10

2.8K 288 22
                                    

Mungkin jika tatapan mata itu mempunyai laser sudah dipastikan punggung Jeno akan bolong karena sedari tadi Renjun menatapnya tanpa jeda. Duduk di pinggir ranjang sambil peluk erat plushie berbentuk kuda nil gembrot, si cantik kesayangan Jeno itu tengah merengut sebal.

Sedang korban tatapan hanya melenggang santai sembari memasang seragam kebanggaannya, abai akan semua tingkah lucu sang istri dan sibuk menyiapkan segala keperluannya. Namun bukan berarti Jeno benar-benar acuh, sesekali dominan itu mengawasi dalam lirik singkat guna memastikan sang istri tidak mendadak tantrum.

"Sayang, kamu simpan dasi aku di mana?"

"Ngga tahu, ngga mau jawab."

"Okay, aku cari sendiri."

"Ish! Jeno?!"

"Apa sayangku?" Jeno menoleh, senyum cerah terpampang apik di wajah, tapi justru malah kian membuat Renjun kesal.

"Mau ikut antar, mau ikut ke bandara!"

Tiba-tiba Renjun melompat turun kemudian berlari hingga lengan kurusnya melingkar kuat di pinggang Jeno.

"Astaga Renjun! kamu hampir bikin jantungku copot. Tolong jangan lompat dan tiba-tiba lari seperti itu lagi. Ingat ada adek bayi di perut kamu, gimana kalau kamu jatuh?" Nada suara Jeno sedikit meninggi akibat rasa khawatir menguasai, dan karenanya Renjun seketika terisak mendengar bentakan Jeno. Maklum hormon bumil lagi tinggi dan sensitif-nya.

Dan, sudah bisa ditebak Jeno panik sendiri dibuatnya. Buru-buru lekas hapus air mata yang mengganggu kecantikan istrinya.

"Sayang, Renjun... Maaf, aku tidak bermaksud bentak kamu. Aku hanya terlalu khawatir dengan keadaanmu."

Namun bukannya tangis si cantik mereda malah kian mengeras. Wajah ayunya bersembunyi di dada sang suami sementara kedua tangannya meremas kuat kemeja yang Jeno pakai.

"Ngga mau aku maafin! Huaaaaa"

"Sayang udah yuk nangisnya. Nanti kamu susah napasnya." Bujuk Jeno tapi cuma di balas gelengan. Menarik napas panjang lalu berucap. "Iya, kamu boleh ikut antar aku ke bandara."

Lantas tangis itu mereda, dekap eratnya juga melonggar. Renjun mendongak dengan ada sedikit isakan tertinggal, buat Jeno bisa memandang puas raut istrinya setelah badai berlalu. Netra dengan sisa air mata, kedua pipi serta hidung yang memerah dan tentu bibir berwarna merah muda yang sangat menggoda untuk dicecap hingga bengkak.

Sebelum Jeno kehilangan akal dan ingin menghancurkan bibir si manis, Renjun terlebih dulu bersuara. "Serius ya, beneran. Apa yang diucap ngga bisa di tarik lagi."

"Iya sayang. Tapi ada syaratnya."

Kening Renjun langsung mengernyit tak suka. "Apa lagi Jeno???"

Jemari panjang dan berurat itu melabuh pada dagu sang istri, mengangkat dan membuatnya mendongak lebih tinggi kemudian beri lumatan lembut penuh kehati-hatian.

"Harus pakai baju tebal dan hangat, minum susu ibu hamil sebelum berangkat, terus nanti aku minta Mami temenin kamu. Jangan nolak" Titah telah turun tapi Renjun agak keberatan perihal syarat kedua, yaitu meminum cairan putih yang sangat membuatnya eneg minta ampun.

"Syarat kedua bisa di revisi tidak?" Pinta Renjun seraya menunjukkan wajah lugu nan polos bak anak kucing minta di pungut. Tapi sia-sia, agaknya Jeno telah antisipasi, dirinya bersusah payah menghindari menatap balik manik istrinya. Karena ia tahu jika sampai tatap bertemu ia akan kalah telak.

"Jelas tidak, Renjun. Tubuhmu juga bayi kecil kita perlu nutrisi pendamping selain cemilan cemilan manismu itu. Paham?" Bahu mungil merosot lesu. Kalau sudah begini tidak bisa lagi menghindari.

Mr. Pilot || NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang