SLOW UPDATE || VERSI HAPPY ENDING!
Jeno berjanji pulangnya adalah Renjun, juga anaknya yang sedang bertumbuh di perut istrinya. Tapi saat tragedi itu terjadi, pulangnya tetap pada Renjun atau dia menuju 𝘱𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨 yang lain...
Pilot jn x model rj
...
Urusan perut sudah teratasi, kini para crew cabin berpencar menikmati keindahan pusat kota London, berbelanja atau sekedar berjalan santai menyusuri tepi jalan yang entah kemana kaki ini melangkah. Hal terakhir itu lah yang Jeno lakukan.
Seorang diri melangkah menyesatkan diri kemana arus membawa. Okay, agaknya terlalu berlebihan, tenang saja Jeno tidak akan begitu mudah tersesat di London. Toh ini bukan pertama kalinya dia menginjakkan kaki di sini.
Manik dominan memperhatikan setiap hal yang menarik atensi. Kebanyakan ia suka menilik beberapa keluarga kecil yang berlalu. Jeno tak bisa menahan senyumnya ketika melihat sepasang suami istri serta bayi kecil mereka yang berada di gendongan sang ayah. Jeno berandai jika itu adalah gambaran dirinya kelak setelah jagoannya lahir ke dunia. Ia tak sabar, ia sungguh menanti setiap momen berharga anaknya.
Jeno lanjut berjalan, mengarah tungkai pada satu titik. Perlahan masuk dan di sambut ramah oleh seorang karyawan. Hampir setengah jam Jeno memilih dengan hati hati hingga pilihan jatuh pada seutas kalung yang seperti berbentuk kepingan salju. Sudut bibir menaik sedikit, betapa nanti keindahan kalung ini akan menambah kecantikan sang istri tersayangnya, Renjun.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jeno harap Renjun menyukai hadiah darinya. Meski ini nampak tak sebanding dengan pengorbanan istrinya yang tengah mengandung. Tangan merogoh saku, mengambil barang paling berharga miliknya.
Bros samoyed, hadiah dari Renjun saat di Milan lalu. Tidak pernah ketinggalan di mana pun dia berada, Jeno selalu membawanya bagai sebuah jimat keberuntungan. Jeno lantas mengecup bros itu, sedikit melampiaskan rindu yang sesak karena berjauhan dari sang kasih.
"Sayangku.. Sebentar lagi ya."
"Akhirnya balik kandang." Seru Jaemin sambil menekan beberapa tombol kemudi pesawat. Di sebelah Jeno terkekeh dengan mata yang awasi landasan terbang.
"Akhirnya tugasku selesai." Ujar Jeno, melambai singkat pada petugas di bawah sana lalu kemudian pesawat yang ia kendarai mulai bergerak menuju runway.
"Iya tugas terbang selesai tapi tugas berbentuk berkas, file, menanti di kantor pusat. Selamat yang akan menggantikan Mr, Donghae sebagai CEO utama." Goda Jaemin dengan alisnya yang sengaja menaik turun. "Bisa nih minta naikan gaji hehe. Habisnya biaya nikah sekarang mahal sih."
Ucapan Jaemin buat dahi Jeno mengerut.
"Nikah?"
Jaemin senyum lebar, lekas dia mengambil sesuatu dalam tas kecil di samping. Sebuah kotak yang ketika di buka menampakkan cicin di dalam sana.
"Aku mau lamar Haechan. Doain ya supaya di terima. Kalau ngga di terima sudah pasti aku pakai jalur pelet." Kekeh Jaemin yang disambung oleh Jeno. Pilot Air Queen One itu tak habis pikir dengan Co-Pilot nya itu.
Waktu setempat merujuk pada pertengahan malam, dan jika tidak ada kendala apapun perkiraan mendarat tepat pada sore hari. Jeno sudah berangan kala melihat figure sang istri nanti, ia akan memeluknya dengan erat, mengecup keseluruhan wajah ayu-nya dan tidak lupa menyapa jagoan kecilnya yang sedang bertumbuh di perut sang ibu.
Bros samoyed yang terpasang di seragam Jeno genggam sejenak sambil berdoa dalam hati agar penerbangan terakhirnya lancar sampai tujuan.
"Ladies and gentlemen, this is your captain speaking. I would like to welcome you aboard AIR QUEEN ONE Airlines flight 789C to South Korea. We will be flying at an altitude of 37,000 feet at a ground speed of 560 miles per hour."
"Your safety and comfort are our top priorities, so please pay attention to the safety demonstration by our flight attendants and follow their instructions at all times. Please also review the safety card in the seat pocket in front of you."
"If you have any questions or concerns during the flight, please don’t hesitate to contact one of our flight attendants. They will be happy to assist you."
"Thank you for choosing AIR QUEEN ONE Airlines. We hope you have a pleasant flight."
Pengumuman sebelum take-off telah Jeno ucap, posisi pesawat pun sudah pada jalur runway. Jeno dan Jaemin saling mengangguk, maka kemudian pesawat Air Queen One pun lepas landas.
***
Pagi ini di kediaman Lewis nampak ramai. Para pelayan berlalu lalang menyiapkan berbagai kebutuhan untuk pesta kecil nanti. Merapikan halaman belakang -tempat utama pesta-, menyiapkan rempah bumbu, memotong daging dan masih banyak lagi hal yang harus dikerjakan. Semua tak luput dari pengawasan si Tuan rumah, Renjun.
Walau kemungkinan pesta akan di laksanakan pada sore hari, Renjun tetap bersemangat sejak matahari mulai terbit.
"Yaampun Renjun! Kamu duduk aja sayang. Jangan angkat angkat barang. Ingat pesan Jeno." Peringat Tiffany, khawatir jika menantunya itu kelelahan.
Senyum malu malu Renjun ulas, segera melepas keranjang buah yang tadi ingin ia pindahkan.
"Hehehe maaf ma." Cengir si manis kemudian langsung duduk guna mengistirahatkan diri. Sekarang baru berasa kakinya pegal pegal. Ini kalau ada suaminya sudah pasti langsung di pijat dan kena omelan panjang. Ah.. Renjun jadi semakin rindu.
"Jeno sudah berangkat Ren?" Wendy datang lalu duduk di samping anak tunggalnya.
"Sudah ma, tengah malam tadi take-off, perkiraan sore datang." Jawab Renjun sembari membuka mulut dan melahap sesendok berry smoothie dengan Wendy yang menyuapinya.
"Renjun kangen banget sama Jeno. Pokoknya pas Jeno datang Renjun mau peluk erat sepuasnya!" Celetuknya cukup keras tanpa sadar, kalimat yang harusnya cuma terdengar dalam benak justru bocor dari mulut. Sontak buat pipi gempil itu merona malu saat maniknya menubruk punya Tiffany dan Wendy. Si mungil beringsut malu sambil menggigiti sendok.
Tiffany yang tak tahan langsung menyerang pipi sang menantu, di uyelnya, di cubitinya hingga buat Renjun merintih dan berteriak panggil nama Jeno.
"Eitss.. Suamimu ngga ada di sini. Jadi ngga ada yang marahin mama."
"Ma udah! Hiks! Jeno!"
Keceriaan mengisi suasana pagi. Gelak tawa, rintihan kekesalan dan hangatnya sinar matahari yang masuk ke dalam rumah. Kehidupan damai dan bahagia, hati yang menunggu sang jiwa pulang. Maka tak ada yang terbesit di pagi hari itu jika suasana bisa saja berubah mencengkam.
***
Duar!
"Captain! Mesin sayap kiri meledak!"
"Seimbangkan Jaemin! Tumpu pada sayap kanan. Kita lakukan pendaratan darurat di atas air!"
Suara peringkat dari mesin utama berbunyi nyaring, turut berpacu dengan degub jantung menompa kencang akan situasi yang mendadak kacau. Jeno dan Jaemin berusaha mengatasi namun tak lama kemudian suara ledakan kembali terdengar. Sayap kiri mengalami ledakan kedua kalinya.
"Tekanan udara berkurang! Segera turunkan masker oksigen!" Seru Jeno. Mulutnya berdecak sambil menahan kuat kemudi. Otaknya berpikir keras guna mencari solusi.
"Ya Tuhan! Sebenarnya apa yang terjadi?!" Teriak Jaemin frustasi.
Bunyi bunyi peringatan menggema keras di kokpit. Peluh sebesar biji jagung basahi wajah pilot dan co-pilot itu.
Mereka tidak boleh menyerah, mereka pasti bisa melakukan pendaratan darurat sebelum terjadi hal yang lebih menakutkan. Ratusan nyawa mereka bawa dan menjadi tanggung jawab yang di pikul.