15

2.9K 295 11
                                    

Sampai pagi menyambut pun badai belum lah berhenti. Masih beradu meluncurkan guyuran yang tak tahu kapan redanya. Beruntung kilat menyeramkan tidak lagi menggelegar.

Renjun sudah terbangun semenjak pagi buta. Dirinya akhirnya bisa tidur setelah puas menangis. Entah diarah jam berapa ia tertidur tapi itu sama sekali tidak membuat tubuhnya membaik. Kepalanya terasa pusing bersamaan dengan mual yang mendadak datang. Badannya lemas, bibirnya pun pucat.

Tiffany yang masuk ke kamarnya sontak berteriak, memanggil manggil nama menantunya yang diambang kesadaran. Meski kelopak ingin lah menutup namun Renjun berupaya menahan. Bibirnya yang pucat pasi bergerak.

"Ma.. Kabar Jeno.." Lirih Renjun sangat pelan, bahkan napasnya sedikit tercekat.

"Ren! Kita ke rumah sakit sekarang!"

Chanyeol masuk disertai Wendy di belakangnya. Menatap nanar anak semata wayang mereka. Dengan kondisi yang tengah melemah pun Renjun masih sempat menyuarakan tanya atas Jeno, dan orang tua mana yang bisa tahan melihat itu semua. Ayah dari submisif manis itu lalu mengangkat tubuh sang anak.

"Anak papa tolong bertahan."

Kepala Renjun kembali berdenyut, namun kali ini serangannya tidak main main. Begitu sakit hingga mampu buat ia tak sadarkan diri. Suara suara yang memanggil namanya penuh kekhawatiran menyahut keras, tapi sayang Renjun tak punya tenaga lagi untuk sekedar membalas.

"Beruntung tidak terjadi hal yang menakutkan. Kondisi mu sudah lumayan stabil, tapi tetap kau harus di rawat dulu di sini."

Haechan menghela napas saat Renjun tak kunjung menaruh perhatian padanya. Diam melamun. Tepukan pelan di bahu, Dokter kandungan itu beri pada pasiennya.

"Ren."

Renjun tersentak, lekas ia menengok dan kasih senyum kecil. "Iya? Jadi gimana kondisi ku? Apa bisa pulang?"

Sesaat Haechan menatapnya nanar tapi buru berganti, ia sangat paham apa yang tengah Renjun rasakan. Karena ia pun masih samanya cemas namun untungnya lebih bisa mengendalikan diri.

"Kondisi mu cukup stabil, Ren. Tapi tidak cukup stabil untuk rawat jalan."

"Tapi aku harus ke bandara. Aku mau menunggu Jeno pulang. Kabar baik pasti datang."

Sorot Renjun penuh harapan agar Haechan mengerti. Tubuhnya sudah baik-baik saja dan ia mampu menunggui Jeno-nya pulang di bandara.

Akan tetapi, kala melihat reaksi Haechan yang justru menghela napas dan memejamkan mata sejenak, Renjun tahu jika keinginannya tak bisa di kabulkan.

"Enggak bisa ya.." Renjun menunduk, maniknya berubah sendu. Rematan pada selimut Renjun lampiaskan.

"Ren.. sempat terjadi pendarahan saat kau pingsan tadi. Meski itu hanya pendarahan ringan tapi tidak menutup kemungkinan jika itu bisa membahayakan kalian berdua." Haechan genggam tangan Renjun. "Jangan memaksakan diri mu. Kau sendiri yang bilang bahwa Jeno dan Jaemin adalah pilot yang hebat. Tim penyelamat kembali dikerahkan tadi pagi mencari mereka. Bahkan ayah mertua mu turut ikut mencari. Jadi jangan khawatir ya, sekarang tugas kita hanya menunggu dan berdoa untuk keselamatan semuanya."

Haechan tidak berharap ucapannya mendapat balasan, tetapi ia yakin kalau Renjun mendengarkan. Maka dari itu setelah menyelesaikan tugasnya Haechan pergi.

Ketika di depan pintu Dokter berkulit tan itu langsung disambut Tiffany dan Wendy, kentara sekali kekhawatiran terpampang di wajah mereka. Melalui sorotnya Haechan sudah bisa menebak, cukup menganggukkan kepala dan memunculkan senyum, Tiffany dan Wendy agaknya sedikit bisa bernapas lega.

"Terima kasih Dokter Haechan."

***

Badai lumayan mereda dibanding semalam. Sekarang tersisa awan hitam yang tak kunjung pergi dari langit bumi, bahkan mungkin ini cuma mereda sejenak sebelum kembali menerjang. Siaran tv menggema di sepenjuru kamar. Menyiarkan berita yang sudah ia tahu. Ganti siaran lain pun percuma, tidak ada yang menarik. Maka yang sedari tadi Renjun lakukan hanyalah banyak melamun sambil memandangi langit yang masih nampak kelam.

Mr. Pilot || NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang