Saat pertama kali menginjakkan kaki di kompleks perumahan yang sekarang, satu hal yang ada di benak Jadira adalah sepi. Perumahan itu sangat sepi. Sepertinya, dia tak akan betah berlama-lama di sini. Tak ada teman sebaya untuk menghabiskan waktu bersama. Apa lagi, dia anak tunggal. Benar-benar akan sangat menyedihkan jika dia harus menetap di tempat ini.
Berulang kali gadis itu merengek pada kedua orang tuanya untuk pindah ke kompleks lain yang sekiranya lebih manusiawi, tetapi berkali-kali pula orang tuanya menyahut dengan kalimat, “Semua kompleks perumahan juga seperti ini, Jade.”
Namun, persepsinya salah ketika dia bertemu dua cowok yang sepertinya bersahabat sangat akrab. Mereka sering bermain di lapangan, dekat dengan rumahnya. Jadira tak berani bergabung, sekalipun dia ingin. Dia hanya mengamati dari jauh, menguping setiap mereka melakukan percakapan. Dari kegiatan menguping itu, gadis itu mendapat informasi yang sangat dibutuhkannya. Nama mereka Aldy dan Zafran.
Aldy tampaknya menggemari basket, sama seperti dirinya. Walaupun dia kurang jago, tetapi setidaknya gadis itu bisa memasukkan bola ke dalam ring beberapa kali. Berbeda dengan Aldy yang jelas-jelas sangat mahir bermain basket. Diperkuat dengan kabar bahwa pemuda itu sering memenangkan lomba sana-sini. Hebat, itu satu kata yang ada di benak Jadira waktu itu. Aldy hebat.
Namun, sehebat apa pun, perhatiannya dari awal tertuju pada pemuda yang satunya, Zafran. Dia tampan. Luar biasa tampan. Bukan berarti Aldy tidak tampan, hanya saja wajah Zafran sangat-sangat mengagumkan. Setidaknya, untuk Jadira. Laki-laki itu juga pendiam, tak seramai Aldy. Sering sekali dia hanya duduk memperhatikan, dan bersorak kecil ketika temannya dapat memasukkan bola ke dalam ring. Sikapnya itu semakin membuat Jadira penasaran. Zafran sedikit misterius.
Sekian lama menjadi penguntit, akhirnya si Gadis jemu juga. Dia lelah mengamati kedua sahabat itu bermain dan tertawa dari belakang. Hingga suatu siang, dia memberanikan diri menghampiri mereka, yang saat itu sedang duduk berdua setelah Aldy bermain basket.
“Hai!” Jadira menyapa keduanya dengan senyum mengembang.
Baik Aldy maupun Zafran sama-sama tak menyahut, menatap lekat perempuan bertubuh pendek yang tiba-tiba menghampiri mereka.
“Gue Jadira. Kita tetangga,” katanya, mengenalkan diri.
Setelah beberapa detik hening, Qhialdy membuka mulut. “Hai! Gue Aldy. Ini Zafran.”
Si Perempuan tampak mengangguk. “Boleh pinjam bola basketnya?”
Pertanyaan yang cukup untuk membuat Aldy menaikkan satu alis. Di pikirannya mungkin saat ini terselip keheranan. Mau apa cewek pendek ini meminjam bola basket? Memangnya bisa? Namun, tanpa berkomentar, dia melemparkan bolanya pelan. Jadira dapat menangkap dengan baik.
Gadis itu segera berlari mendekati ring sambil memantul-mantulkan bola ke aspal lapangan. Cara men-dribble-nya bagus, tetapi sesuai perkiraan, dia tak bisa mencetak gol. Aldy tertawa dari tempatnya duduk, membuat Zafran menyenggol tangannya keras.
“Jangan ketawa! Mentang-mentang lo jago!” kata Zafran. “Sana, main bareng! Kapan lagi ada teman basket di sini.”
Akhirnya, Aldy menuruti. Pemuda itu berdiri dan berlari menghampiri si Anak baru. Mereka segera terlibat dalam adegan berebut bola. Sementara Zafran tetap duduk, menatap dari jauh, melihat keduanya tertawa ketika lagi-lagi bola yang dilemparkan Jadira meleset dan malah memantul kembali ke arahnya, menumbuk kepalanya dengan cukup keras.
Itulah awal perkenalan mereka. Walau tak terlalu akrab, tetapi gadis itu sudah beruntung memiliki dua orang yang dikenal di tempat tinggal barunya.
✨✨✨
![](https://img.wattpad.com/cover/352368129-288-k813501.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
They Don't Know About Us (End)
Fiksi Penggemar(Park Jeongwoo x Watanabe Haruto AU; BxB) Ini bukan kisah tentang agama. Bukan kisah tentang undang-undang dasar. Bukan juga tentang benar atau salah. Ini hanya kisah dua insan yang saling menyayangi, yang memutuskan untuk mencari ketika kehilangan...