh, mengusap tengkuk serta punggung Renjun. Akhirnya setelah beberapa saat rasa mual Renjun mereda, tidak lagi muntah-muntah namun jatuh lunglai di dekap hangat suaminya.

"Terbangun ya? Hehe maaf." Lirih Renjun sembari tersenyum tipis.

Senyum yang merekah pun tidak buat Jeno lepas dari kecemasan.

"Pagi ini kita langsung ke dokter." Kala Jeno sudah bertitah apapun tak ada yang bisa mengubahnya.

Renjun mengangguk, pasrah ketika Jeno mengangkat dan membawanya kembali ke ranjang, merebahkan calon ibu dengan penuh kehati-hatian.

"Ini masih sangat pagi, tidur saja lagi."

Anggukan kecil Renjun beri, merapat pada suaminya lalu memejamkan mata. Menikmati usap hangat hingga istri tuan Pilot itu kembali arungi dunia mimpi.

Akan tetapi Jeno enggan ikut terlelap, betah menatap dengan raut sendu. Dia begitu khawatir, meski mengetahui memang ini lah yang seharusnya terjadi tapi tetap Jeno merasa tak tega.

Usai menghela napas Jeno memutuskan bangkit, sangat pelan supaya tidak mengganggu lelap sang istri. Jeno berencana olahraga pagi ini di ruang fitness pribadinya. Ia butuh pengalihan sejenak.

Sebelum beranjak Jeno memperbaiki selimut dan mengecup kening Renjun.





Jeno tengah sibuk menyiapkan sarapan saat bell pintu berbunyi nyaring. Merasa bingung dengan siapa yang pagi ini sudah bertamu ke kediamannya. Kompor ia matikan sebelum bergegas menuju pintu depan. Takut suara nyaring bell membangunkan Renjun.

"Selamat pagi captain Jeno!"

Tutur riang dari wanita cantik itu justru membuat Jeno tambah kebingungan. Untuk apa Julia bertamu sepagi ini di apartemennya?

"Ada perlu ada kau kesini?"

Bukannya menjawab Julia malah berusaha mengintip ke dalam apartemen Jeno. Entah apa yang di cari.

"Julia."

Ujar datar dan dingin lantas mengambil atensi Julia. Tidaknya takut atau gugup wanita itu malah senyum lebar.

"Boleh aku masuk captain? Tidak baik membuat seorang tamu berdiri di luar."

Netra memicing, lengan pun bersedekap. Jeno masih berupaya sabar tapi Julia sangat tidak tahu diri. Tamu? Tidak penting sekali.

"Maaf tapi aku tidak sedang menerima tamu, aku hendak pergi."

"Boleh aku ikut, Captain?" Julia melangkah maju, hampir berjarak beberapa senti dari Jeno tapi Jeno refleks mundur.

"Bukan uru—"

"Jeno? Siapa itu?"

Sontak Jeno menoleh ke belakang dan menjadi kesempatan bagi Julia untuk menerobos masuk sebelum dirinya mematung ketika mendapati Renjun berdiri di hadapannya.

Atas dasar apa model ternama Renjun Quinn berada di dalam unit apartemen Jeno dengan penampilan berantakan! Julia mengernyit tidak suka. Apa seseorang yang menggoda Jeno selama penerbangan ke Milan kemarin adalah Renjun?

"Kenapa kau ada di apartemen captain Jeno?" Tanya Julia sambil menatap sengit Renjun. Rencananya untuk bertamu dan meluluhkan hati Jeno lantas kandas di dahului oleh model ini. "Jadi begini ya pekerjaan model ternama di balik kamera. Menjadi orang panggilan."

"Julia!" Geram Jeno, seketika mencengkram lengan wanita itu hingga membuatnya merintih.

"Ya, aku adalah jalangnya Jeno. Kenapa? Iri ya? Kau tidak bisa membawa Jeno ke ranjang mu."

"Ren..." lirihan Jeno hanya dapat lirik singkat dari Renjun. Tanpa kata hanya tatap sesaat Jeno sudah paham bila Renjun ingin bermain. Beri pelajaran pada Julia.

Kaki jenjang nan mulus bawa mendekat sampai berhadapan. Wajah terangkat angkuh, memandang rendah sang lawan.

"Frustasi ya? Cara-cara murahan mu gak berhasil menarik perhatian Jeno hingga nekat menemuinya langsung. Padahal jelas-jelas Jeno menatap risih dan tidak suka padamu. Obsesi menutup akal sehatmu?"

Sekali sentak, tas selempang Julia Renjun rebut kemudian membuka tas tersebut dan mengeluarkan botol obat kecil yang seketika membuat Julia menegang.

"Oh begini rencananya." Renjun menoleh pada Jeno. "Bertamu, berharap di suguhkan teh dan berniat mencampurkan obat perangsang. Pramugarimu ini sangat luar biasa sekali Jeno." Renjun bertepuk tangan.

"Ti-tidak sopan. Kau sendiri menggoda Jeno, apa kata orang bila tahu model kebanggaan mereka bertingkah murah juga."

Lantas Renjun terbahak mendengar penuturan Julia.

"Justru kau yang tidak sopan menggoda suami orang."

"A-apa? Kau pasti berbohong."

"Lantas buat apa cincin melingkar di jariku dan Jeno?"

Melalui ekor mata Julia melirik dan benar saja ada cincin di jari manis Jeno Renjun masing-masing. Julia mulai kehabisan akal, tapi masih menolak fakta bahwa pria incarannya telah memiliki pasangan. Enggan percaya jika perjuangannya selama ini sia-sia.

Sia-sia karena model ini. Sia-sia karena Renjun telah merebut miliknya!

Dalam gerakan cepat Julia berhasil lepas dari cengkraman Jeno lalu dengan gesit melangkah kearah Renjun dan menamparnya.

"Cukup sudah!" Teriak Jeno. Menarik Julia menjauh dari Renjun. "Kau di berhentikan dari maskapai."

Usai Jeno berucap beberapa security datang kemudian mengamankan Julia yang tengah mengamuk. Ternyata Renjun sudah diam-diam memanggil security.

Jeno lekas memeluk Renjun, menangkup wajah cantik itu lalu meringis saat melihat bekas merah tamparan wanita gila tadi. Jeno mengusap lembut bekas tamparan itu.

"Seharusnya sejak awal aku langsung mengusirnya. Ren... maaf. Kau dan adek pasti syok bukan. Kupastikan hal ini akan kubawa ke jalur hukum."

Renjun diam, sorot matanya kosong. Namun tak lama tetes jatuh basahi pipi.

"Bagaimana jika dia berhasil melakukannya? Bagaimana jika kau terjebak dalam rencananya? Bagaimana seandainya dia berhasil memasukan obat itu ke dalam minuman mu..." isak Renjun, meremat lengan Jeno erat.

"Sshh... semua bayanganmu itu tidak akan pernah terjadi, sayang." Kecup Jeno bubuhkan di seluruh permukaan wajah Renjun, juga turut hapus jejak air mata yang mengganggu kecantikkan istrinya. "Mau dia pakai cara sekotor apapun aku akan tetap memilihmu."

"Bagaimana jika suatu saat kau bosan bersamaku dan berpaling?"

"Tidak akan pernah! Aku bersumpah Ren, lebih baik mati daripada kehilangan dirimu. Meski kau mengusirku, aku akan berlutut dan memohon padamu."

Senyum sedikit menaik, tatap yang mula kosong mulai kembali binarnya. Telapak kasar yang masih menempel di pipinya ia genggam.

"Terima kasih sudah mencintaiku sedalam itu."

Jeno raih tubuh mungil dalam dekap hangatnya kemudian ia gendong seperi koala. Memagut penuh kasih pada bilah merah muda itu.

TBC

Mr. Pilot || NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang