"Langsung ke intinya, deh, Zaf. Gue enggak mau lo sembuh."
Kalimat yang dilontarkan Qhialdy mampu untuk membuat kedua mata Zafran membesar karena kaget. Kantuk sudah sepenuhnya hilang, digantikan oleh rasa tak percaya yang terus menghinggap. Tamu kurang ajar itu sedang bicara ke arah mana, sih!
"Kita sakit bareng. Deal?"
Pertanyaan Aldy selanjutnya malah membuat Zafran tak dapat berucap apa pun. Kaget? Pasti! Bingung? Sudah tentu!
"Jangan melotot! Gue lagi ngomong, bukan ajak bertengkar," kata Aldy, seraya menoyor kepala pemuda di sampingnya.
"Lo sakit, ya, Al?"
"Iya. Makanya gue bilang, kita sakit bareng."
Ini sebetulnya Aldy kenapa? Kenapa tiba-tiba begini? Anak itu sedang merasa bersalah, atau apa?
"Lo merasa bersalah? Tenang! Gue anaknya santai, kok! Enggak perlu sok mau 'sakit' bareng cuma karena merasa bersalah. Di sini enggak ada yang salah."
"Gue cemburu, bego! Cemburu sama merasa bersalah itu bedanya jauh! Dongo, ah!"
Untuk ketiga kalinya di siang ini, Qhialdy puas menoyor kepala Zafran. Yang ditoyor juga diam saja, tak ada inisiatif membalas sedikit pun. Karena ... Sungguh! Otaknya sedang kesulitan mencerna.
Ini apa, sih? Prank? Apa Olivia yang menyuruh? Sepertinya iya, ya? Tadi, gadis itu meminta tolong pada Qhialdy. Namun ...
Astaga! Jangan begini, dong! Masa perasaan gue dianggap enggak serius!
"Masih enggak paham?" Aldy kembali bertanya, ketika Zafran masih diam dan terus menatap seperti ilmuwan yang sedang memandang lalat percobaan. "Oke! Gue berusaha ngomong panjang kali ini, ya. Tapi, jangan jawab apa-apa. Diam dulu sampai gue kasih izin ngomong. Soalnya, kalau dipotong, otak gue langsung kusut."
Oke! Ayo semangat, Azis! Kamu pasti bisa jadi Bung Karno!
"Jadi ... " Aldy memulai pidato panjangnya setelah berdoa dalam hati. Please, Ya Tuhan! Jangan bikin kacau kali ini!
"Gue menghindar berminggu-minggu setelah lihat HP lo dulu itu bukan karena jijik. Sumpah, deh! Gue cuma kaget, soalnya ... Ya, siapa yang enggak kaget, sih, Zaf? Kalau posisinya dibalik juga pasti lo kaget. Sebetulnya, gue udah curiga sebelum kejadian HP itu, sih. Kapan hari, gue enggak sengaja lihat foto kita di mobil lo. Belakangnya ada tulisan, is there a reason we're not through."
"Kenapa lo ... "
"Jangan dipotong, Zaf! Gue ngomong sampai titik darah penghabisan dulu!" sela Aldy, menghalangi kawannya mengucapkan kalimat secara lengkap.
Yang disela akhirnya diam lagi, memberi kesempatan tetangga anehnya itu untuk bicara lebih banyak.
"Di situ, gue masih belum ada pikiran sampai ke mana-mana. Paling juga lo iseng tulis kalimat itu. Atau mungkin, itu cuma penggalan judul buat lagu baru lo, ditulis di sembarang tempat, biar enggak lupa. Sampai akhirnya, ada foto-foto gue di HP lo. Kata sandinya pakai tanggal lahir gue. Nama foldernya 24/7, 365 love. Wajar kalau gue kaget, 'kan?"
Wajah Zafran sedikit merah. Dia malu. Diingatkan tentang kejadian lama, ternyata masih membuat dirinya sedikit tak nyaman.
"Selama menghindar itu, gue masih berpikiran, 'Ini Zafran serius? Atau bercanda? Kenapa harus gue?' Sampai pusing sendiri. Terus, gue coba ngomong ke Bang Zion ... "
"Lo enggak cerita ke abang lo, 'kan, Al?" Zafran menatapnya horor. Mati saja kalau ada orang lain yang tahu selain Jadira dan Aldy sendiri. Dia belum siap. Dan mungkin, tak akan pernah siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
They Don't Know About Us (End)
Fanfic(Park Jeongwoo x Watanabe Haruto AU; BxB) Ini bukan kisah tentang agama. Bukan kisah tentang undang-undang dasar. Bukan juga tentang benar atau salah. Ini hanya kisah dua insan yang saling menyayangi, yang memutuskan untuk mencari ketika kehilangan...