Typo bertebaran
~Lidwinsetya~
^Terbuat dari apa hatimu, hingga membuat keputusan yang mampu membuat ku merasa dihargai dan di lindungi^
~Nandira Axienara~
🌸🌸🌸🌸🌸
Yoga menatap wajahnya pada pantulan cermin yang berada di kamar mandi umum mess tempatnya tinggal. Setelah kejadian itu, Yoga lebih sering memberi kabar pada Nara. Yoga berjanji tidak akan melepaskan gadis itu.
Lama Yoga berdiri di hadapan cermin. Hingga suara pecahan kaca membuat seisi ruangan itu berhenti dari aktivitas mereka.
Karèna baru kali ini mereka melihat lelaki yanģ terkenal memiliki kesabaran luar biasa, membuat se isi mess pada pagi ini tercengang, semua bujang yang berada dalam barak berhamburan keluar. Suara itu memang sangat keras terdengar hingga ke lantai dua. Mereka pikir akan ada yang berkelahi lagi setelah kejadian beberapa hari lalu, ada anggota yang bersitegang karena tak terima di ejek.
Pecahan kaca itu berserakan di lantai, kaca yang berukuran seratus tujuh puluh sentimeter dengan lebar dua meter kini telah hancur tak tersisa.
Yoga masih diam mematung, padahal darah di punggung tangannya telah membasahi hingga menetes.
Tursilo yang memang masih berada di dalam barak berlari ketika salah satu anggota mengabari nya. "Bang......" Tursilo menepuk bahu abang letingnya itu.
"Saya harus seperti apa lagi Tur....." Rasa malu sudah tidak dipedulikan lagi. Mereka yang berada di dekat kejadian hanya diam tanpa menjawab ucapan Yoga.
"Tolong kalian bersihin ya, saya mau bawa bang Yoga ke barak dulu." Ucap Tursilo kepada beberapa anggota yang memang sedari tadi sudah berada tak jauh dari situ. Karena mereka sedang asyik mencuci baju mereka.
Suasana pagi itu memang berbeda tidak seperti biasanya, sapaan demi sapaan tidak ada satupun yang di jawab oleh Yoga.
Yoga mengikuti langkah Tursilo dengan wajah menunduk. Bukan karena dia malu. Tapi, lebih dari itu, hatinya sedang tidak baik-baik saja setelah bertemu dengan Nara.
Setelah sampai di dalam barak, Tursilo meminta pada anggota lain untuk mengambil kotak p3k yang tersedia di klinik depan Mako.
Tursilo menghela napas kasarnya, lalu dibuang secara perlahan. Yoga memang tidak pernah bercerita tentang kejadian minggu lalu. Tapi, dia akan meminta Yoga menjelaskan setelah semua keadaan tenang.
"Saya gak akan memaksa Abang untuk bicara sekarang. Saya tetap menunggu Abang bicara jujur tentang kejadian minggu lalu. Ketika Abang gak balik ke barak. Kami mendapat hukuman lebih dari biasanya. Jika Abang gak lupa harusnya kita sudah berkumpul pukul sembilan malam."
"Maaf" lirih Yoga.
"Gak, perlu minta maaf ke saya, Bang. Saya paham dan saya mengerti."
"Saya akan bertanggungjawab atas apa yang telah saya lakukan, Tur"
Tursilo melihat adik letingnya yang sedikit berlari sambil membawa kotak p3k yang di minta nya tadi.
"Terima kasih, boleh tinggalkan kami, ada hal penting yang akan kami bicarakan"
"Siap, Bang" ucap lelaki itu sambil melangkahkan kaki berbalik ke arah pintu keluar dan menutup pintu.
"Masalah, Nara?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, I Didn't Choose You (on Going)
Fiksi RemajaPernah saling mencintai dan saling berjuang. Namun akhirnya diantara mereka masing-masing memiliki ego merasa berjuang sendirian. Tertatih dalam menumbuhkan rasa, hingga takdir tak memberikan kesempatan untuk keduanya bersama. Akankah cinta itu ma...