Lautan.
Sebagian besar menempati bumi melebihi daratan.
Alunan ombaknya menenangkan, kemilau cahaya matahari pada permukaannya sungguh mempesona.
Meski masih memiliki misteri akan dalamnya dasar samudra namun itu tidak membuat laut kehilangan pesonanya.
Akan tetapi seluruh pesona itu bisa berubah dan menghadirkan mimpi buruk yang tak pernah dibayangkan.
"Evakuasi seluruh penumpang! Buka pintu darurat, segera siapkan perahu karet."
Rasanya Jeno tak diberi jeda sama sekali, usai melakukan pendaratan darurat yang untungnya berjalan mulus. Setelah mengirimkan sinyal titik koordinat pada control tower terdekat, tanpa basa basi sang pilot dengan cepat beranjak dan mengomandoi protokol evakusi.
Bahkan Jeno sampai tidak menyadari bros samoyed berharganya jatuh dan tertinggal dikursi kemudi. Pikirannya saat ini hanya tertuju pada keselamatan semua penumpang.
Pintu darurat terbuka, dan reaksi pertama menegang kaku. Soobin selaku pembuka pintu meneguk saliva oleh pemandangan yang tersaji. Badai menerjang ganas dengan ombak tak henti buat gulungan besar. Sempat terpikir olehnya apa menetap dipesawat lebih baik ketimbang menembus badai.
Namun benak pramugara muda itu tak diperkenankan meragu lama sebab tarikan keras di bahunya buat kesadaran dan atensi tertuju pada sorot tajam sang pilot.
"Apa yang kau lakukan, cepat menyingkir dan siapkan perahu karet. Jangan buang waktu!" Bentak Jeno yang tidak habis pikir lihat kelakuan salah satu awak kabinnya.
"Kap-kapten tapi di luar sana badai sangat besar." Suaranya tertahan bak terhalang sesuatu kala ingin menyuarakan sedikit ketidaksetujuan. Cicitnya lemah, sorotnya layuh, agar sang kapten paham keraguannya.
Akan tetapi, cengkraman kuat pada kerah baju ia rasakan sebagai balasan. Di jarak sedekat ini Soobin bisa dengar geraman atas murka yang tertahan dari Jeno.
"Pilih. Mati meledak di sini atau terombang ambing di lautan." Nadanya rendah penuh syarat peringatan. Emosinya meningkat tapi ini bukan saat yang tepat melampiaskan.
Dengan satu hentakan kasar Jeno hempaskan tubuh kurus itu tanpa dengar jawab atas pertanyaan tadi. Tanpa banyak kata Jeno langsung menceburkan diri, diikuti beberapa pramugara lainnya, sedang sebagian pramugara melemparkan perahu karet yang telah dipersiapkan ke permukaan air.
Jeno lekas menarik tali hingga membuat perahu karet mengembang sempurna dan layak digunakan.
Ada sekitar sepuluh perahu karet yang menyambung satu sama lain. Para pramugara tetap berada di air guna memastikan perahu tidak tergulung ombak, dan menjadi jembatan kala penumpang mulai turun.
Jeno dengan cepat kembali naik ke pesawat guna memeriksa apakah seluruh penumpang sudah mengenakan life jacket.
"Semua penumpang sudah memakai pelampung, kapten." Laporan dari Yeri Jeno terima, beri sekilas lihat kemudian mengangguk.
"Silangkan tangan saat melompat ke laut, jangan lepaskan pelampung sebelum menemukan tempat aman, jangan membawa banyak barang. Nyawa lebih berharga dibanding apapun!" Jeno berseru lantang. Mengingatkan dengan kalimat yang sama berulang kali.
Satu per satu penumpang mengisi perahu. Raut ketakutan sangat kentara di wajah mereka ketika mengetahui keadaan di luar, namun tak bisa berbuat banyak selain berdoa.
Badai masih menyerbu, kilatan petir juga masih menyahut ribut. Tetapi itu tidak jadi penghalang bagi Jeno. Api yang berkobar pada sayap kiri masih menyala bahkan makin naik ke badan pesawat, melihat itu Jeno semakin menyuruh para penumpang agar bergerak lebih cepat.
Seluruh penumpang lekas beralih mengisi perahu. Semua nampak aman terkendali hingga saat Jeno memastikan sudah tidak ada lagi urusan di sini suara ribut terdengar dari arah pintu darurat.
"Anakku! Anakku tidak ada! Ella-ku tidak ada?!" Berasal dari seorang ibu muda yang kehilangan anaknya.
"Ibu, mungkin anak ibu sudah berada di perahu." Karina berusaha menahannya yang hendak kembali menerobos masuk.
"Dia tidak ada! Tolong biarkan aku mencarinya sendiri. Ella... anakku." Jeritnya tak tertahankan, tangisnya jua meluruh perih.
Jeno bergegas mendatangi ibu muda tersebut. Menahan kedua pundaknya dengan sorot menatap tepat di manik si ibu. "Saya akan mencari anak ibu, saya akan membawakan anak ibu kembali."
Ibu muda itu lantas menggeleng ribut. "Ikut sertakan aku." Pintanya memohon pada Jeno.
"Terlalu berbahaya. Ibu tolong percaya pada saya. Anak ibu pasti saya temukan." Setelah beri penjelasan dan ketenangan akhirnya si ibu menyetujui.
"Jaemin, tolong bawa ibu ini ke perahu. Lalu kalian..." Jeno menatap ke sisa pramugara dan pramugari yang masih di pesawat. "Pergi duluan. Aku sendiri yang akan mencarinya."
"Jeno!" Jaemin tak setuju.
"TURUTI SAJA PERINTAHKU!" Bentak Jeno. Berbalik, dan tanpa buang banyak waktu lagi ia segera mencari anak tersebut. Mengabaikan teriakan Jaemin yang memanggil tak henti.
Mata sesekali lirik sayap kiri, meski sudah berada di atas permukaan air, api yang melahap seakan enggan padam. Jeno punya satu kekhawatiran, tapi lekas fokus dan berharap jika perkiraannya meleset.
Langkah seirama dengan napas memburu. Kaki bergerak gesit dengan mata memicing tajam mencari keberadaan seseorang. Peluh dingin banjiri wajah serta dada berdebar riuh.
"Ella! Ella!" Teriakan beradu bersama gemuruh di luar. Jika gadis kecil itu benar di sini, Jeno harap dia dapat mendengar suaranya.
Hingga Jeno mendengar tangisan lirih. Tubuhnya berputar mencari lebih jelas sumber suara.
"Hiks.. ibu.. ibu.."
Arahnya dari bagian ekor pesawat, maka Jeno berlari kesana.
"Ella! Kau di mana?!"
"T-tolong!"
Terjawab sudah Ella berada di toilet yang sialnya mendadak terkunci.
"Ella?!"
"P-paman pi-pintunya tidak bisa dibuka."
"Paman akan mendobrak pintu ini. Ella harus mundur, mengerti?"
Terdengar jawab lirih dari Ella dan tanpa banyak kata lagi Jeno langsung mendobrak pintu toilet tersebut. Pintu terbuka, Jeno mendapati Ella tengah meringkuk di pojok sambil menangis.
"Hei.. sayang, ayo kita segera pergi dari sini." Walau tak punya banyak waktu tersisa, menenangkan gadis kecil yang ketakutan perlu Jeno lakukan, apalagi melihat tubuh Ella yang sangat gemetar buat Jeno merasa iba.
"Ibu?"
"Iya, ibu mu sedang menunggu mu. Ella sudah aman, okay."
Ella mengangguk, meraih tangan Jeno untuk ia genggam erat. Begitu keluar Ella sangat terkejut melihat pemandangan sekitar, tubuhnya kembali bergetar ketakutan.
Jeno yang sadar pun langsung menggendong Ella. Beri usap halus pada pucuk kepalanya. Ella pun turut memeluk Jeno erat.
"Ella dengarkan Paman," sorot tajam itu menatap si kecil penuh. "Apapun yang terjadi jangan lepaskan pelukan ini. Kalau Ella merasa takut pejamkan mata saja, okay."
Anggukan ribut dalam dekapnya Jeno rasakan. Matanya memindai sepanjang lorong, bagian kiri yang terbakar mulai merambat ke dalam, dirinya harus berlari dengan cepat untuk mencegah kemungkinan yang terjadi.
Setelah memastikan gendongannya pada Ella aman, lalu menarik napas, Jeno berlari sekencang mungkin.
"JENO CEPAT LAH?!"
Jaemin diujung lorong berseru lantang. Usai memastikan para penumpang dan awak kabin mengisi perahu karet, ia dengan berani kembali memasuki pesawat untuk Jeno. Mana mungkin Jaemin bisa tenang disaat sahabatnya menantang kematian di dalam sana.
Dan, kala netranya menemukan sosok pilot yang berhasil menyelamatkan anak dari ibu muda itu, Jaemin bernapas lega.
Akan tetapi...
Duarrr
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Pilot || NOREN
Fiksi PenggemarSLOW UPDATE || VERSI HAPPY ENDING! Jeno berjanji pulangnya adalah Renjun, juga anaknya yang sedang bertumbuh di perut istrinya. Tapi saat tragedi itu terjadi, pulangnya tetap pada Renjun atau dia menuju 𝘱𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨 yang lain... Pilot jn x model rj ...