Adek!

180 9 1
                                    


Typo bertebaran.

Bantu vote dong

"Jika saja aku tahu, bahwa luka itu akan tertoreh kembali.
Aku tidak ingin jatuh cinta lagi."

~Nara~

Jangan lupa alqur'an nya lebih dulu baru baca Wattpad nya yaa.......
Lope sekebon.

~Lidwinsetya~




"Haloooo"

"Haloooo" Nara mencoba lagi.

Tidak ada suara yang terdengar dari seberang sambungan telepon.

"Kalau gak ngomong, saya matikan saja"

"Dek"

"Siapa ya" bukan, bukan Nara tidak mengenali suara itu. Nara sangat hafal dengan suara lelaki yang berada di sambungan telepon.

"Adek lupa sama mas? "

"Oh, iya, ingat mas. Ada apa? " Nara tidak akan menanyakan kabar apalagi menanyakan mengapa dan kenapa baru menghubunginya.

"Dek, maaf"

"Intuk? "

"Semua kesalahan mas sama adek."

"Ya, tidak apa-apa. Sudah biasa"

"Syukurlah kalau adek biasa saja."

    Ingin sekali Nara memaki lelaki ini. Namun rasa cinta yang tumbuh belumlah mencapai akar, rasanya mungkin tak bisa tergambar. Sakit tentu saja Nara sakit. Rasanya air mata itu akan  meluncur dengan cantik. Namun Nara sekuat tenaga tidak ingin memperlihatkan apalagi sampai di dengar oleh lelaki yang bernama Pram.

"Ya, gak masalah. Aku sudah terbiasa." tak ada lagi ungkapan adek dalam kalimat yang terlontar.
Nara menganggap Pram orang asing yang tidak perlu lagi Nara ingat dan Nara harapkan. Semua Nara anggap sudah selesai. Saat laki-laki itu tidak memberi kabar. Nara memutuskan untuk menutup rasa yang mulai tumbuh.

"Maaf, jika mas tidak bisa meneruskan."

"Tidak apa-apa dan kalau bisa jangan lagi menelpon, apalagi mampir ke sini."

"Adek marah"

    ' Whaattt masih berani dia bertanya aku marah?' Teriak Nara dalam hati.

Tentu Nara marah dan kecewa  dengan segala perilaku Pram yang membuatnya  berharap akan tumbuh cinta setelah Widi lelaki brengsek yang membuatnya tidak percaya dengan namanya cinta. Widi hampir memperkosa Nara saat itu. Sejak itu pula Nara tidak ingin menjalin hubungan dengan kaum yang bernama laki-laki.

     Namun, Pram tiba-tiba datang dan menjanjikan  cinta, hingga Nara mampu membuka hati untuk menerima. Lelaki macam apa mereka semua.

     Sambungan telepon masih berlangsung, Nara memilih untuk diam. Mendidih rasanya kepala Nara.

"Dek, masih dengar mas kan? "

"Ya, masih. Maaf ya mas. Aku harus tidur. Karena baru pulang kerja."

"Oh, gitu. Padahal mas masih kangen sama kamu."

'Apa? Kangen? Gak salah. Pram ngomong gitu setelah menghilang tanpa kabae dan tiba-tiba menelpon hanya ingin membuatku sakit hati' dengusnya dalam hati.

"Mungkin lain kali mas telepon aku"

"Mas sudah ada di depan dek, dekat telepon koin stasiun"

Astaga, lelaki macam apa yang mendekati Nara. Datang sesuka hati, pergi seenak jidat sendiri.

Sorry,  I Didn't Choose You (on Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang