Di sinilah Zafran berada, di samping Aldy yang sedang tidur di ranjang rumah sakit. Dia baru saja menipu suster yang berjaga, mengatakan bahwa dirinya adalah adik Aldy yang akan menjaganya malam ini menggantikan sang Ayah. Papa Aldy sedang tidur di sofa, terlihat lelah. Istrinya tak ada di sana, mungkin juga kelelahan setelah membersihkan pecahan-pecahan piala di rumah.
Azion juga tak ada. Namun, Zafran tak peduli. Yang dipedulikannya saat ini hanya sosok laki-laki yang sedang terpejam di hadapannya, dengan selang infus tersambung di tangan kiri. Darah di wajahnya sudah menghilang, tetapi biru-biru dan bengkak masih ada.
Zafran menatap wajah Qhialdy dalam diam selama beberapa menit. Hatinya kembali terpilin mengingat kejadian yang membuat pemuda konyol, yang biasanya selalu menebar kebahagiaan itu, kini tertidur dengan wajah sedikit mengenaskan.
Dia tetap mengamati Aldy lekat-lekat, duduk di kursi kecil samping ranjang, sembari memperhatikan desah napas teraturnya. Diam-diam, Zafran bersyukur dalam hati, seseorang yang dicintainya masih hidup.
"We've created a big problem," gumamnya, pelan. Matanya kembali berkaca-kaca. Memikirkan kemungkinan yang akan datang setelah ini, membuat hatinya tersayat, sekalipun belum terjadi.
Dia benar-benar mencintai Aldy. Sangat-sangat cinta. Bahkan, sekalipun akhirnya dia harus menanggung sakit sekali lagi, tidak masalah. Setidaknya, dia pernah diberi kesempatan untuk menyayangi seseorang di hadapannya saat ini.
Zafran ingin membangunkan Aldy, mengucapkan kata-kata panjang sebelum dia pergi. Namun, itu akan semakin menyakitkan. Membayangkan Aldy melarangnya dengan ekspresi kesedihan, Zafran tak mampu. Lebih baik begini, berpamitan diam-diam.
"Gue pergi, ya, Al."
Bahkan, dengan satu kalimat kecil dan pelan itu, air mata Zafran menetes. Cepat-cepat dia menghapusnya. Ya Tuhan, kenapa mencintai seseorang bisa sesakit ini?
"Jaga diri baik-baik, ya. Gue sayang lo."
Zafran menunduk takut-takut, mendekatkan wajahnya ke wajah Aldy. Pelan-pelan, dia menyatukan bibir mereka. Ini yang terakhir, batinnya.
Satu air mata lolos lagi dari matanya, membuat Zafran cepat-cepat menyudahi ciuman singkatnya, sebelum bulir bening itu menetes ke wajah Aldy dan membangunkan. Dia merogoh saku, mengeluarkan kertas kecil yang tadi ditulis Jadira, lalu meninggalkannya di meja samping ranjang.
Sekarang. Dia harus pergi sekarang. Waktunya sudah habis. Tak ada lagi 'mereka' di antara keduanya.
Dengan susah payah, Zafran bangkit, keluar dari kamar inap yang Aldy tinggali, berjalan dengan langkah cepat di lorong rumah sakit yang sepi. Berkali-kali dia mengingatkan dalam hati, Ini yang terbaik. Enggak apa-apa, Zafran. They can't hurt him anymore.
Namun, berkali-kali juga hatinya serasa diiris. Seperti ada pisau tak kasat mata yang mencincang jantungnya menjadi irisan tipis-tipis.
Dia menuju tempat parkir, masuk ke dalam mobil dan membanting pintu dengan keras. Air matanya sudah tak bisa ditahan. Dia menangis, sekali lagi. Menangisi orang yang sama dengan alasan yang berbeda. Dunia kejam, setidaknya pada mereka. Memang, acapkali, segala sesuatu yang berbeda akan dipandang sebelah mata.
Harusnya, dia bisa maklum. Tidak sedikit manusia di luar sana yang menganggap kehadiran seseorang seperti dirinya tak lebih dari parasit. Namun, Ya Tuhan, hatinya benar-benar nyeri.
Untuk mengalihkan pikiran, Zafran memencet tombol musik di mobil. Mengalihkan pikiran? Bah! Lagu lawas yang terputar malah semakin menjerat. Bahkan, mendengar dentingan piano di awal saja, air matanya sudah mengalir begitu deras.
Kelak kau 'kan menjalani hidupmu sendiri
Melukai kenangan yang telah kita lalui
Yang tersisa hanya aku sendiri di siniZafran harus pergi. Sekarang. Karena semakin lama dia di sana, semakin berat hatinya untuk melangkah. Akhirnya, pemuda itu menyalakan mobil, menginjak pedal gas dan membawa mobilnya menjauh dari tempat parkir, menjauh dari rumah sakit, menjauh dari Aldy.
KAMU SEDANG MEMBACA
They Don't Know About Us (End)
Fiksi Penggemar(Park Jeongwoo x Watanabe Haruto AU; BxB) Ini bukan kisah tentang agama. Bukan kisah tentang undang-undang dasar. Bukan juga tentang benar atau salah. Ini hanya kisah dua insan yang saling menyayangi, yang memutuskan untuk mencari ketika kehilangan...