9

2.8K 265 30
                                    

"Jika suatu saat nanti dia ingin jadi pilot jangan larang dia ya sayang."

Celetukan Jeno yang sedang mengusap lembut perutnya lantas membuat kening Renjun mengernyit.

"Memangnya dia laki-laki?"

Jeno mengendikkan bahu. "Entah, tapi feelingku mengatakan iya." Satu kecup ia daratkan di perut rata itu.

"Mengapa kau berpikir aku akan melarangnya?" Tanya Renjun seiring jemarinya turut bergerak belai pucuk kepala sang suami.

Hening. Jeno diam sejenak sebelum menjawab.

"Pilot itu pekerjaan yang cukup beresiko. Membawa puluhan hingga ratusan nyawa setiap harinya. Waktu senggangnya terbatas dan sering meninggalkan keluarga. Aku hanya tidak mau kau ngambek karena anak kita pulang telat di hari ulang tahunmu."

"Aku ngga mungkin ngambek hanya karena itu. Tapi yang pasti dia akan mendapat jeweran ditelinganya." Lantas Renjun terkekeh, benak mengawang membayangkan masa depan serupa ucapan sang suami tadi.

"Ahh... Aku jadi mengerti perasaan Mama." Jeno bangkit, posisikan diri memeluk Renjun dari belakang. Menghirup dalam aroma tubuh istrinya. "Jadwal terakhirku minggu depan."

"Seminggu lagi?"

"Hm... Rasanya aku ingin buru-buru menyelesaikan semuanya agar kita bisa segera bersanding di altar. Berjanji dengan lantang dihadapan Tuhan. Berjanji menjaga, melindung, berada disisimu dalam hidup dan matiku."

Jeno menarik wajah Renjun menghadapnya, beri lumatan kecil pada birai merah muda itu.

"Sayangku, cintaku, Ratuku..." Bisikan Jeno mendebarkan hati Renjun. Empat tahun bersama tak serta buatnya terbiasa. Jeno selalu mampu membuatnya bak remaja yang pertama kali jatuh cinta.

Renjun berbalik, tatap manik tajam itu penuh kelembutan lalu menangkup rahang tegas Jeno. Bubuhkan kecup kilat di dagu juga hidung bangirnya. Buat dominan itu tersenyum geli akan tingkah belahan jiwanya.

Jeno ingin segera memagut lagi bibir Renjun tapi submisif cantik itu menahan dirinya. Jari telunjuk si manis menghalangi bibirnya yang hendak mendekat.

Dalam diam tatap bertemu. Manik Jeno jelas menunjukkan protes namun di balas senyum dari Renjun dengan binar indahnya.

"Berjanji lah untuk selalu pulang padaku. Ingat lah aku sebagai rumahmu. Sejauh manapun kau pergi."

Bukan maksud mengubah suasana, tapi mendadak Renjun berpikir akan suatu hal. Suatu hal yang bisa saja terjadi atas kehendak takdir. Biasanya ia tidak seperti ini. Hanya saja Renjun tiba-tiba takut jika Jeno pergi darinya.

"Jangan tinggalkan aku..." Lirih Renjun.

Jeno bergeming, namun lekas ulas senyum lembut. Raih jemari halus yang halangi bibirnya guna ia genggam dan ia kecup penuh puja. Mengecupi tiap jari agar tak ada yang iri.

Jeno tidak tahu apa isi kepala Renjun, tapi ia yakin sekarang istrinya itu berpikir sesuatu yang membuat suasana hatinya mendadak sendu. Maka, tugas Jeno kini menguatkan dan bantu Renjun menghilangkan segala gusar tak berarti itu.

"Aku berjanji Ren... Aku berjanji. Pulangku adalah kamu dan anak kita."

***

Butiran salju berjatuhan memeluk bumi pada pagi hari ini. Salju pertama menyambut dan menyelimuti peradaban bersama suhu yang menurun drastis. Namun meski begitu Renjun tidak ingin melewatkannya, berbekal selimut tipis yang melingkup tubuh mungilnya ia berdiri di balkon sambil menengadah meresapi rintik salju yang menerpa wajah cantiknya.

Mr. Pilot || NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang