Suasana pagi yang tenang diisi oleh tangisan bayi di hari Kamis itu. Sesekali terdengar derap kaki berlarian, juga suara-suara gerutu kecil, yang menggumamkan sesuatu seperti, “ ... Gue yang repot!”
Zafran berlari, dari dapur menuju ke kamar bayi di rumah kakaknya. Si Kecil di dalamnya tampak menangis, mungkin karena haus.
“Jangan nangis! Haus, ya? Nih, minum!”
Pemuda itu mendekat ke box bayi, memberikan botol susu berisi ASI yang tadi diambilnya dengan terburu-buru di dapur.
Namun, si Bayi tetap menangis. Zafran bingung setengah mati. Dia pernah melihat kakaknya menggendong anaknya sambil menyusui. Dia ingin melakukannya, tetapi tak tahu bagaimana rumus menggendong bayi dengan baik dan benar.
Zafran menjejalkan dot pada mulut keponakan mungilnya, yang tentu saja meronta, membuat air susu sedikit terciprat di wajahnya yang kecil. Membuat makhluk mungil itu semakin mengencangkan tangisan.
Pusing! Mengurus bayi benar-benar bukan keahliannya. Olivia dan suaminya pergi untuk mengurus akta bagi Tiara, anak perempuan mereka. Sebelum pergi, mereka meminta tolong Zafran untuk menunggui si Bayi. Katanya, sih, hanya akan pergi sebentar.
“Ini, pegang sendiri botolnya, ya.” Zafran kembali bermonolog. “Apa mau aku yang pegang? Tapi kamu jangan berontak terus. Aku pusing!”
“Harusnya digendong.”
Suara Aldy membuatnya menoleh. Pemuda itu berdiri di ambang pintu, bersandar sambil bersedekap, memperhatikan Zafran yang sedang pening dengan tangisan bayi.
“Daripada lagak lo kayak bos enggak tahu diri begitu, mending bantu gue,” cibir Zafran, yang cukup untuk membuat Aldy tertawa mengejek, lalu berjalan menghampiri box bayi.
Dengan mudah, dia menggendong si Kecil yang sedang menangis, membawanya pada dekapan.
“Mana susunya?” tanyanya.
Zafran menyerahkan botol, yang segera diambil oleh si Pemegang bayi. Dengan ahli, pemuda itu menyodorkan dot pada bocah kecil yang menangis, seraya berujar, “Ayo, minum susu dulu, anak cantik!”
Dan, ajaib! Si Bayi bernama Tiara itu meminum susunya tanpa memberontak. Bahkan, tangisannya berhenti. Zafran membatin dalam hati, Padahal, gue yang omnya. Tapi kenapa dia lebih patuh sama belalang sembah, sih!
“Senyum, makanya! Kalau wajah lo begitu terus, anak kecil pasti takut,” ejek Aldy, sambil tetap menyusui Tiara.
Zafran sudah membuka mulut, hendak menjawab, ketika terdengar suara mobil dari halaman. Sepertinya, Olivia dan suaminya sudah pulang. Bagus, deh! Zafran bisa tenang dan kembali ke rumahnya sendiri setelah ini.
Waktu cepat berlalu. Lima bulan yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Zafran pulang. Olivia (yang saat itu sudah melahirkan), tentu saja memeluk adiknya erat-erat. Bahkan sedikit menangis. Wanita itu tak henti-henti berucap maaf ketika Zafran pertama kali menginjakkan kaki di rumahnya. Johan pun tampak sama senangnya. Keduanya membiarkan Zafran tinggal di sana, seperti rencana awal.
Namun, ternyata ada perubahan rencana. Siapa yang sangka, jika dalam waktu lima bulan, Aldy sudah menyiapkan rumah baru? Tepat di samping kediaman Olivia, bangunan bertingkat dua itu dicicilnya untuk Zafran. Ralat, untuk Zafran dan dirinya sendiri. Iya, keduanya tinggal dalam satu rumah.
Mama-Papanya tahu tentang kepulangan Zafran. Seperti kata-kata di luar sana, sekesal apa pun orang tua pada anak, mereka tak akan benar-benar membenci. Keduanya menerima Zafran kembali. Sekalipun tampak jelas bahwa baik Mama atau Papa belum bisa menerima “Zafran” yang lain, keduanya sepakat tak membicarakan perihal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
They Don't Know About Us (End)
Fanfiction(Park Jeongwoo x Watanabe Haruto AU; BxB) Ini bukan kisah tentang agama. Bukan kisah tentang undang-undang dasar. Bukan juga tentang benar atau salah. Ini hanya kisah dua insan yang saling menyayangi, yang memutuskan untuk mencari ketika kehilangan...