6

4.1K 342 7
                                    

Mulanya Jeno berencana tinggal lebih lama di Milan, berlibur bersama Renjun menikmati waktu berdua sebelum kembali pada susunan jadwal padat. Namun semenjak kabar bahagia datang bersamaan dengan keputusan mendadak dari sang calon istri, Jeno mengubah seluruh rencana.

Meski Renjun berkata ia baik-baik saja tapi tetap tidak menutup kemungkinan jika seseorang yang tengah hamil muda bisa mengalami perubahan drastis. Maka dari itu Jeno mengurungkan niat membawa Renjun menjelajahi Milan dan memutuskan untuk segera pulang.

Bedanya kali ini Jeno bukan menjadi sang pengemudi pesawat, dirinya berubah menjadi penumpang biasa agar bisa menemani Renjun. Gejala awal kehamilan mulai muncul, Jeno tentu sangat khawatir dengan kondisi Renjun. Apalagi wajah yang biasa merona cerah kini memucat akibat banyak kehilangan asupan.

"Jeno... mual..." lirih Renjun. Tangannya mencengkram kemeja Jeno guna menahan gejolak dalam perut.

Heran, mengapa setelah Jeno tahu bayinya jadi rewel? Padahal sebelumnya baik-baik saja. Apa bayinya menginginkan perhatian Papanya?

Rematan pada kemeja terlepas, di ganti oleh genggam hangat dengan ibu jari yang mengelus halus punggung tangan si cantik.

"Mau ke toilet atau ku ambilkan kantong muntah?" Tanya Jeno hanya di balas geleng lesu. "Sayang... maaf."

"Eung? Maaf kenapa?" Perlahan angkat wajah lalu kedua manik saling bertemu. Renjun bisa melihat jelas kecemasan dalam sorot Jeno.

"Maaf membuat mu seperti ini." Ungkapnya, perlahan maju dan menorehkan kecupan ringan di pelipis sang calon istri. Mata memejam sembari belai perut berisi buah cinta mereka.

Kekehan kecil terdengar, ulas senyum manis agar menenangkan gelisah pada dominannya. Jemari lentik kemudian menyentil pelan hidung mancung itu.

"Buat apa minta maaf? Orang hamil muda memang begini, sayang. Tak perlu cemas berlebih."

Tetap Jeno enggan setuju, dari pandangannya Renjun nampak rapuh.

"Kau pucat sekali, aku tidak suka melihat kasihku kehilangan rona wajahnya." Tatap turun, memusat pada birai pucat itu. "Jika bisa, biar aku saja yang mengalami semua keluh mu." Bibir Jeno menjumpai punya Renjun, melumatnya penuh cinta tanpa tuntutan nafsu.

Kadang Renjun merasa ini mimpi. Mendapat seorang yang sangat mencintai dan memujanya, yang seharusnya hanya bisa dijumpai dalam tokoh fiksi. Turut terlintas juga akan kebaikan apa yang telah ia lakukan sehingga pria tampan ini berhasil ia miliki.

"Tuhan sangat baik mengirimkan dirimu untuk diriku yang banyak kurangnya ini."

"Tuhan lebih baik hati padaku karena memberikan salah satu malaikat terbaiknya untuk aku miliki."

"Serius, kamu harus berhenti berteman dengan Jaemin."

"Kenapa? Jantung mu berdebar ya."

Jeno merebahkan kepalanya di dada Renjun guna mendengar alunan favorite-nya. Kekehan halus terdengar ketika Jeno menggerakkan kepalanya di sana. Jemari kecil memberi elus, hampir membuat si Pilot terbuai dalam mimpi, lekas Jeno bangkit.

"Seharusnya kamu yang beristirahat, bukan aku."

"Baiklah suami ku."

Bilah merekah lalu mencuri kecupan tanpa aba-aba.

"Curang, istri ku gemas sekali. Bikin aku tergila-gila terus."

Balas berupa senyum kecil sebab Renjun mendadak merasa pusing. Jeno yang tahu lekas membawa tubuh mungil berbaring nyaman. Menyelimutinya hingga sebatas dada.

Perut yang berisi buah cinta mereka tak henti Jeno usap, sambil berbisik guna menenangkan dan meminta sang calon anak agar tidak mengganggu istirahat sang ibu.

Mr. Pilot || NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang